9 Teks Khutbah Idul Adha Berbagai Tema: Hikmah Quban-Keteladanan Nabi Ibrahim

Posted on

Umat muslim merayakan akan merayakan Hari Raya Idul Adha 2025 pada Jumat, 6 Juni 2025. Idul Adha adalah momen penuh makna tentang keimanan, pengorbanan, dan kepedulian sosial.

Menjelang Idul Adha, banyak khatib mulai mencari bahan khutbah yang sesuai dengan kondisi umat dan mengandung pesan yang menyentuh. Artikel ini menyajikan kumpulan khutbah Idul Adha dengan berbagai tema yang siap digunakan atau dijadikan inspirasi dalam menyampaikan pesan-pesan keislaman yang bermakna di Hari Raya Kurban.

Yuk, simak!

Khutbah I

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اللهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا.
وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا.
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ.
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ
وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ.
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.
أَشْهَدُ أَنْ لا إِلهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَ أَصْحَابِهِ، وَمَنْ تَمَسَّكَ بِالدِّيْنِ وَسَلَكَ طَرِيقَ هِدَايَتِهِ.
أَمَّا بَعْدُ :

Hadirin Sidang Idul Adha yang dimuliakan Allah SWT.

اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ

Bertaqwalah kepada Allah tetapi jangan sambil lalu.

اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ

Allah tidak menerima ketika seorang hamba bertaqwa sambil lalu.

اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ

Yang Allah terima hanyalah taqwa yang sesungguhnya. Dan diantara implementasi taqwa yang sesungguhnya dari seorang hamba adalah:

وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

Berislamlah sampai mati dan matilah bersama Islam dan jangan sampai kematian datang merenggut, kita belum total sebagi seorang hamba Allah yang berserah diri kepada-Nya.

Sebab puncak tertinggi yang harus diraih oleh seorang hamba adalah taqwa. Allah berfirman:

۱۳ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Artinya: ‘Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.’ (QS. al-Hujarat:13).

Ayyuhal muslimun rahimakumullah.

Semoga jamaah idul adha yang kita banggakan ini, tergolong orang yang dimampukan, menegakkan ibadah-ibadah disiang hari dan malam hari. Mudah-mudahan diantara kita ada yang sudah dipilih oleh Allah sebagai hamba yang diampuni dosanya yang telah lalu dan akan datang, dibebas dari fitnah kubur dan diselamatkan dari panasnya api neraka padahal umurnya masih panjang.

Mudah-mudahan pula kita semua dipilih oleh Allah sebagai hamba yang mendapatkan pahala menunaikan ibadah haji sebagaimana saudara kita yang sedang melaksanakannya di tanah suci Mekkah; padahal kaki kita masih menjejak tanah atau bumi pekanbaru saat ini.

Hadirin Sidang Idul Adha yang dimuliakan Allah SWT.

Orang yang tauhidnya lurus, Orang yang shalatnya benar, Orang yang mengamalkan sabar dalam hidupnya tanpa batas dan Orang yang berkorban dalam hidupnya kepada Allah; maka orang seperti ini sebenarnya; dunia dan isinya sedang diwariskan kepadanya.

Jangan memandang sempit makna korban dalam Islam. Kata korban itu diambil dari bahasa Arab: yaitu dari kata ‘qaruba-yaqrubu’ yang bermakna dekat kemudian mendapat penambahan tasydid sehingga jadilah ‘qarraba-yuqarribu’ yang bermakna ‘mendekatkan’. Oleh sebab itu, sesuatu perbuatan yang diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah disebut pengorbanan; dan apa saja yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah disebut korban; seperti hewan sembelihan, kekayaan, fikiran, tenaga, waktu, perasaan dan lain sebagainya.

Oleh karenanya, pengorbanan adalah nilai mulia yang mesti harus dimiliki dalam diri dan kehidupan kita, karena pengorbanan itulah yang akan menjadikan kita sebagai hamba yang berkedudukan tinggi dan mulia dihadapan Allah dan mulia pula dihadapan makhluk ciptaan-Nya.

Di pagi yang mulia ini, tentu kita teringat kepada kisah nabi Ibrahim as, seorang hamba Allah yang berhasil mencapai puncak spritual tinggi dan yang sangat hebat dalam melakukan pengorbanan demi pengorbanan , hingga sampailah ke pengorbanan yang sangat berat ; yaitu perintah menyembelih anaknya sendiri. Bayangkan, 85 tahun lamanya Nabi Ibrahim as berdoa, memohon kepada Allah siang dan malam, agar diberikan anak keturunan, akan tetapi ketika diberikan anak keturunan, Allah pinta untuk diqurbankan kepada-Nya.

Bukan, ketika Allah pinta nabi Ibrahim untuk mengurbankan anaknya, lalu saat nabi Ibrahim bersedia menerima perintah tersebut, Allah langsung ganti dengan seekor domba. Akan tetapi, mata pedang yang tajam itu sudah melesat ke leher nabi Ismail as, namun saat itu Allah menunjukkan kuasa-Nya. Mata pedang yang tajam yang sebelumnya dibelahkan ke batu yang besar terbelah menjadi dua, tak mampu melukai leher nabi Ismail. Sampai akhirnya, Allah ganti nabi Ismail dengan seekor domba.

Hari ini, kita tidak diminta oleh Allah untuk mengorbankan istri kita, kita tidak diminta oleh Allah untuk mengorbankan anak keturunan kita. Allah hanya meminta kita untuk mengorbankan harta kekayaan, fikiran, tenaga, waktu, perasaan, jabatan yang kita pegang, untuk dikorbankan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena, hidup ini adalah untuk beribadah kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Artinya: ‘Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (QS. Adz-Dzariyat:56).

Maka pengorbanan yang kita lakukan adalah dalam rangka beribadah kepada Allah. Dengan pengorbanan maka Allah akan mencintai dan melindungi kita, dengan pengorbanan maka pertolongan Allah akan datang kepada kita. Ingatlah kisah Nabi Ibrahim AS. Nabi Ibrahim mendekatkan diri kepada Allah dengan menunaikan perintah-Nya; yaitu dengan menjadikan anaknya sendiri, nabi Ismail as, untuk disembelih sebagai korban.

Karena itu adalah perintah Allah, meskipun dengan berat hati, nabi Ibrahim melaksanakannya, walaupun pada akhirnya Allah ganti dengan seekor domba.

Hasilnya adalah:
Nabi Ibrahim dicintai oleh Allah,
Nabi Ismail dilindungi oleh Allah,
Keluarga nabi Ibrahim as dilindungi dari godaan setan yang terkutuk.

Hadirin sidang idul adha rahima kumullah!

Cobalah kita lihat, kita renungkan secara dalam keadaan kita pada hari ini, sangat memerlukan pengorbanan dari kita semua. Lihatlah berbagai masalah muncul ditengah-tengah kita; mulai dari rumah tangga kita, dimasyarakat kita, sampai berbangsa dan bernegara. Bahkan negara-negara Islam difitnah dan dianiaya; anak-anak dibunuh, para wanita diperkosa, rumah-rumah mereka dibakar dan dihancurkan.

Keadaan ini mesti segera dirubah, dan yang akan merubahnya adalah Allah SWT dan diri kita itu sendiri.

Di dalam Al-Quran disebutkan, ‘Allah tidak akan merobah nasib sesuatu kaum sehingga kaum itu sendiri yang akan merobah nasib diri mereka’, Allah berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar-Ra’d: 11).

Untuk merobah keadaan yang kita jalani saat ini, jelas adalah suatu perjuangan yang berat, disinilah pengorbanan kita diminta. Kita diminta untuk mengorbankan apa saja, harta kekayaan, fikiran, tenaga, waktu, perasaan bahkan jiwa sekalipun.

Disinilah kedudukan yang tinggi disisi Allah akan didapatkan, disinilah kemenangan akan diperoleh, Allah berfirman:

الَّذِينَ ءَامَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ اللَّهِ وَأَوْلَبِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ )

Artinya: “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan”. (Q.S. At-Taubah: 20).

اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ وَ اللَّهِ الْحَمْدُ …..

Saat ini, kita semua sangat mendambakan tokoh pejuang yang sanggup berkorban, masyarakat yang mau berkorban. Lihatlah Rasulullah dan para sahabat terdahulu; mereka berhijrah dari Mekkah ke Madinah; dengan rela meninggalkan kampung halaman, harta benda dan keluarga, mereka berkorban apa saja, bahkan mempertaruhkan nyawa sekalipun.

Saat ini; masyarakat menunggu pengorbanan dari kita, siapapun kita. Masyarakat menunggu pengorbanan yang tulus dan ikhlas, pengorbanan yang benar dan jujur, pengorbanan yang murni dan sejati.

اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَ اللَّهِ الْحَمْدُ …..

Di pagi yang mulia ini, tidak semua orang bergembira sebagaimana yang kita rasakan. Cobalah lihat diujung jalan sana, diujung lorong sana; masih banyak orang-orang miskin, orang-orang tua yang tak mampu lagi bekerja dan anak-anak yang tidak ber-ayah dan ber-ibu, bersedih, menangis mengenang-kan nasib mereka diantara orang-orang yang sedang bergembira.

Ketika takbir mulai menggema, ketika sang anak yatim membukakan matanya, bukan baju baru yang ia lihat, bukan pula deretan kue dan makanan lezat yang tersedia dimeja makan. Akan tetapi yang ia lihat adalah baju lusuh dengan raut wajah ibu dan ayahnya yang bertengger didinding rumahnya. Ketika orang-orang disekelilingnya bergembira ria, sang anak yatim bersedih menangis, kepada siapa ia mengadu, kepada siapa ia tundukkan wajahnya, ketangan siapa ia kan ciumkan bibirnya untuk meluahkan kasih sayang dan bermaaf maafan. Ayahnya sudah lama pergi, ibunya pun sudah lama meninggal, kakak abang pun tak peduli karena kemiskinan. Ketika orang lain bergembira, ketika disekelilingnya anak-anak lain didekap, dicium dan dimanja. Sang anak yatim jangankan baju baru, jangankan pelukan, dekapan dan ciuman dari orang terdekat. Makanan dan minuman pun tidak tersedia.

Mengapa kita tidak berkaca dari sejarah Rasulullah; ketika rasulullah melihat seorang gadis kecil, berbaju lusuh yang menangis menyembunyi-kan wajahnya dengan kedua tangannya, bersedih melihat sekolompok anak kecil lainnya yang sedang bergembira ria bersama ayah dan ibunya di kota Madinah. Rasulullah kemudian meletakkan tangannya dengan penuh kasih sayang di atas kepala gadis kecil tersebut, lalu bertanya: “Wahai anakku, mengapa engkau menangis? Bukankah hari ini adalah hari raya?.

Dengan suara lirih, gadis itu bercerita kepada Rasulullah SAW. “Pada hari raya yang suci ini semua anak menginginkan agar dapat merayakannya bersama orang tuanya dengan penuh kebahagiaan. Anak-anak bermain dengan riang gembira di depanku. Aku lalu teringat pada ayahku, itu sebabnya aku menangis. Ketika dulu saat hari raya terakhir bersamanya, la membelikan ku sebuah gaun berwarna hijau dan sepatu baru. Waktu itu aku sangat bahagia.” “Lalu suatu hari ayahku pergi berperang bersama Rasulullah bahu-membahu dan kemudian ayahku meninggal di dalam peperangan tersebut. Jika aku tidak menangis untuknya, lalu siapa lagi?”.

