Oknum dosen pria berinisial TT dari Universitas Islam Negeri (UIN) , Sulawesi Selatan (Sulsel), diduga melecehkan mahasiswanya. Kasus pelecehan seksual yang dilakukan dosen diduga penyuka sesama jenis itu sempat dibawa ke Polres Palopo namun laporan pihak korban ditolak polisi.
Kasus ini bermula saat oknum dosen itu mengirimkan foto kelaminnya kepada mahasiswanya pada Rabu (17/9) malam. Korban heran begitu menerima kiriman foto tidak senonoh dari dosennya itu lewat pesan elektronik.
“Ada salah satu mahasiswa yang menjadi korban dari oknum dosen LGBT yang mengirimkan foto kelamin sekali lihat di WhatsApp,” kata teman korban berinisial MP (21) kepada infoSulsel, Kamis (25/9/2025).
Korban yang tidak tahu maksud dari dosen itu, lantas menceritakan peristiwa yang menimpanya kepada rekannya. Teman korban yang risih dengan ulah dosen tersebut, lantas memviralkan kasus ini.
“Kawan-kawan di kampus yang mengetahui ini mencoba untuk mempropagandakan isu tersebut dengan menempel poster di dinding kampus dan mem-posting ke media sosial,” jelasnya.
Sejumlah mahasiswa pun mendesak Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UIN Palopo mengusut kasus tersebut. Korban mengaku trauma atas kejadian ini, sementara terduga pelaku masih aktif mengajar.
“Kami menganggap satgas PPKS berusaha menutupi kasus pelecehan agar tidak terpublikasi, demi nama baik kampus,” tegasnya.
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam aliansi G30S mengadukan kasus ini ke Satgas PPKS UIN Palopo pada Senin (29/9). Mereka mendesak oknum dosen terduga pelaku pelecehan segera ditindak tegas.
“Kami telah serahkan bukti dan kami ke sana (Satgas PPKS) dengan dua tuntutan, pertama copot dan keluarkan pelaku pelecehan sesama jenis,” kata anggota aliansi G30S UIN Palopo, Putra kepada wartawan, Selasa (30/9).
Dalam laporannya, aliansi G30S melampirkan bukti tangkapan layar (screenshot) dugaan pelecehan yang dilakukan oknum dosen. Mahasiswa korban pelecehan ini diduga ada dua orang.
“Kami telah menyerahkan bukti dan pelaku ini telah memiliki 2 korban istilahnya. Kami telah memberikan bukti screenshot yang telah kami print,” tutur Putra.
Ketua Satgas PPKS UIN Palopo Hamdani Thaha menegaskan akan menindaklanjuti aduan kasus pelecehan seksual ini. Pihaknya berkomitmen mengusut perkara itu sampai tuntas.
“Berita acara penyerahan bukti telah ditandatangani di atas materai, menegaskan komitmen satgas untuk menindaklanjuti kasus ini sesuai prosedur,” kata Hamdani.
Sementara itu, Rektor UIN Palopo Abbas Langaji akan memberikan sanksi tegas jika oknum dosen terbukti melakukan pelanggaran. Abbas menegaskan tidak mentolerir pelecehan seksual.
“Jika terbukti bersalah, siapapun pelakunya akan diproses dan menerima sanksi terberat sesuai mekanisme yang berlaku. Keselamatan dan keadilan korban adalah prioritas utama kami,” imbuh Abbas.
Sejumlah mahasiswa yang merupakan rekan korban kemudian melaporkan kasus dugaan pelecehan ke Polres Palopo pada Senin (6/10) sore. Satgas PPKS UIN Palopo turut mendampingi mahasiswa untuk membawa perkara ini ke ranah hukum.
“Kami dari perwakilan kampus menemani adik-adik mahasiswa untuk membawa persoalan ke aparat penegak hukum,” ujar Koordinator Humas UIN Palopo, Reski Azis kepada wartawan, Senin (6/10).
Kasus ini diputuskan dilanjutkan ke proses hukum atas kesepakatan Satgas PPKS UIN Palopo dengan pelapor. Hal ini ditempuh setelah Satgas PPKS menyelesaikan pemeriksaan internal yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
“Jadi yang melapor ke PPKS itu bukan korban langsung, tapi teman dari korban. Tapi terduga korban dua orang itu sudah diperiksa, sudah ketemu semua, (lalu) di-BAP, tanda tangan setelah diperiksa oleh satgas internal kampus,” jelasnya.
BAP dari Satgas PPKS UIN Palopo turut diserahkan ke polisi sebagai bukti laporan dugaan pelecehan seksual tersebut. Namun rupanya kasus oknum dosen diduga melecehkan mahasiswanya ini tidak bisa diproses penyidik kepolisian.
