Sebanyak 5 satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemkot Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel), masuk kategori rapor merah karena serapan APBD masih rendah menjelang akhir 2025. Kondisi itu mengakibatkan tambahan penghasilan pegawai (TPP) aparatur sipil negara (ASN) di lima SKPD tersebut dipotong 5%.
Secara umum realisasi anggaran Pemkot Parepare mencapai 77,99% dari total APBD Parepare 2025 sebesar Rp 987 miliar. Hal ini dilaporkan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Parepare dalam rapat monitoring evaluasi (monev) di Ruang Pola Kantor Wali Kota Parepare, Rabu (24/12/2025).
“Target belanja daerah pada perubahan APBD tahun 2025 sebesar Rp 987 miliar yang terealisasi hingga 17 Desember 2025, yakni Rp 769 miliar atau 77,99%,” kata Kepala Bappeda Parepare Zulkarnaen kepada infoSulsel, Kamis (25/12/2025).
Serapan APBD itu terdiri dari belanja operasi yang sudah terealisasi 82,49% dari total Rp 878 miliar dan belanja modal yang terserap 45,70% dari Rp 99 miliar. Adapula belanja tidak terduga yang terealisasi 2,36% dari total anggaran Rp 10 miliar.
Zulkarnaen juga merincikan pendapatan transfer pusat sudah terealisasi Rp 568,4 miliar atau 96,06% dari target Rp 591,8 miliar. Sementara pendapatan transfer antara daerah terealisasi Rp 47,6 miliar atau 78,29% dari target Rp 60,8 miliar.
“Adapun PAD (pendapatan asli daerah) dari target Rp 312 miliar terealisasi hingga 18 Desember 2025 sebesar Rp 268 miliar atau sebesar 85,86%,” beber Zulkarnaen.
Pemkot Parepare masih menggenjot serapan APBD hingga akhir tahun. Pihaknya mewanti-wanti 5 SKPD yang realisasi anggarannya paling rendah agar segera memaksimalkan program kegiatannya.
“Kepala SKPD perlu aktif melakukan pemantauan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan pada masing-masing perangkat daerah,” ucap Zulkarnaen.
Kelima SKPD tersebut adalah: Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) 34,61%; Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PKPP) 36,46%; Badan Keuangan Daerah (BKD) 61,92%; Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) 63,20%; serta Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) 63,71%.
“Masih rendah itu kalau 60-70%. Seperti di Dinas PUPR itu memang rendah karena masih banyak proyek belum jalan. Idealnya kalau triwulan keempat ini sudah di atas 90%. Tapi ini kan masih 18 Desember, masih akan bertambah itu,” sebut Zulkarnaen.
Kendati begitu, ASN di 5 SKPD dikenakan sanksi pemotongan TPP 5% karena belum maksimal merealisasikan anggaran. Kebijakan itu diatur dalam peraturan wali kota (perwali) dan mengacu dari surat perintah pencairan dana (SP2D).
“Ada di perwali TPP bagi SKPD yang capaian realisasi keuangan rendah berdasarkan SP2D, maka dikenakan pemotongan TPP untuk 5 SKPD terendah,” tuturnya.
Menurut Zulkarnaen, pemotongan TPP kepada ASN di 5 SKPD dilakukan setiap monev terkait realisasi APBD. Sanksi tersebut diharapkan memicu para ASN di tiap SKPD tersebut untuk meningkatkan kinerjanya.
“Hanya setiap monev ji, 5% pemotongan (TPP) setiap SKPD, 1 bulan tapi 5%,” ungkap Zulkarnaen.
Zulkarnaen kembali menegaskan, aturan pemotongan TPP imbas serapan APBD masih rendah diatur dalam perwali. Pemotongan TPP dilakukan oleh Badan Keuangan Daerah (BKD) Parepare.
“Diatur memang di perwali, sudah 2 tahun berlaku. BKD yang tahu (nominalnya),” imbuh Zulkarnaen.
Pemkot Parepare turut melaporkan 5 SKPD dengan penyerapan APBD tertinggi. Kelima SKPD itu, yakni: Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) 90,06%; RSUD Andi Makkasau 89,51%; RS Hasri Ainun Habibie 88,87%; Kecamatan Bacukiki Barat, 87,98%; serta Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM (BKPSDM) 87,88%.
Zulkarnaen berharap para kepala SKPD tetap melakukan percepatan kinerja menjelang akhir tahun 2025. Pihaknya mendorong agar kinerja pembangunan fisik dan realisasi serapan keuangan dimaksimalkan.
“Kami sudah meminta kepada para kepala perangkat daerah selaku pengguna anggaran untuk senantiasa melakukan percepatan pelaksanaan kegiatan pembangunan sesuai dengan waktu yang direncanakan pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) masing-masing,” pungkasnya.
Serapan APBD 5 SKPD Terendah
Menurut Zulkarnaen, pemotongan TPP kepada ASN di 5 SKPD dilakukan setiap monev terkait realisasi APBD. Sanksi tersebut diharapkan memicu para ASN di tiap SKPD tersebut untuk meningkatkan kinerjanya.
“Hanya setiap monev ji, 5% pemotongan (TPP) setiap SKPD, 1 bulan tapi 5%,” ungkap Zulkarnaen.
Zulkarnaen kembali menegaskan, aturan pemotongan TPP imbas serapan APBD masih rendah diatur dalam perwali. Pemotongan TPP dilakukan oleh Badan Keuangan Daerah (BKD) Parepare.
“Diatur memang di perwali, sudah 2 tahun berlaku. BKD yang tahu (nominalnya),” imbuh Zulkarnaen.
Pemkot Parepare turut melaporkan 5 SKPD dengan penyerapan APBD tertinggi. Kelima SKPD itu, yakni: Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) 90,06%; RSUD Andi Makkasau 89,51%; RS Hasri Ainun Habibie 88,87%; Kecamatan Bacukiki Barat, 87,98%; serta Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM (BKPSDM) 87,88%.
Zulkarnaen berharap para kepala SKPD tetap melakukan percepatan kinerja menjelang akhir tahun 2025. Pihaknya mendorong agar kinerja pembangunan fisik dan realisasi serapan keuangan dimaksimalkan.
“Kami sudah meminta kepada para kepala perangkat daerah selaku pengguna anggaran untuk senantiasa melakukan percepatan pelaksanaan kegiatan pembangunan sesuai dengan waktu yang direncanakan pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) masing-masing,” pungkasnya.