Hati Nabi langsung terenyuh, sambil membelai rambut gadis yatim itu, Nabi berkata; “Wahai Anakku, hapuslah air matamu. Angkatlah kepalamu dan dengarkan apa yang akan kukatakan kepadamu. Apakah kamu ingin agar aku menjadi ayahmu? Dan apakah kamu juga ingin agar Fatimah menjadi kakak perempuanmu dan Aisyah menjadi ibumu. Bagaimana pendapatmu tentang usul ku ini?”

Gadis kecil itu langsung berhenti menangis. Dia menatap dengan penuh perasaan dan memastikan bahwa di hadapannya adalah Rasulullah SAW. Anak yatim itu kaget sekaligus bahagia sampai bibirnya tidak bisa berucap dan hanya menganggukan kepala.

Rasulullah pun menggandeng tangan mungilnya ke rumah Aisyah. Sesampai di rumah; Rasulullah sendiri yang menyisirnya dan member-sihkan badannya dengan penuh kasih sayang. Dibantu Fatimah, gadis itu dipakaikan baju bagus dan diberi makanan serta uang saku. Dia lalu dipersilakan untuk bermain dengan anak-anak lainnya.

Teman-teman gadis itu heran, lalu bertanya, “Gadis kecil, apa yang telah terjadi? Mengapa kamu terlihat sangat gembira?” Dengan senyum mengembang, gadis kecil itu menjawab, “Akhirnya aku memiliki seorang ayah dan ibu!”.

Jamaah idul adha yang dimuliakan Allah!

Kita semua adalah anak yang dilahirkan dari seorang ibu. Mungkin ayah dan ibu kita sudah tiada atau mungkin ayah dan ibu kita jauh diujung kampung sana. Atau jika mereka sedang bersamamu. Cobalah pegang tangan jemari mereka. Rasakan aliran kasih sayang yang tidak pernah terputus kepadamu. Bayangkan bagaimana ibumu melahirkanmu dengan bertaruh nyawa bersimbah darah. Atau bagaimana susahnya ayahmu membesarkanmu dengan bekerja ditanah lapang, sampai-sampai kulitnya terbakar oleh panasnya matahari. Berterima-kasihlah, bersyukurlah karena Allah masih memberikan kesempatan untuk berkorban dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dihari Raya Idul Adha yang mulia ini, menyadarkan kita akan arti penting dari berkorban. Sebab masih banyak orang diseke-liling kita yang membutuhkan pengorbanan dari kita dan inilah peluang untuk mendekat-kan diri kepada Allah, sebagaimana kita ketahui bahwa pengorbanan adalah perbuatan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dan pengorbanan yang diterima itu, hanyalah pengorbanan dari orang-orang yang beriman dan bertaqwa.

Marilah masing-masing kita, menjadi contoh dalam memunculkan nilai pengorbanan, Kita mulai dari diri kita sendiri, kita mulai dari rumah tangga kita, kita tunjukkan di masyarakat kita, di tempat kita bekerja, dan dimanapun kita berada, sebagai apapun kedudukan kita.

Sesungguhnya semua itu akan kembali kebaikannya kepada kita; yaitu kita akan semakin dekat dengan Allah SWT.

اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَ اللَّهِ الْحَمْدُ …..

Mudah-mudahan, melalui sempena idul adha ini, kita berjuang untuk menjadi pribadi yang berani berkurban dengan segenap harta kekayaan, fikiran, tenaga waktu, perasaan. Sebab, ketika ruh masih dikandung badan, rezeki berlimpah ruah, akal masih berputar sehat, mata masih terang memandang, tangan masih kuat menggenggam, maka tak ada alasan untuk tidak berqurban.

Sebab apabila masa kematian telah sampai, dimana diperlihatkan surga atau neraka dipelupuk mata. Maka tak akan ada yang bisa diulang kembali dan tak akan dapat dimajukan walau seinfo pun. Lihatlah bagaimana harapan hampa yang diteriakkan oleh orang-orang yang dahulunya ingkar di dunia”.

رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ

Artinya: “Ya Tuhan Kami, Kami telah melihat dan mendengar, Maka kembalikanlah Kami (ke dunia), Kami akan mengerjakan amal saleh, Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang yakin.” (QS. As-Sajadah:12).

Tapi sayang, saat itu bukan lagi masa untuk memohonkan ampunan, bukan masa untuk menaruhkan harapan atau bertobat. Tapi masa itu adalah masa untuk mempertanggung jawabkan segala amal perbuatan yang telah dilakukan di dunia.

Apabila telah sampai masanya, saat itu tak ada yang mengiringi kita. Yang mengiringi hanya tiga yang Pertama, sanak family, keluarga, tetangga. Yang Kedua, Harta, dan yang Ketiga, Amal kebaikan. (Yarji’us naini wayabaka wahid) Yang dua akan pulang; keluarga akan pulang, harta akan pulang, yang menemani hanyalah amal kebaikan yang dibuat di dunia.

Keluarga, tetangga yang dulunya begitu dekat dengan kita, hanya akan mengantarkan kita menuju ke tempat peristirahatan terakhir, mereka angkat keranda mayat kita, mereka masukkan kita ke liang lahat, mereka jejak-jejak kita, lalu mereka pun pulang meninggalkan kita. Harta, yang dulunya kita bangga-banggakan, yang kita cari siang dan malam, juga ikut pulang meninggalkan kita. Hanya amal kebaikan yang akan menjadi teman setia di alam sana.

Jika pernah tangan digunakan untuk bergotong royong membangun masjid itulah yang akan menyelamatkan kita, jika pernah tangan mengusap kepala anak yatim itulah yang akan menyelamatkan kita, jika pernah malam terbangun disaat orang lain tertidur pulas, melawan rasa kantuk yang begitu berat, itulah yang akan menyelamatkan kita, jika kita qurbankan harta kekayaan, fikiran, tenaga waktu, perasan dengan penuh ikhlas kepada Allah itulah yang akan menyelamatkan kita.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلْ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيمُ.

Khutbah II

اللهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً.
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا. قَالَ تَعَالَى : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. ثُمَّ اعْلَمُوا فَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى

النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا } .
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ. اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَنَعُوْذُبِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنَّا وَعَنْ وَالِدِيْنَا وَعَنْ جَمِيعِ

الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ. اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتَّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدِ.

Sumber: Buku Khutbah Idul Adha, Esensi Qurban
Oleh: Dr. Shabri Shaleh Anwar, M.Pd.I

اللهُ أَكْبَرُ × 9 ، لا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلهِ الْحَمْدُ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيراً كَمَا أَمَرَ ، نَحْمَدُهُ وَسُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَنَّ قَدْ جَعَلَ الْخَلِيْلَ إِبْرَاهِيمَ إِمَامًا لَنَا وَلِسَائِرِ الْبَشَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ الْمَلِكُ الْجَبَّارُ . وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوثُ لِلنَّاسِ لِيُنْقِذَهُمْ مِنْ كَيْدِ الشَّيْطَانِ وَيُنْجِمُ مِنْ عَذَابِ النَّارِ.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ الْأَطْهَارِ وَأَصْحَابِهِ الْأَخْيَارِ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا إِخْوَانِ الْكِرَامَ! اِتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

Allahu Akbar 3X wa lillahil hamd!

Andaikata kita pada hari ini bisa melanglang ke seantiro bumi persada, berkelana sampai ke ujung dunia, tentu kita akan simak dan saksikan suara takbir merdu, asyik, indah, bergema dan berirama, penuh persona, enak didengar dan nyaman dirasa. Suara takbir dilantunkan untuk mengungkapkan bahwa hanya Tuhan yang Maha Agung, Maha Perkasa dan Maha Kuasa, kekusaan-Nya tidak bisa ditandingi oleh Raja diraja, tidak bisa disamai oleh Presiden di negara Adi Kuasa. Suara takbir disuarakan dengan indah oleh insan beriman dan dan bertakwa. Bagi insan yang beriman dan bertakwa, kehidupannya selalu indah, bagaikan bunga mekar, dengan putik berwarna wani, asri, yang melukiskan rona-rona kebahagiaan dan tiada tandingan.

Allahu Akbar 3X wa Lillahil Hamd!

Idul Qurban yang kita rayakan hari ini erat sekali hubungannya dengan romantika kehidupan Nabi Ibrahim, dan isterinya Siti Hajar, serta putranya Ismail yang penuh dengan pengorbanan. Hidup dan kehidupan Nabi Ibrahim dan keluarganya selalu diliputi pengorbanan, sebagai tanda baktinya kepada Tuhan.

Pada suatu ketika, Nabi Ibrahim AS diperintah oleh Allah SWT untuk meninggalkan Palestina, membawa Siti Hajar, dan Ismail ke tempat yang nun jauh di sana. Tempat yang gersang dan tandus, tak ada tetumbuhan yang bisa tumbuh, yang ada hanya gurun sahara. Setelah sampai di situ datang perintah Allah SWT, supaya Ibrahim As. meninggalkan mereka berdua. Ia tiggalkan isteri dan anaknya, tanpa ucapan sepatah kata. Sewaktu Siti Hajar melihat suami kesayangannya meninggalkannya, ia takut dan kecewa, lalu terungkap kata: ke mana engkau mau pergi wahai suamiku tercinta, kenapa engkau tega tinggalkan kami berdua. Kata ia ulangi tiga kali, namun, tak dijawab oleh suaminya, bahkan Ibrahim terus mengajunkan langkahnya. Sepontan telompat kata berikutnya dari lisan Siti Hajar; “Allahu amaraka bihadza?” (Apakah hal ini perintah dari Allah pada engkau?). Baru dijawab Ibrahim: “Na’am”, ya benar wahai isteriku.Setelah suaminya pergi, Siti Hajar merenungi nasib diri, ia yakin dan berkata: “idzan la yudlayyi’una” (Allah tidak akan menyia-nyiakan kami), “Innallah ma’ana” (Allah menyertai kami)”. Inilah kata-kata indah seorang yang siap berkorban untuk memenuhi kehendak Ilahi.

Allahu Akbar 3X wa Lillahil Hamd!

Sebagaimana kita ketahui dalam catatan kitab tarikh atau sejarah, bahwa di tempat Nabi Ibrahim meninggalkan isteri serta puteranya, di situlah memancar mata air yang dikenal dengan sebutan “zam-zam”, sampai sekarang tetap airnya melimpah ruah, yang menjadi sumber kehidupan bagi penduduk Makkah.

Di dalam kitab suci Al-Quran banyak ayat yang mengatakan, bahwa sifat senang berkorban, bagi para dermawan, baik dengan harta kekayaan, maupun jiwa raga, dan akal pikiran, akan menempatkan seseorang di sisi Allah di tempat yang penuh kemuliaan. Dan orang-orang yang berbuat demikian, hidupnya selalu diliputi kehormatan, kebahagiaan, dan keberkahan. Sebenarnya hakikat hidup ini, tidak lain hanyalah untuk suatu pengobanan, dan hakikat hidup ini tidak lain adalah suatu pengabdian, baik kepada Tuhan maupun kepada sesama insan.