“Kami ini awalnya akan menyerahkan BAP tersebut kepada pihak kepolisian, namun ternyata pihak kepolisian menilai ada beberapa hal yang belum lengkap sehingga harus dilengkapi dulu, seperti bahwa terduga korban yang harus melaporkan langsung,” paparnya.
Kasat Reskrim Polres Palopo, Iptu Sahrir mengakui belum bisa memproses kasus dugaan pelecehan seksual itu. Dia berdalih kasus pelecehan nonverbal semestinya dilaporkan oleh korban sendiri.
“Pelecehan itu pelecehan nonverbal. Jadi untuk pelecehan nonverbal itu sepatutnya dilaporkan oleh korbannya sendiri,” ucap Sahrir kepada wartawan.
Sahrir juga menyarankan agar korban mendelegasikan perkara tersebut ke penasihat hukumnya (PH). Jika korban tidak bisa melapor langsung ke polisi, maka bisa diwakili oleh kuasa hukumnya.
“Kami dari Polres Palopo menyampaikan atau menyarankan kepada pihak terkait atau yang datang agar mengarahkan korban atau yang dikuasakan PH-nya untuk melaporkan hal tersebut agar bisa diproses lebih lanjut,” jelasnya.
Dia berharap agar rekomendasi dari Polres Palopo bisa dilakukan. Syahrir melanjutkan, pihaknya tidak bisa melakukan penyelidikan lebih lanjut sampai perkara ini dilaporkan sendiri oleh korban.
“Kalau untuk saat ini belum ada pelaporan resmi, karena kami menyampaikan agar korban yang langsung datang untuk melaporkan hal tersebut atau yang dikuasakan,” pungkas Syahrir.
Korban Pelecehan Diduga 2 Orang
Satgas PPKS-Rekan Korban Lapor Polisi
Korban Diminta Lapor Sendiri ke Polisi
Sejumlah mahasiswa yang merupakan rekan korban kemudian melaporkan kasus dugaan pelecehan ke Polres Palopo pada Senin (6/10) sore. Satgas PPKS UIN Palopo turut mendampingi mahasiswa untuk membawa perkara ini ke ranah hukum.
“Kami dari perwakilan kampus menemani adik-adik mahasiswa untuk membawa persoalan ke aparat penegak hukum,” ujar Koordinator Humas UIN Palopo, Reski Azis kepada wartawan, Senin (6/10).
Kasus ini diputuskan dilanjutkan ke proses hukum atas kesepakatan Satgas PPKS UIN Palopo dengan pelapor. Hal ini ditempuh setelah Satgas PPKS menyelesaikan pemeriksaan internal yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
“Jadi yang melapor ke PPKS itu bukan korban langsung, tapi teman dari korban. Tapi terduga korban dua orang itu sudah diperiksa, sudah ketemu semua, (lalu) di-BAP, tanda tangan setelah diperiksa oleh satgas internal kampus,” jelasnya.
BAP dari Satgas PPKS UIN Palopo turut diserahkan ke polisi sebagai bukti laporan dugaan pelecehan seksual tersebut. Namun rupanya kasus oknum dosen diduga melecehkan mahasiswanya ini tidak bisa diproses penyidik kepolisian.
“Kami ini awalnya akan menyerahkan BAP tersebut kepada pihak kepolisian, namun ternyata pihak kepolisian menilai ada beberapa hal yang belum lengkap sehingga harus dilengkapi dulu, seperti bahwa terduga korban yang harus melaporkan langsung,” paparnya.
Kasat Reskrim Polres Palopo, Iptu Sahrir mengakui belum bisa memproses kasus dugaan pelecehan seksual itu. Dia berdalih kasus pelecehan nonverbal semestinya dilaporkan oleh korban sendiri.
“Pelecehan itu pelecehan nonverbal. Jadi untuk pelecehan nonverbal itu sepatutnya dilaporkan oleh korbannya sendiri,” ucap Sahrir kepada wartawan.
Sahrir juga menyarankan agar korban mendelegasikan perkara tersebut ke penasihat hukumnya (PH). Jika korban tidak bisa melapor langsung ke polisi, maka bisa diwakili oleh kuasa hukumnya.
“Kami dari Polres Palopo menyampaikan atau menyarankan kepada pihak terkait atau yang datang agar mengarahkan korban atau yang dikuasakan PH-nya untuk melaporkan hal tersebut agar bisa diproses lebih lanjut,” jelasnya.
Dia berharap agar rekomendasi dari Polres Palopo bisa dilakukan. Syahrir melanjutkan, pihaknya tidak bisa melakukan penyelidikan lebih lanjut sampai perkara ini dilaporkan sendiri oleh korban.
“Kalau untuk saat ini belum ada pelaporan resmi, karena kami menyampaikan agar korban yang langsung datang untuk melaporkan hal tersebut atau yang dikuasakan,” pungkas Syahrir.