Allahu Akbar 3X wa Lillahil Hamd! Salah satu pengabdian dan pengorbanan yang kita perlukan sekarang ini adalah Melestarikan Lingkungan Hidup. Pada tahun 1993 lalu oleh Bapak Presiden H. Muihammad Soeharto telah dicanangkan sebagai Tahun Lingkungan Hidup. Pencanangan Tahun Lingkungan Hidup ini ditandai dengan penanaman pohon-pohon langka di Jakarta pada awal bulan Januari tahun itu, sebagai tanda simbolik penanaman sejuta pohon di tanah air kita.

Aksi ini dilakukan oleh pemerintah untuk menumbuh kembangkan kesadaran pengadian kita terhadap pelestarian lingkunagn hidup di masyarakat. Oleh karenanya, kita sebagai warga negara Indonesia yang baik khususnya, dan sebagai manusia penghuni bumi ini, sudah sepantasnya menghargai dan menyambut aksi pemerintah ini dengan sebaik-baiknya. Sebab jika tidak dilakukan dari sekarang kesadaran mengabdi terhadap lingkunagan ini ditumbuhkan dan dikembangkan, sudah barang tentu kerusakan demi kerusakan akan terus terjadi. Lalu, bagaimana mungkin generasi mendatang dapat hidup nyaman, apabila lingkungannya telah rusak? Kemudian bagaimana pula dengan nasib generasi berikutnya, berikutnya lagi, dan seterusnya?

Allahu Akbar 3X wa Lillahil Hamd!

Allah berfirman dalam kitab suci-Nya Al-Qur’an:

وَابْتَغِ فِيمَا ءَاتَنكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

“Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Al-Qashash [28]: 77)

Ayat tersebut mengandung nilai yang berdimensi ganda, yaitu dimensi mental-spiritual dan dimensi fisik-material. Dimensi mental-spirituan, yakni memberikan motivasi ke arah kegairahan hidup berkorban dan mengabdi meningkatkan kualitas hidup ukhrawi yang membahagiakan di alam keabadian. Dimensi fisik-material, yakni memberikan dorongan ke arah bekerja keras untuk menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia.

Allahu Akbar 3X wa Lillahil Hamd!

Dalam upaya mencari kebahagiaan dan kesejahteraan hidup didunia ini Allah memberikan batasan, yakni agar umet manusia tidak melakukan kerusakan di muka bumi atau kerusakan lingkungan. Akan tetapi nefsu serakah menusia terkadang mampu mengalahkan akal sehatnya, sehingga larangan Allah pun dilanggarnya juga. Maka kita saksikan bagaimana pembabatan hutan dilakukan dengan semena-mena.

Akibatnya, hutan menjadi gundul. Apabila turun hujan, terjadilah longsor. Air yang tercurah di lereng-lereng mengalir tak terkendali ke alur sungai di bawahnya, hingga terjadilah banjir.

Sebaliknya, ketika musim kemarau tiba, terjadilah kekeringan, karena tak ada lagi hutan yang menyangga persediaan air. Bahkan kendungan air di dalam tanah semakin berkurang, sehingga air laut mendesak air tanah, akibatnya air sumur yang dekat dengan laut, airnya terasa asin.

Allahu Akbar 3X wa lillahil hamd!

Penggundulan hutan hanyalah salah satu ulah manusia yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Masih banyak lagi ulah manusia yang menyebabkan koerusakan lingkungan. Bahkan semua kerusakan yang terjadi di alam ini ditegaskan oleh Allah sebagai akibat ulah manusia, baik itu dalam skala kecil, maupun dalam skala yang besar. Misalnya, dari menghembuskan asap rokok di tempat-tempat umum sampai menyemburnya asap pabrik, dan mengepulnya asap akibat pembakaran lahan yang mengakibatkan orang pada sulit bernafas.

Dari membuang sampah ke got dan selokan-selokan, sampai pembuangan sampah industri di perairan dan lautan. Sebagai konsekuensi logisnya, manusia itu sendiri yang merasakan akibatnya; udara untuk bernafas.tercemar, air minumnya tercemar, dan makanannya pun tercemar. Sehubungan dengan hal ini Allah berfirman dalam kitab suci-Nya Al-Qur’an:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (Ar-Ruum [30] : 41)

Allahu Akbar 3X wa Lillahil Hamd!

Dalam upaya melakukan pengelolaan sumber daya alam yang sesuai dengan Sunnatullah, yakni tidak merusak lingkungan, maka pada tanggal 11 Maret 1982 negara Republik Indonesia telah mengundangkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang disingkat dengan Undang-undang Lingkungan Hidup (UULH). Salah satu tujuan diundangkannya UULH tersebut adalah sebagaimana yang tersebut dalam pasal 4, yakni terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan akan datang.

Pengertian pembangunan berwawasan lingkunag menurut pasal 1 butir 13: “Uapaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya alam secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup mutu hidup”. Sumber daya alam itu itu sendiri meliputi sumber daya alam hayati dan non-hayati, juga sumber daya daya manusia dan sumber daya bauatan. Dengan demikian, pembangunan sumber daya manusia merupakan pula tujuan pembangunan berwawasan lingkungan, malahan merupakan faktor yang paling setrategis.

Allahu Akbar 3X wa Lillahil Hamd!

Yang terpenting kemudian ialah bahwa kita sebagai manusia yang diberi kuasa oleh Allah menjadi khalifah di muka bumi ini, yakni kewenangan mengatur, mengelola, dan memberdaya-gunakan semua fasilitas yang terdapat di muka bumi ini, hendaklah menanamkan kesadaran lingkungan pada diri kita masing-masing, untuk kemudian berpartisipasi aktif mengabdi dalam roda pemngunan berwawasan lingkungan, agar sumber daya alam tetap lestari, sehingga dapat dinikmati oleh generasi sekarang dan yang akan datang. Janganlah kita menjadi orang-orang yang berpaling, untuk kemudian melakukan kerusakan di muka bumi ciptaan Ilahi ini, kerana sesungguhnya Allah tidak suka kepada insan yang berbuat kerukan. Sebagaimna di tegak Tuhan dalam kitan suci-Nya Al-Qur’an:

وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لَا تُحِبُّ الْفَسَادَ

“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kerusakan”.. (Al-Baqarah [2]: 205)

جَعَلَنَا اللَّهُ وَإِيَّكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ الآمِنِينَ وَأَدْخَلَنَا وَإِيَّكُمْ فِي زُمْرَةِ الْمَوَحَدِيْنَ. اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلامٍ لِلْعَبِيدِ اللهُ أَكْبَرُ 3× لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ. بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ العَظِيمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الذِّكْرِ الحَكِيمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ العَلِيمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ. فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

Sumber: Buku Kumpulan Khutbah Jum’at dan Ied
Penulis: MUI

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى أَنْزَلَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَنُوْرًا وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.

أَمَّا بَعْدُ:

فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا.

لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SwT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita di pagi yang indah ini bisa berkumpul bersama menikmati hangatnya sinar mentari, dan segarnya udara di pagi sambil mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil sebagai ekspresi mengagungkan Ilahi Robbi. Dan melaksanakan shalat sunah dua rakaat Idul Adha sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya kepada kita semua.

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ

Jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah

Idul Adha adalah momen penting dimana kita diingatkan kembali atas kisah pengorbanan Nabi Ibrahim ‘alaihi salam bersama putranya, Nabi Ismail ‘alaihi salam. Sebuah kisah yang begitu luar biasa, yang menyentuh kalbu dan jiwa, peristiwa yang jarang bisa dilaksanakan oleh manusia biasa. Ayah dan anak keduanya kompak menunjukkan ketundukan yang sempurna kepada Allah Rabb al-‘Alamin. Nabi Ibrahim menunjukkan keberanian luar biasa untuk melaksanakan perintah Allah, meskipun itu berarti harus mengorbankan sesuatu yang paling dicintai yaitu anak kesayangannya. Dan di sisi lain, kita juga kagum kepada Nabi Ismail as yang juga menunjukkan ketaatan yang luar biasa kepada ayah dan kepada Tuhannya walaupun harus mengorbankan dirinya.

Kisah tersebut diabadikan Allah dalam Al-Qur’an surat as-Shaffat ayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

“Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”

Nabi Ibrahim adalah figure bapak yang taat kepada Tuhan tetapi menghormati pendapat orang lain. Beliau berjiwa demokratis mengajak bermusyarah dengan putranya untuk minta pendapatnya. Begitu pula sang anak sama sama punya keimanan yang tinggi menyatakan kesediannya, sehingga terjadi harmoni dalam melaksanakan perintah Tuhan. Tidak ada paksaan dalam beragama.

Kisah tersebut di atas sangat menarik untuk diambil pelajaran penting dalam keberagamaan kita di masa kini. Keberagamaan harus bertumpu pada kesadaran penuh akan nilai-nilai spiritual. Nabi Ibrahim adalah teladan keberagamaan yang tidak hanya menitikberatkan ibadah ritual, tetapi juga keberanian moral, keikhlasan, dan kepatuhan yang teguh kepada perintah Tuhan.

Oleh karena itu, dalam kesempatan yang baik ini, khatib akan mengemukakan beberapa poin yang dapat kita ambil sebagai ibrah dari kisah nabi Ibrahim dan Ismail. Dimana keberagamaan keduanya bisa dijadikan sebagai model keberagamaan Islam Berkemajuan.

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ

Yang pertama adalah keikhlasan dalam beribadah: Nabi Ibrahim mengajarkan bahwa segala bentuk ibadah kita harus dilandasi oleh keikhlasan. Tidak ada pamrih dalam beribadah, hanya semata-mata mencari ridha Allah SwT. Sebagaimana Firman Allah surat al-Bayyinah

وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ

Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS al-Bayyinah ayat 5)

Ibrah yang kedua adalah keberanian menghadapi tantangan. Islam mengajarkan umatnya untuk terus bergerak maju, menghadapi segala tantangan dengan keberanian dan keteguhan hati. Nabi Ibrahim adalah contoh nyata dari seorang pemimpin yang tidak gentar menjalani ujian Allah.

وَمَنۡ أَحۡسَنُ دِينٗا مِّمَّنۡ أَسۡلَمَ وَجۡهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحۡسِنٞ وَٱتَّبَعَ مِلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفٗاۗ وَٱتَّخَذَ ٱللَّهُ إِبۡرَٰهِيمَ خَلِيلٗا

Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. (QS an-Nisa’ ayat 125)

Dan Ibrah yang ketiga adalah semangat pembaruan (Tajdid). Keberagamaan yang diajarkan Nabi Ibrahim bukanlah yang stagnan. Beliau selalu mencari kebenaran dan berupaya mendekatkan diri pada Allah. Ini adalah semangat yang harus dihidupkan umat Islam untuk terus berkarya dan memberi manfaat kepada lingkungan.

۞وَإِذِ ٱبۡتَلَىٰٓ إِبۡرَٰهِۧمَ رَبُّهُۥ بِكَلِمَٰتٖ فَأَتَمَّهُنَّۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامٗاۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِيۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهۡدِي ٱلظَّٰلِمِينَ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”. (QS al-Baqarah ayat 124)

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ

Jamaah yang dirahmati Allah

Di era modern sekarang ini, semangat keberagamaan Nabi Ibrahim bisa menjadi panduan untuk kita dalam melaksanakan Islam berkemajuan. Dalam menghadapi berbagai tantangan, umat Islam harus tetap memprioritaskan nilai-nilai ketaatan kepada Allah, memperkuat ukhuwah, dan memberi kontribusi positif kepada masyarakat.

لَقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِيهِمۡ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَۚ وَمَن يَتَوَلَّ فَإِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡغَنِيُّ ٱلۡحَمِيدُ

Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dialah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji. (QS al-Mumtahanah ayat 6).

Kisah nabi Ibrahim tidak hanya mencerminkan kerelaan pengorbanan beliau tetapi juga menjadikannya sebagai model iman, kesabaran, dan pengabdian. Tindakannya beresonansi dalam praktik dan kepercayaan Islam, menginspirasi orang percaya untuk menegakkan iman mereka dengan ketulusan dan keberanian.

Para sarjana telah mengeksplorasi kisah pengorbanan Nabi Ibrahim dari berbagai perspektif, menekankan signifikansi teologis, moral, dan spiritualnya. Banyak sarjana menyoroti bahwa kesediaan Ibrahim untuk mengorbankan putranya menunjukkan penyerahan tertinggi kepada Allah. Tindakan ini dipandang sebagai contoh mendalam dari keyakinan dan ketauhidan (keesaan Tuhan) dan kepercayaan penuh dan patuh pada kebijaksanaan ilahi.

Pengorbanan nabi Ibrahim sering ditafsirkan sebagai pelajaran dalam memprioritaskan pengabdian kepada Allah daripada keterikatan duniawi. Para sarjana seperti Ibn al-‘Arabi telah membahas narasi sebagai panggilan untuk melepaskan berhala pribadi atau apa pun yang mengalihkan perhatian dari Allah.

Beberapa sarjana merefleksikan tantangan etika yang dihadapi Ibrahim, menekankan perjuangan internal dan keyakinannya yang tak tergoyahkan. Aspek ini dipandang sebagai pengingat bagi orang-orang percaya untuk menghadapi dilema moral mereka sendiri dengan keberanian dan kepercayaan kepada Allah. Dan Tindakan Ibrahim dipandang sebagai landasan ajaran Islam, ritual yang menginspirasi seperti pengorbanan Idul Adha. Tindakan tersebut melambangkan rasa syukur, kerendahan hati, dan kesiapan orang percaya untuk membuat pengorbanan pribadi demi kebaikan yang lebih besar.

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ

Akhirnya saya mengajak hadirin untuk mencontoh, keimanan, ketakwaan dan ketaatan kepada Allah, sehingga melahirkan jiwa berani berkorban, tidak egois dan mendahulukan musyawarah. Marilah kita memanfaatkan kesempatan yang ada untuk selalu berbuat baik. Mumpung masih diberi kesempatan hidup oleh Allah yang entah sampai kapan sisa umur ini masih ada. Sungguh alangkah indahnya jika umur yang tersisa ini kita gunakan untuk hal-hal yang bermanfaat sehingga menjadi umur yang dipenuhi kasih sayang Allah, umur yang dipenuhi barakah Allah. Harta yang kita punyai, mari kita gunakan untuk kepentingan kebaikan, kita gunakan untuk meraih kesenangan di akhirat yang abadi. Jangan sampai kita menyesal berkepanjangan ketika kelak kita berada di alam keabadian.

Untuk menguatkan keimanan kita agar menjadi iman aktif marilah kita memanjatkan doa kehadirat Allah SwT. Dan kita yakin doa ini akan diamini para malaikat juga akan dikabulkan Allah SwT.

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ

يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ

. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَّا بِالْحَقِّ وَاَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يِوْمِ الدِّيْنِ.

Sumber: Laman Suara Muhammadiyah
Oleh: Prof Dr H Dadang Kahmad, MSi, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Khutbah I

الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ -3X الله ُأَكْبَرُ كَبِيْرًا, وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْراً, وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ, لاَإِلهَ إِلاَّالله ُوَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ, لَاإِلهَ إِلاَّالله ُوَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ. الحمدُ لله ربِّ العالمين، الحمدُ لله الذي بنعمته تتمُّ الصالحات، وبعَفوِه تُغفَر الذُّنوب والسيِّئات، وبكرَمِه تُقبَل العَطايا والقُربَات، وبلُطفِه تُستَر العُيُوب والزَّلاَّت، الحمدُ لله الذي أماتَ وأحيا، ومنَع وأعطَى، وأرشَدَ وهدى، وأضحَكَ وأبكى؛ ﴿ وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا)
فَيَآأَيُّهَاالمُؤْمِنُوْنَ وَالمُؤْمِناَتِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا الله َحَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ فَضِيْلٌ وَعِيْدٌ شَرِيْفٌ جَلِيْلٌ. قَالَ اللهُ تَعَالى فِيْ كِتَابِهِ الكَرِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الَّرجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الَّرحمن الرحيم. إِنّا أَعْطَيْنَاكَ الكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَالأَبْتَرُ.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Waliilahil Hamd

Marilah kita senantiasa bersyukur dan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya. Kita masih diberi nikmat iman dan Islam, kesehatan dan kesempatan untuk melaksanakan berbagai ibadah kepada Allah SWT, termasuk melaksanakan shalat Idul Adha pada pagi hari ini.

Kemudian sholawat serta salam, kita haturkan ke pangkuan baginda Nabi Besar Muhammad SAW, seorang manusia mulia dan nabi terakhir yang dipilih Allah SWT untuk menjadi teladah (uswah) bagi seluruh umat manusia sepanjang masa.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Wa lillahil Hamd. Kaum muslimin jama’ah Iedil Adha rahimakumullah.

Pada pagi hari ini, kaum muslimin yang menunaikan ibadah haji sebagai tamu Allah SWT, dhuyufurrahman, telah berkumpul melaksanakan wuquf di ‘Arafah dan sedang berada di Mina untuk melaksanakan Jumratul ‘Aqabah. Mereka dengan pakaian ihramnya, berasal dari berbagai belahan dunia. Mereka datang dengan latar belakang bangsa, ras, warna kulit, budaya dan strata sosial yang berbeda satu sama lain. Namun, mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu memenuhi panggilan Allah SWT untuk menjadi tamu-Nya dan bertauhid meng-Esakan Allah SWT semata.

Bagi kaum Muslimin yang belum memiliki kemampuan menjadi tamu Allah SWT, mereka melaksanakan shalat Idul Adha dan ibadah kurban, sesuai dengan kemampuannya di manapun mereka berada. Ibadah kurban yang dilaksanakan kaum muslimin, sebagai salah satu upaya mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT.

Deskripsi kehidupan kaum muslimin ini, menggambarkan interelasi kuat antara orang yang menunaikan ibadah haji, dengan saudara-saudaranya yang tidak pergi ke Baitullah. Oleh karena itu, kita melaksanakan shalat Idul Adlha dan ibadah kurban pada hakikatnya sebagai bentuk kesadaran memenuhi perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Wa lillahil Hamd. Kaum Muslimin sidang jama’ah Idil Adha rahimakumullah.

Ibadah kurban merupakan salah satu ibadah penting dalam ajaran Islam. Ibadah ini memiliki pondasi kuat dan memiliki akar sejarah panjang dalam tradisi rasul-rasul terdahulu. Ajaran kurban dan praktiknya telah ditunjukkan secara sinergik oleh para nabi dan rasul hingga Nabi Muhammad SAW Nabi Ibrahim AS. dikenal sebagai peletak batu pertama ibadah ini. Peristiwa penyembelihan yang dilakukan Nabi Ibrahim AS terhadap putranya Nabi Isma’il AS merupakan dasar bagi adanya ibadah kurban. Nabi Ibrahim AS dengan penuh iman dan keikhlasan bersedia untuk menyembelih anak kesayangannya, Ismail hanya semata-mata untuk memenuhi perintah Allah SWT. Peristiwa yang mengharukan ini, dilukiskan dengan indah oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat as-Shaffat ayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّيْ أَرَى فِيْ المَنَامِ أَنِّيْ أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَآأَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْ سَتَجِدُنِيْ إِنْ شَآءَ اللهُ مِنَ الصَابِرِيْنَ

“Tatkala anak itu sampai umurnya dan sanggup berusaha bersamasama Ibrahim. Ibrahim berkata ; Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu. la menjawab, wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Ini adalah ujian ketaatan Nabi Ibrahim kepada Allah. Di kemudian hari, pengorbanan ini menjadi anjuran bagi umat Islam untuk menyembelih hewan kurban, setiap 10 Dzulhijah dan pada hari tasyrik, yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

Deskripsi historis ini menggambarkan bahwa, keteguhan hati, keyakinan akan kebenaran perintah Allah, keikhlasan, ketaatan, dan kesabaran adalah esensi yang melekat dari ibadah kurban. Nilai-nilai ini telah diimplementasikan dengan baik oleh Nabi Ibrahim dan Ismail AS dalam peristiwa yang mengharukan itu. Kesanggupan Nabi Ibrahim AS. menyembelih anak kandungnya sendiri Nabi Ismail AS., bukan semata-mata didorong oleh perasaan taat setia yang membabi buta (taqlid), tetapi meyakini bahwa perintah Allah SWT itu harus dipatuhi.

Bahkan, Allah SWT memberi perintah seperti itu sebagai peringatan kepada umat yang akan datang bahwa adakah mereka sanggup mengorbankan diri, keluarga dan harta benda yang disayangi demi menegakkan perintah Allah SWT. Dan adakah mereka juga sanggup memikul amanah sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd Kaum muslimin yang berbahagia

Dalam studi fiqh, kurban sering disebut dengan istilah udhhiyah, karena penyembelihan binatang ternak dilakukan pada saat matahari pagi sedang menaik (dhuha). Oleh karenanya, Ibn Qayyim al-Jauziyah memahami makna kurban dengan tindakan seseorang menyembelih hewan ternak pada saat dhuha, guna menghasilkan kedekatan dan ridha Allah SWT.

Binatang kurban yang disebut udlhiyah atau nahar adalah simbolisasi tadlhiyah yakni pengorbanan. Baik udlhiyah maupun tadlhiyah posisinya sama sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. (taqarruban wa qurbanan). Jika menyembelih udlhiyah merupakan ibadah material yang ritual, maka taldhiyah/pengorbanan di jalan Allah SWT merupakan ibadah keadaban yang memajukan sektor-sektor kehidupan yang lebih luas

Dalam ibadah kurban, nilai yang paling esensial adalah sikap batin berupa keikhlasan, ketaatan dan kejujuran. Tindakan lahiriyah tetap penting, kalau memang muncul dari niat yang tulus. Sering kita digoda syetan agar tidak melaksanakan ibadah kurban karena khawatir tidak ikhlas.

Imam al Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin-nya berkata, bahwa syaitan selalu membisiki kita: “Buat apa engkau beribadah kalau tidak ikhlas, lebih baik sekalian tidak beribadah”.

Ibadah kurban bukan hanya mementingkan tindakan lahiriyah, berupa menyedekahkan hewan ternak kepada orang lain terutama fakir miskin, tetapi yang lebih penting adalah nilai ketulusan guna mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam beberapa ayat Al-Qur’an, Allah SWT memperingatkan bahwa yang betul-betul membuahkan kedekatan dengan-Nya (kurban), bukanlah fisik hewan kurban, melainkan nilai takwa dan keikhlasan yang ada dalam jiwa kita. Dalam surat al-Hajj ayat 37, Allah SWT menyebutkan:

لَنْ يَنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلأَ دِمَاءُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَقْوَى مِنْكٌم

“Tidak akan sampai kepada Allah daging (hewan) itu, dan tidak pula darahnya, tetapi yang akan sampai kepada-Nya adalah takwa dari kamu”.

Penegasan Allah SWT ini mengindikasikan dua hal. Pertama, penyembelihan hewan ternak sebagai Qurban, merupakan bentuk simbolik dari tradisi Nabi Ibrahim AS, dan merupakan syi’ar dari ajaran Islam. Kedua, Allah SWT hanya menginginkan nilai ketakwaan, dari orang yang menyembelih hewan ternak sebagai ibadah qQurban. Indikasi ini sejalan dengan peringatan Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat bentuk luarmu dan harta bendamu, tetapi Dia melihat hatimu dan perbuatanmu.” (HR Bukhari dan Muslim).

Usaha mendekatkan diri kepada Tuhan terutama melalui kurban, kita lakukan secara terus menerus. Karena itulah agama Islam disebut sebagai jalan (syari’ah, thariqah, dan shirat) menuju dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Melakukan Qurban bersifat dinamis dan tiada pernah berhenti, menempuh jalan yang hanya berujung kepada ridha Allah SWT. Dengan demikian, wujud yang paling penting dari kurban adalah seluruh perbuatan baik.

Sehubungan dengan perintah untuk berkurban di atas, maka Rasulullah SAW setiap tahun selalu menyembelih hewan kurban dan tidak pernah meninggalkannya. Meskipun dari sisi ekonomi beliau termasuk orang yang menjalani hidup sederhana, tidak mempunyai rumah yang indah nan megah, apalagi mobil yang mewah. Bahkan tempat tidurnya hanya terbuat dari tikar anyaman daun kurma.

Oleh karena itu, orang muslim yang telah mempunyai kemampuan untuk berqurban tetapi tidak mau melaksanakannya boleh dikenakan sanksi sosial, ialah diisolasi dari pergaulan masyarakat muslim. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW. dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرِبَنَّ مُصَلاَّناَ

“Barangsiapa yang mempunyai kemampuan menyembelih hewan kurban tetapi tidak melaksanakannya, maka janganlah sekali-kali ia mendekati tempat shalat kita” (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd. Kaum muslimin yang berbahagia

Kalau ibadah kurban dilaksanakan dengan ikhlas demi mengharap ridla Allah SWT akan memberi hikmah dan manfaat bagi pelakukanya, baik di dunia maupun di akhirat. Di antaranya:

1. Meningkat keimanan kepada Allah SWT. Ibadah kurban yang dilaksanakan oleh orang muslim dapat melatih kepatuhan dan kepasrahan total kepada Allah SWT. Orang-orang yang dekat dengan Allah akan memperoleh predikat muqarrabin, muttaqin serta mendapat kemuliaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

2. Membersihkan diri dari sifat-sifat bahimiyyah. Pada saat hewan kurban jatuh kebumi maka saat itulah sifat kebinatangan harus sirna, seperti rakus, serakah, kejam dan penindas.

3. Menanamkan rasa kasih sayang dan empati kepada sesama. Ibadah kurban dalam Islam tidak sama dengan persembahan (offering) dalam agama-agama selain Islam. Islam tidak memerintahkan pemujaan dalam penyembelihan hewan, tetapi Islam memerintahkan agar dagingnya diberikan kepada orang miskin agar ikut menikmati lezatnya daging hewan. Sehingga timbul rasa empati, berbagi, memberi, dan ukhuwah islamiyah antar sesama.

4. Melatih kedermawanan. Ibadah kurban dilakukan setiap tahun secara berulang-ulang sehingga orang yang memberi kurban terbiasa untuk berderma kepada yang lain. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang. Garis Kemiskinan pada Maret 2022 tercatat sebesar Rp505.469,00/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp374.455,00 (74,08 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp131.014,00 (25,92 persen).

Di akhir khutbah ini, dengan penuh khusyu’ dan tadharru’, kita berdoa kepada Allah SWT semoga perjalanan hidup kita senantiasa terhindar dari segala keburukan yang menjerumuskan umat Islam. Semoga dengan doa ini pula, kiranya Allah SWT berkenan menyatukan kita dalam kebenaran agama-Nya dan memberi kekuatan untuk memtaati perintahnya dan menjauhi larangan-Nya. Amin Ya Rabbal ‘Alamain

جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ السُّعَدَآءِ المَقْبُوْلِيْنَ وَأَدْخَلَنَا وَإِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ عِباَدِهِ المُتَّقِيْنَ. قَالَ تَعَالى فِي القُرآنِ العَظِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . قُلْ إِنَّمَا أَنَاْ بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوْحَى إِلَيَّ أَنَّمَآ إِلهُكُمْ إِلهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْلِقَآءَ رَبَّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَيُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
الخطبة الثانية لعيد الأضحى

Khutbah II

الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر 2X – الله أكبر كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً لاَ إِلَهَ إِلاّاَلله ُوَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لاَ إِلَهَ إِلاّاَلله ُوَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ. الحَمْدُ لِلّهِ حَمْداً كَثِيْرًا كَماَ أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِرْغاَماً لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الخَلَآئِقِ وَالبَشَرِ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ مَصَابِيْحَ الغُرَرِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيآأَيُّهاَالحاَضِرُوْنَ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَافْعَلُوْاالخَيْرَ وَاجْتَنِبُوْآ عَنِ السَّيِّآتِ. وَاعْلَمُوْآ أَنَّ الله َأَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّابِمَلَآئِكَةِ المُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. فَقاَلَ تعالى فِيْ كِتاَبِهِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ باِلله ِمِنَ الشَّيْطاَنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَحِيْمِ. إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيْ يَآأَيُّهاَالَّذِيْنَ آمَنُوْآ صَلُّوْآ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. فَأَجِيْبُوْآالله َاِلَى مَادَعَاكُمْ وَصَلُّوْآ وَسَلِّمُوْأ عَلَى مَنْ بِهِ هَدَاكُمْ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصِحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَعَلَى التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَارْضَ الله ُعَنَّا وَعَنْهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الراَحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِناَتِ وَالمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ الأَحْيآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعُ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ الدَّعَوَاتِ. اللَّهُمَّ انْصُرْأُمَّةَ سَيّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللَّهُمَّ اصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهُمَّ انْصُرْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ. وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الدِّيْنَ. وَاجْعَلْ بَلْدَتَناَ إِنْدُوْنِيْسِيَّا هَذِهِ بَلْدَةً تَجْرِيْ فِيْهَا أَحْكاَمُكَ وَسُنَّةُ رَسُوْلِكَ ياَ حَيُّ ياَ قَيُّوْمُ. يآاِلهَناَ وَإِلهَ كُلِّ شَيْئٍ. هَذَا حَالُناَ ياَالله ُلاَيَخْفَى عَلَيْكَ. اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنّاَ الغَلآءَ وَالبَلآءَ وَالوَبآءَ وَالفَحْشآءَ وَالمُنْكَرَ وَالبَغْيَ وَالسُّيُوفَ المُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَآئِدَ وَالِمحَنَ ماَ ظَهَرَ مِنْهَا وَماَ بَطَنَ مِنْ بَلَدِناَ هَذاَ خاَصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ المُسْلِمِيْنَ عاَمَّةً ياَ رَبَّ العَالمَيْنَ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَهْلِكِ الكَفَرَةَ وَالمُبْتَدِعَةِ وَالرَّافِضَةَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ. وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ. رَبَّناَ اغْفِرْ لَناَ وَلِإِخْوَانِناَ الَّذِيْنَ سَبَقُوْناَ بِالإِيمْاَنِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِناَ غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّناَ اِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيْمٌ. رَبَّناَ آتِناَ فِيْ الدُّنْياَ حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِناَ عَذَابَ النَّارِ وَالحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العاَلمَيْنَ

Sumber: Laman MUI Digital
Oleh: KH M Cholil Nafis, Ph D, Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah

Khutbah I

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ (9x)

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

الْحَمْدُ ِلِلّهِ الَّذِيْ وَفَّقَنَا لِلْأَعْمَالِ الْجَارِيَة، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى خَيْرِ البَرِيَّة نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالذُّرِّيَّة

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Laa Ilaaha Illallaah, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Walillaahil Hamd.

Hari ini adalah hari terakhir dari 10 hari pertama bulan zulhijjah, terkumpul padanya banyak keutamaan, dari segi keutamaan bulan zulhijjah itu sendiri sebagai bulan suci, dari sisi keutamaan hari-hari terbaik dalam setahun, dan di antara Ulama memandang inilah hari terbaik sepanjang tahun lebih utama dari hari arafah.

إِنَّ أَعْظَمَ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ

Dari Abdullah bin Qurth dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, “Sesungguhnya hari yang teragung di sisi Allah Tabaraka wa Ta’ala adalah hari Nahr (Hari Raya Kurban), kemudian hari qarr (setelah hari Nahr).” (H.R. Abu Dawud 1765)

Selain itu, hari ini bertepatan dengan hari Jumat, hari yang penuh berkah, hari terbaik dalam sepekan yang memiliki keutamaan luar biasa dibandingkan hari-hari lainnya.

Ada suatu pembahasan fikih ketika hari id bertepatan dengan hari jumat, ada dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa orang yang telah melaksanakan shalat Id tetap wajib melaksanakan shalat Jumat, dengan alasan bahwa shalat Jumat adalah kewajiban yang tidak dapat digugurkan oleh shalat Id. Pendapat kedua, yang didukung oleh mayoritas ulama bahwa bagi mereka yang telah melaksanakan shalat Id, shalat Jumat tidak wajib, namun mereka tetap disarankan untuk melaksanakan shalat Jumat sebagai bentuk anjuran. Imam masjid tetap mengadakan shalat Jumat agar orang yang ingin melaksanakannya dapat hadir. Bagi mereka yang tidak melaksanakan shalat Jumat karena telah shalat id, maka menggantinya dengan shalat Zhuhur.

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Laa Ilaaha Illallaah, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Walillaahil Hamd.

Nabi Ibrahim ‘alayhis salam adalah salah satu nabi ulul azmi dan diberi gelar Khalīlullāh (kekasih Allah) karena ketakwaan dan ketaatannya yang luar biasa. Dalam seluruh perjalanan hidupnya, beliau memperlihatkan ketaatan yang totaliltas tanpa syarat, bahkan ketika menghadapi perintah-perintah yang sangat berat secara logika dan perasaan manusia.

Berikut ini kisah-kisah utama Nabi Ibrahim ‘alayhis salam:

Pertama: Menegakkan Tauhid di Tengah Kaum Penyembah Berhala

Nabi Ibrahim ‘alayhis salam tumbuh dalam lingkungan masyarakat yang menyembah berhala, bahkan ayahnya sendiri adalah pembuat patung. Namun, beliau tidak menunggu waktu lagi dan mencari jaminan keselamatan sebelum berdakwah. Beliau langsung memenuhi perintah Allah Ta’ala menyampaikan ajaran tauhid bahkan menghancurkan berhala-berhala yang mereka sembah. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَـٰذِهِ ٱلتَّمَاثِيلُ ٱلَّتِىٓ أَنتُمْ لَهَا عَـٰكِفُونَ

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya: ‘Patung-patung apakah ini yang kalian tekun menyembahnya?'” (QS. Al-Anbiya’: 52)

Ayat ini menunjukkan keberanian dan ketegasan Nabi Ibrahim ‘alayhis salam dalam mengkritik penyembahan berhala secara langsung kepada ayah dan kaumnya, sebagai bagian dari totalitas dakwah tauhid.

Kemudian ketika dibakar, beliau tidak takut dan tetap tenang karena keimanannya yang teguh, sehingga Allah Ta’ala mendinginkan api dan menyejukkan baginya. Allah Ta’ala berfirman,

قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ

“Kami berfirman: ‘Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim!'” (QS. Al-Anbiya’: 69)

Ayat ini menunjukkan keajaiban dan perlindungan Allah Ta’ala kepada Nabi Ibrahim ‘alayhis salam sebagai balasan atas totalitas ketaatannya dalam berdakwah, bahkan saat nyawanya terancam.

Kedua: Diperintahkan Menyembelih Ismail Putra Kesayangannya

Perintah Allah Ta’ala agar Nabi Ibrahim ‘alayhis salam menyembelih putranya adalah salah satu ujian paling berat yang pernah diberikan kepada manusia. Namun, Nabi Ibrahim ‘alayhis salam taat total tanpa meminta penangguhan, alasan, atau tawaran lain. Allah Ta’ala berfirman,

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَـٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَـٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِينَ

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab: ‘Wahai ayahku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'” (QS. Ash-Shaffat: 102)

Ayat ini menunjukkan puncak ketaatan tanpa syarat dari Nabi Ibrahim ‘alayhis salam dan putranya, Nabi Ismail ‘alayhis salam. Keduanya menerima perintah Allah tanpa ragu, tanpa syarat, dengan penuh kesabaran serta kepasrahan sehingga Allah menggantikannya dengan hewan kurban dan menjadi syari’at hingga hari kiamat

وَفَدَيْنَـٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ

“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shaffat: 107)

Ketiga: Meninggalkan Hajar dan Ismail di Lembah Tandus (Mekah)

Allah Ta’ala memerintahkan Nabi Ibrahim untuk meninggalkan istrinya Hajar dan anaknya Ismail ‘alayhimus salam jami’an di sebuah lembah tandus, tanpa air, tumbuhan, atau penduduk. Beliau tidak bertanya “kenapa?”, dan tidak meminta syarat dari Allah. Allah Ta’ala berfirman terkait doa beliau,

رَبَّنَآ إِنِّىٓ أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِى بِوَادٍ غَيْرِ ذِى زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ ٱلْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱجْعَلْ أَفْــئِدَةًۭ مِّنَ ٱلنَّاسِ تَهْوِىٓ إِلَيْهِمْ وَٱرْزُقْهُم مِّنَ ٱلثَّمَرَٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

“Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati, ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat…” (QS. Ibrahim: 37)

Ayat ini menggambarkan ketaatan mutlak Nabi Ibrahim ‘alayhis salam yang meninggalkan keluarganya di tempat yang tandus hanya karena perintah Allah Ta’ala, sekaligus menunjukkan doa yang penuh kasih dan kepasrahan, sehingga menjadilah Mekah tempat yang datang berbagai keberkahan kepadanya seperti buah-buahan dan lainnya dari penjuru dunia.

Keempat: Mendirikan Ka’bah Bersama Nabi Ismail

Allah Ta’ala memerintahkan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘alayhimas salam untuk membangun Baitullah (Ka’bah) di tempat yang sunyi dan gersang. Tanpa ragu atau menunggu bantuan, mereka mulai mendirikannya dan bahkan berdoa agar ibadah ini diterima. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَٰهِيمُ ٱلْقَوَاعِدَ مِنَ ٱلْبَيْتِ وَإِسْمَـٰعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّآ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan fondasi Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): ‘Ya Rabb kami, terimalah dari kami (amal kami). Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'” (QS. Al-Baqarah: 127)

Ayat ini menegaskan ketaatan keduanya dalam menjalankan perintah Allah membangun Ka’bah, serta kerendahan hati mereka yang tetap berdoa agar amal tersebut diterima, meskipun itu adalah tugas besar yang diperintahkan langsung oleh Allah.

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Laa Ilaaha Illallaah, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Walillaahil Hamd.

Dari berbagai kisah Nabi Ibrahim ‘alayhis salām yang luar biasa ini, kita belajar bahwa ketaatan kepada Allah harus dilakukan dengan totalitas dan tanpa syarat. Nabi Ibrahim tidak menunggu kepastian, tidak meminta jaminan, tidak menawar perintah, bahkan ketika diperintah untuk meninggalkan keluarganya di padang tandus atau menyembelih anaknya sendiri. Semua itu beliau lakukan semata-mata karena iman dan keyakinannya kepada Allah Ta’ala.

Bagi akal manusia yang terbatas, perintah-perintah itu mungkin terasa tidak masuk akal, dan bagi nafsu, terasa sangat berat, namun justru di balik semua itu terdapat hikmah yang dalam dan kebaikan yang agung.

Oleh karena itu, bagi kita hari ini, pelajaran besarnya adalah: taat kepada Allah dan Rasul-Nya harus didasari oleh keimanan yang kokoh, bukan oleh kenyamanan syahwat, logika manusia, atau kepentingan dunia. Semakin tinggi tingkat keimanan seseorang, semakin besar pula kesiapannya untuk melaksanakan perintah Allah. Inilah esensi dari penghambaan sejati.

Kaum muslimin Jama’ah shalat id yang berbahagia rahimakumullah

Hari ini dan 3 hari berikutnya, yaitu 10, 11, 12, dan 13, seorang muslim tidaklah diperkenankan berpuasa, kecuali jamaah haji pada hari tasyriq yang tidak mendapatkan hadyu. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ يَوْمِ الْأَضْحَى وَيَوْمِ الْفِطْرِ

“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada dua hari, yaitu pada hari Idul Adha dan Idul Fithri.” (HR Muslim 1138)

Dari ‘Aisyah dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhum keduanya berkata,

لَمْ يُرَخَّصْ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ أَنْ يُصَمْنَ إِلَّا لِمَنْ لَمْ يَجِدْ الْهَدْيَ

“Tidak diperkenankan untuk berpuasa pada hari tasyriq kecuali bagi siapa yang tidak mendapatkan Hadyu”. (HR Al Bukhari no. 1997, dan 1998)

Kaum muslimin rahimakumullah

Berdzikir kepada Allah Ta’ala dilakukan setiap hari, tapi untuk hari-hari mulia ini, dimulai dari awal masuknya bulan Dzulhijjah beberapa hari lalu dan terlebih lagi di hari ini serta 3 hari ke depan, lebih ditekankan untuk memperbanyak berdzikir kepada Allah Ta’ala sebagaimana firman-Nya,

وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ

Dan berdzikirlah kepada Allah pada hari yang telah ditentukan.” (Qs Al-Baqarah: 203)

Dzikir yang dimaksud adalah dzikir apa saja yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala, seperti takbir mutlaq dan muqayyad.

Takbir mutlaq kapan saja, mulai masuknya magrib malam pertama bulan Dzulhijjah hingga terbenamnya matahari tanggal 13 Dzulhijjah.

Adapun takbir muqayyad maka terikat, setiap selesai shalat fardhu 5 waktu, dimulai setelah shalat subuh tanggal 9 Dzulhijjah hari Arafah hingga shalat ashar tanggal 13 Dzulhijjah.

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Laa Ilaaha Illallaah, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Walillaahil Hamd.

Perlu juga diingatkan ketika makan dan minum diniatkan untuk memperkuat beribadah, jangan asal mengenyangkan perut. Rasulullah ﷺ bersabda,

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلَّهِ

“Hari-hari tasyriq adalah hari makan, minum, dan dzikir kepada Allah.” (HR Muslim 1141)

Kemudian memperbanyak doa bukan sekedar doa kebaikan dunia namun kebaikan dunia dan terlebih kebaikan akhirat dan dijauhkan dari neraka, sebagaimana yang Allah sebutkan di antara ayat-ayat haji, yaitu doa sapu jagat

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.” (Q.S. Al-Baqarah, Ayat 201)

Begitu juga dzikir-dzikir lainnya yang dianjurkan untuk kita membacanya dalam aktifitas keseharian kita, seperti dzikir pagi petang, dzikir ketika masuk masjid, keluar masjid, dzikir saat naik kendaraan, dan seterusnya.

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Laa Ilaaha Illallaah, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Walillaahil Hamd.

Sebagai penutup, mari kita memperbanyak doa kepada Allah Ta’ala

Ya Allah, jagalah para pemimpin kami, berikanlah selalu kepada mereka hidayah dan petunjukMu dalam memimpin bangsa ini, lindungilah negeri ini dari segala mara bahaya dan musibah, jadikanlah negeri kami negeri baldatun thayyibah, baldatun aminah muthmainnah, dan negeri yang senantiasa tercukupi, dan terhindar dari ketakutan dan kelaparan. Begitu juga negeri kaum muslimin lainnya, khususnya palestina saat ini.

Ya Allah, jadikanlah pemuda pemudi di antara kami menjadi manusia-manusia yang tangguh tumbuh taat kepada-Mu agar kekuatan fisik dan berpikir mereka digunakan dalam kebaikan, ketaatan, dan perbaikan pada ummat ini.

Ya Allah, sayangilah kedua orangtua kami, jagalah mereka yang masih hidup, dan rahmatilah mereka yang telah meninggal dunia, berilah kami taufiq untuk senantiasa menjadi anak-anak yang shalih dan berbakti, merekalah yang telah berjuang untuk kehidupan kami, jagalah mereka, rahmatilah mereka.

Ya Allah, bantulah kami membimbing anak-anak kami, keturunan kami, jadikanlah mereka anak-cucu yang bisa membanggakan kami di dunia terlebih lagi di akhirat.

Ya Allah, mudahkanlah urusan para jomblowan jomblowati kami dalam menuju pernikahan, berikanlah keturunan di antara kami yang telah menikah bagi yang belum memilikinya.

Ya Allah, jadikanlah kami yang telah Engkau karuniai pasangan yang sah menjadi pasangan yang Engkau ridhai, masukanlah kami semua ke dalam surga firdaus-Mu. Berikanlah kami keberkahan selalu dalam kehidupan rumah tangga kami.

Ya Allah, ampunilah kami, rahmatilah kami, berkahilah kami, jagalah kami, jauhkanlah kami dari neraka-Mu, dan masukkanlah kami ke dalam surga-Mu. Berikanlah pertolongan kepada hamba-hamba-Mu yang lemah, balaslah kebaikan orang-orang baik dan dermawan kami, berikanlah curahan rahmat-Mu kepada kaum muslimin dan muslimat yang telah mendahului kami, dan matikanlah kami semuanya dalam keadaan husnul khatimah.

Aamiin, aamiin, aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Khutbah II

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ (7x)

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

الْحَمْدُ للهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ تَعْظِيمًا لِشَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلَى رِضْوانِهِ، صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَعَلى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَعْوَانِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا

یَـٰۤأَیُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِی خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسࣲ وَٰ⁠حِدَةࣲ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالࣰا كَثِیرࣰا وَنِسَاۤءࣰۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِی تَسَاۤءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَیۡكُمۡ رَقِیبࣰا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ

وَلَذِكۡرُ ٱللَّهِ أَكۡبَرُۗ وَٱللَّهُ یَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُونَ

سُبۡحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلۡعِزَّةِ عَمَّا یَصِفُونَ وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلۡمُرۡسَلِینَ وَٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ

Sumber: Laman Yayasan Amal Jariyah Indonesia
Penulis: Tim Ilmiyah Yayasan Amal Jariyah Indonesia

Khutbah I

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِذَبْحِ الْأُضْحِيَّةِ. وَبَلَغَنَا إِلَى هٰذَا الْيَوْمِ مِنْ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ ذُوْ رَحْمَةٍ وَاسِعَةٍ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ تُرْجَى مِنْهُ الشَّفَاعَةُ. أَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الرَّحْمَةِ، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ ذَوِي الْعُقُوْلِ السَّلِيْمَةِ، صَلَاةً وَسَلَامًا مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ الرَّحْمَنِ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ الْمَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْانِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah,

Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, atas segala limpahan rahmat, hidayah, dan kesempatan yang telah diberikan kepada kita semua. Hari ini, kita berkumpul dalam suasana penuh berkah dan keagungan, merayakan Idul Adha, hari raya besar umat Islam yang sarat makna spiritual dan sosial.

sholawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, suri teladan dalam seluruh aspek kehidupan-baik dalam ibadah, akhlak, maupun kepedulian sosial terhadap umatnya.

Jamaah Idul Adha yang dimuliakan Allah,

Idul Adha tidak bisa dilepaskan dari kisah agung Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan putranya, Ismail ‘alaihissalam. Sebuah kisah tentang ujian iman dan ketundukan total kepada Allah. Saat Nabi Ibrahim diperintahkan menyembelih putranya yang sangat dicintainya, ia tidak menawar. Dan Ismail pun tidak menolak. Semua tunduk dan patuh kepada perintah Allah.

Kepatuhan ini yang menjadi teladan bagi kita hari ini. Bahwa ibadah kurban adalah manifestasi dari ketakwaan. Kurban bukan semata penyembelihan hewan, tapi penyembelihan ego, keakuan, dan kelekatan terhadap dunia. Inilah sisi spiritual dari kurban.

Allah berfirman dalam Surah Al-Hajj ayat 37:

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ ۝٣

Artinya: Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin (QS Al-Hajj: 37).

Ayat ini menjadi penegas bahwa tujuan utama kurban adalah menumbuhkan ketakwaan. Bukan soal besar atau kecilnya hewan, bukan soal jumlah atau nilainya, tapi soal keikhlasan hati dalam menjalankan perintah Allah.

Namun, Islam bukan hanya agama ritual. Islam adalah agama yang menyatukan antara spiritualitas dan sosialitas. Ibadah kurban bukan hanya antara hamba dan Tuhannya, tapi juga harus memberi dampak bagi manusia di sekitarnya.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Kurban adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah), tapi juga bentuk nyata kepedulian terhadap sesama, terutama mereka yang membutuhkan. Rasulullah ﷺ bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Artinya: Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain (HR ad-Daru Quthni dan al-Baihaqi).

Momentum Hari Raya Idul Adha merupakan waktu yang sangat tepat untuk mengaplikasikan hadits ini. Pada momentum ini, kita semua yang sudah mampu untuk berkurban, sangat dianjurkan untuk berkurban. Tujuannya, selain sebagai bentuk patuh terhadap perintah Allah SWT dan mendekatkan diri kepada-Nya, juga untuk menumbuhkan sikap kepedulian sosial dan empati kepada sesama manusia. Pentingnya dan perintah berkurban telah ditegaskan dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Artinya: Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah) (QS Al-Kautsar [108]: 2).

Di sinilah letak aspek sosial dari kurban. Melalui pembagian daging kurban, kita berbagi dengan saudara-saudara kita yang mungkin jarang menikmati daging sepanjang tahun. Kurban menjembatani jurang antara si kaya dan si miskin, menguatkan solidaritas sosial, dan menumbuhkan rasa empati.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hajj ayat 36:

وَالْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَكُمْ مِّنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ لَكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَاۤفَّۚ فَاِذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّۗ كَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Artinya: Unta-unta itu Kami jadikan untukmu sebagai bagian dari syiar agama Allah. Bagimu terdapat kebaikan padanya. Maka, sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya, sedangkan unta itu) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Lalu, apabila telah rebah (mati), makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. Demikianlah Kami telah menundukkannya (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur (QS Al-Hajj: 36).

Artinya, redaksi di atas menegaskan bahwa kurban itu tidak selesai di kandang atau di masjid, tapi harus sampai ke meja makan orang-orang yang membutuhkan.

Bahkan Rasulullah juga menegaskan bahwa tidak sempurna iman orang yang hanya berpikir tentang perutnya sendiri dan mengenyangkannya, tanpa mempedulikan saudara dan tetangganya yang kelaparan. Dalam hadits yang berasal Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda:

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِى يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ

Artinya: Tidaklah beriman, orang yang selalu kenyang, sementara tetangganya lapar sampai ke lumbungnya (HR Al-Baihaqi).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Ibadah kurban seharusnya tidak hanya menjadi simbol tahunan, tapi menjadi pengingat bahwa kita hidup berdampingan dengan saudara-saudara yang masih membutuhkan uluran tangan. Jika kita mampu membeli hewan kurban, maka kita juga harus mampu membuka hati dan tangan untuk membantu yang lain, bukan hanya hari ini, tapi sepanjang tahun.

Mari kita jadikan kurban sebagai sarana untuk:

1. Meningkatkan ketakwaan, dengan mengorbankan hal-hal yang kita cintai demi Allah.

2. Mengikis sifat kikir, karena kekikiran adalah penghalang utama dalam berbagi.

3. Membangun empati sosial, karena kita tidak hidup sendiri dalam masyarakat.

4. Mendistribusikan kekayaan, agar tidak berputar pada golongan tertentu saja.

5. Menyatukan umat, karena kurban mempererat tali ukhuwah Islamiyah.

Jangan sampai kurban kita hanya menjadi “ritual daging”, tapi tidak meninggalkan bekas dalam kehidupan. Jangan sampai kita menjadi orang yang hanya menyembelih, tetapi tidak peduli pada lingkungan sekitar.

Ma’asyiral Muslimin yang berbahagia,

Jika kita benar-benar memahami makna kurban, maka kita akan menjadi pribadi yang dermawan, peduli, dan ikhlas. Kita akan menyadari bahwa dunia ini hanyalah tempat ujian, dan bahwa harta yang kita miliki adalah titipan yang suatu saat akan diminta pertanggungjawabannya.

Kurban adalah simbol kesediaan kita untuk memberi, bahkan terhadap sesuatu yang kita cintai.

Allah berfirman dalam Surah Ali Imran ayat 92:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَۗ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ۝٩٢

Artinya: Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Apa pun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya (QS Ali Imran: 92).

Maka, di hari yang agung ini, marilah kita niatkan ibadah kurban dengan sungguh-sungguh. Bukan hanya agar diterima di sisi Allah, tapi juga agar kita menjadi agen kebaikan bagi sesama manusia.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Demikian khutbah yang singkat ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga kita semua menjadi hamba yang berpasrah diri kepada Allah dengan totalitas. Dan juga semoga kita semua umat Muslim bisa melaksanakan ibadah sunnah kurban. Aamin ya rabbal alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوا اللهَ تَعَالَى فِي هَذَا الْيَوْمِ الْعَظِيمِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلْ عِيدَنَا هَذَا سَعَادَةً وَتَلاَحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيهِ طُمَأْنِينَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ شِيمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأْبَنَا، اللّٰهُمَّ أَدِمِ السَّعَادَةَ عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوتِنَا، وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِينَا وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ

Sumber: Laman NU Lampung
Oleh: Ustadz Yudi Prayoga, M.Ag, Sekretaris MWCNU Kedaton Bandar Lampung

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اللهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ.
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الْحَمْدُ لِلَّهِ ذِي الْجَلَالِ وَالْإِكْرَمِ الَّذِي هَدَانَا إِلَى الإِيْمَانِ وَالإِسْلامِ وَأَكْرَمَنَا بِشَرِيعَةِ نُسُكِ الْحَجَ إِلَى الْبَيْتِ الْحَرَامِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ إِقْرَارًا بِرُبُوْ بِيَّتِهِ وَجَلَالِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُصْطَفَى مِنْ سَابِرٍ خَلْقِهِ، أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ وَبَارِكْ وَكَرِمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ مِنْ جَمِيعِ أُمَّتِهِ
أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ إِتَّقُوا اللَّهَ وَافْعَلُوْ مَأْمُرُ رَاتِهِ وَاتْرُكُوْا مَنْهِيَّاتِهِ، أُرْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَا اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. اللهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.

Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,

Tiada ungkapan lain yang harus kita ucapkan selain kalimat Alhamdulillahirabbil alamin atas anugerah nikmat yang telah dikaruniakan kepada kita semua. Di antara nikmat yang tak bisa kita hitung satu persatu ini adalah kasih sayang Allah pada kita berupa umur panjang dan kesehatan sehingga kita masih bisa bertemu dengan Hari Raya Idul Adha. Banyak saudara-saudara kita yang telah mendahului kita menghadap Allah SWT dan juga mereka yang saat ini terbaring dalam kondisi sakit sehingga tidak bisa bersama-sama dengan kita beribadah di tempat yang mulia ini.

Selain bersyukur, mari kita maksimalkan nikmat-nikmat ini untuk menjalankan misi utama kita diciptakan di dunia ini yakni beribadah, menyembah Allah SWT. Langkah ini juga merupakan wujud syukur dalam tindakan yang akan menjadikan nikmat-nikmat ini akan tetap kita nikmati dan lebih dari itu, akan ditambah oleh Allah SWT. semoga kita bisa menjadi jiwa-jiwa yang pandai bersyukur berupa syukur dalam ucapan, hati, dan tindakan kita atas semua nikmat ini.

Selain rasa syukur, wasiat takwa juga menjadi kewajiban untuk senantiasa khatib sampaikan kepada jamaah, wabil khusus kepada diri khatib pribadi, agar kehidupan kita di dunia ini menjadi semakin terarah. Mari kita tingkatkan dan kuatkan takwa kita dalam wujud menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Kehidupan kita akan terarah karena takwa merupakan bekal yang paling penting dalam mengarungi kehidupan di dunia sehingga akan menjadikan kita sukses dalam kehidupan akhirat yang kekal dan abadi nanti.
Allah berfirman:

Allah berfirman:

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُوْنِ يَأُولِي الْأَلْبَابِ

Artinya: “Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS Al-Baqarah: 197).

Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah sholat Idul Adha rahimakumullah,

Pada setiap Hari Raya Idul Adha, kita tidak akan bisa terlepas dari tiga ibadah yang mampu meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT. ibadah tersebut adalah sholat Id, Kurban, dan Ibadah Haji. Selain memupuk ketakwaan dan keimanan kepada Allah SWT, tiga ibadah ini mengandung banyak nilai-nilai dan hikmah yang mampu menjadikan kita pribadi yang baik dan semakin dicintai oleh Allah. di antara nilai tersebut adalah kepasrahan diri atau tawakal secara totalitas kepada Allah SWT.

Tawakal adalah memasrahkan setiap perkara kepada Allah. Pasrah kepada Allah bermakna memilih menjadikan Allah sebagai Dzat yang memutuskan hasil dari setiap perkara yang dihadapi seorang hamba. Kepasrahan ini menjadi sebab dicintainya kita oleh Allah sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surah Al Imran, ayat 159:

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Artinya: “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

Pada kesempatan ini, mari kita resapi nilai-nilai kepasrahan diri atau tawakal kepada Allah dari tiga ibadah yang identik dengan Hari Raya Idul Adha.

Pertama adalah sholat Id. Ibadah sunnah ini serasa harus dan wajib dilakukan oleh umat Islam pada momentum Idul Adha. Jamaah, mulai dari tua, muda, anak-anak, berbondong-bondong menuju masjid dan tanah lapang untuk melaksanakan sholat dua rakaat ini. Sejak awal melaksanakannya, kita sudah memasang komitmen kepasrahan diri serta menegaskan bahwa sholat yang kita lakukan semuanya hanya karena dan untuk Allah SWT. Dalam sholat kita fokus dan menyerahkan sholat, hidup, dan mati kita hanya kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an disebutkan:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَلَمِينَ

Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’am: 162).

Nilai-nilai kepasrahan ini juga yang harus kita teruskan di luar sholat dan dalam setiap aktivitas kehidupan kita sehari-hari. Tentunya kepasrahan ini juga harus tetap diiringi dengan ikhtiar atau usaha. Bukan hanya pasrah begitu saja. Jika kita sudah berusaha dan pasrah pada Allah SWT maka yakinlah Allah akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Ath-Thlaaq ayat 3:

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Artinya: “Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.”

اللهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah sholat Idul Adha rahimakumullah, Kedua, adalah ibadah kurban. Kurban merupakan ibadah yang diperintahkan oleh Allah sebagai pengingat bahwa kita sudah diberikan nikmat yang banyak dalam kehidupan ini. Hal ini tertuang dalam surat Al-Kautsar ayat 1-2:

إِنَّا أَعْطَيْنَكَ الْكَوْثَرَ

1. Sesungguhnya Kami telah memberimu (Nabi Muhammad) nikmat yang banyak.

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرُ

2. Maka, laksanakanlah sholat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!

Selain memiliki dimensi vertikal yakni semakin mendekatkan diri kepada Allah, kurban juga memiliki dimensi sosial yakni berbagi rezeki dengan orang lain. Dalam ibadah ini, kita harus mengeluarkan uang untuk membeli hewan kurban dan dibagi-bagikan kepada orang lain. Tentu tidak semua orang mau mengeluarkan hartanya untuk melakukan hal ini. Masih banyak orang yang tidak rela dan perhitungan dengan hartanya sehingga tidak mau berkurban di Hari Raya Idul Adha.

Padahal perhitungan seperti ini yang seharusnya kita kikis. Kita harus yakin bahwa dengan kepasrahan harta yang kita gunakan untuk berkurban di jalan Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih banyak lagi. Allah berfirman:

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اثْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضْعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 261)

Terlebih infak untuk ibadah kurban yang memiliki banyak keutamaan sebagaimana telah ditegaskan oleh Rasulullah dalam haditsnya:

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَخْلَافَهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Artinya: “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.” (HR Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah).

اللهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah sholat Idul Adha rahimakumullah,

Ketiga, adalah Ibadah Haji. Dalam ibadah yang menjadi rukun Islam kelima ini, kita juga diajarkan nilai-nilai kepasrahan kepada Allah. Bagaimana tidak? Saat menjalankan ibadah haji, kita harus jauh-jauh pergi ke tanah Suci Makkah meninggalkan orang-orang yang kita cintai dan memasrahkan semuanya kepada Allah. Selain itu, kita juga harus merelakan diri untuk mengeluarkan banyak harta agar bisa pergi ke Baitullah menyempurnakan keislaman kita dengan berhaji.

Bukan hanya dari sisi materi, saat ini kita juga mengetahui bersama, betapa panjangnya waktu antrean sampai dengan puluhan tahun agar kita bisa berangkat haji. Ini mengandung hikmah bahwa kita harus tetap berusaha untuk bisa berangkat ke tanah suci dengan upaya mendaftarkan diri lalu setelah itu kita pasrahkan semuanya kepada Allah SWT.

Senada dengan kepasrahan untuk mengeluarkan harta dan lamanya waktu tunggu ini, Allah mengawali perintah haji dengan kata-kata “Lillah” (untuk Allah). hal ini termaktub dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 97:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَلَمِينَ

Artinya: “(Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu) mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.”
Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat, jamaah sholat Idul Adha rahimakumullah, Demikianlah nilai-nilai kepasrahan diri kepada Allah yang terkandung dalam tiga ibadah di hari Raya Idul Adha. Semoga kita senantiasa bisa mempraktikannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Amin.

أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ . فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ بِالْقُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمِ أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ اللَّهِ الْعَظِيمِ لِي وَلَكُمْ وَلِسَابِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.

Khutbah II

اللهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ.
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً . لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي آمَرَنَا بِالإِتِّحَادِ وَالْإِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللَّهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ إِيَّاهُ نَعْبُدُ رَ إِيَّاهُ نَسْتَعِيْنَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ. أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ وَبَارِكْ وَكَرِمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهِ وَاعْلَمُوا يَا إِخْوَانِي رَحِمَكُمُ اللَّهُ، أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ، وَاعْلَمُوْا أَنَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى قَدْ جَعَلَ الْخَلِيْلِ إِبْرَاهِيمَ إِمَامًا لَّنَا وَخَالِصُ الْأُمُوْرِ، وَمُؤْذِي الْفُجُوْرِ، وَمُدَرِّسُ مَنَاسِكَ الْحَجَ الْمَبْرُوْرِ.
وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى صَلَّى عَلَى النَّبِيِّهِ قَدِيمًا وَقَالَ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى فِي كِتَابِهِ : إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ وَبَارِكْ وَكَرِمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِينَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَقَرَابَتِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ أَجْمَعِينَ. وَارْضَى اللَّهُمَّ عَلَى أَرْبَعَةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ سَيِّدِنَا أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلَى وَعَلَى بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِينَ وَالتَّابِعِينَ وَتَابِعِي التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
اللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّينِ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِينَ وَأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِينَ وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ
رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنتَ خَيْرُ الفَاتِحِينَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ الله ، إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوا اللهَ العَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْتَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Sumber: Laman Kanwil Kemenag Sumsel
Disusun oleh Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Sumsel Syafitri Irwan

khutbah I

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، (3 مَرَّاتٍ) وَللهِ الْحَمْدُ. اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا، وَنَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ، وَرَحْمَتُهُ الْمُهْدَاةُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الأَمِيْنِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ

أَمَّا بَعْدُ، فَأُوصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ، القَائِلِ فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ: إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ

Ma’âsyiral Muslimîn jama’ah sholat ‘Idul Adhhâ rahimakumullâh

Mengawali khutbah ‘îd pada pagi hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allâh, kapanpun dan di manapun kita berada serta dalam keadaan sesulit apapun dan dalam kondisi yang bagaimana pun, dengan cara melaksanakan segenap kewajiban dan menjauhi segala larangan Allâh.

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh

Hari raya sejatinya adalah hari yang dirayakan setelah seorang hamba melakukan berbagai ketaatan dan penghambaan kepada Allâh. Idul Adha sejatinya adalah bagi mereka yang telah sungguh-sungguh melaksanakan ibadah puasa dan berbagai ibadah di bulan Ramadan. Dan Idul Adha sejatinya adalah bagi mereka yang telah menjalankan rukun haji yang paling utama, yaitu wukuf di ‘Arafah, atau bagi mereka yang telah sungguh-sungguh melakukan ketaatan dan ibadah pada 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Merekalah yang sejatinya berhari raya.

Orang-orang yang tidak mendahului dua hari raya dengan berbagai ketaatan dan ibadah, lalu apa yang mereka rayakan?

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ

Hadirin jama’ah sholat Idul Adharahimakumullâh

Hari raya sejatinya bukanlah hari kegembiraan bagi sebagian orang. Pada hari raya, semestinya yang berbahagia bukanlah orang-orang tertentu. Seharusnya kita semua bergembira. Seharusnya kita semua berbahagia. Karena hari raya sejatinya adalah hari raya seluruh umat. Hari raya adalah kegembiraan umat Islam di seluruh dunia. Hari raya adalah kegembiraan bersama.

Kurban yang mengiringi Idul Adha adalah bukti bahwa Islam menggariskan agar hari raya melahirkan kegembiraan bersama. Orang yang mampu berkurban, ia bagikan daging hewan kurban kepada orang-orang yang tidak mampu, yang sebagian dari mereka mungkin hanya merasakan daging setahun sekali. Dengan itu, kegembiraan akan merata. Kegembiraan akan dirasakan oleh sebanyak-banyaknya umat Islam.

Dari titik ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa memenuhi kebutuhan orang-orang yang membutuhkan dan menggembirakan mereka dengan daging kurban adalah sesuatu yang semestinya selalu mengiringi setiap momen hari raya. Hakikat hari raya adalah kegembiraan bersama, kasih sayang, empati dan berbagi kepada sesama.

Hadirin rahimakumullâh

Sebagai upaya untuk menjadikan hari raya sebagai kegembiraan bersama, kita seyogyanya menyambut hari raya dengan mempersiapkan diri kita untuk berbagi dengan yang lain. Menjelang hari raya, kita persiapkan diri kita untuk membantu sesama, meringankan beban saudara-saudara kita yang membutuhkan dan menghilangkan kesedihan mereka dengan menyumbangkan sebagian harta kita. Jika tidak mampu, maka dengan ucapan-ucapan yang indah yang dapat menghibur hati mereka, dengan sapaan dan senyuman tulus kepada mereka serta lantunan doa untuk kebaikan mereka.

Ketika kita berkumpul bersama ayah-ibu kita, bersama anak-anak kita, teman-teman kita dan orang-orang yang kita cintai dalam suasana makan bersama pada momen hari raya, ingatlah bahwa di sana masih banyak anak-anak yatim yang tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua mereka.

Di sana ada janda-janda yang bekerja membanting tulang mencari nafkah untuk menghidupi anak-anak mereka. Ingatlah bahwa di berbagai tempat banyak orang yang kehilangan pekerjaan. Di berbagai daerah masih banyak orang yang kesulitan mencari nafkah.

Paling tidak, kita lantunkan doa untuk mereka pada hari yang penuh keberkahan ini. Pada hari yang semestinya semua orang bergembira, mereka menahan kesedihan, merasakan perihnya kehidupan dan menanggung beban hidup yang serba kesulitan. Kita selipkan doa untuk mereka di tengah kegembiraan kita.

Hadirin jama’ah sholat Idul Adharahimakumullâh

Kita hadirkan dalam hati bahwa pada saat kita membantu orang-orang yang membutuhkan atau mendoakan mereka, pada hakikatnya kita sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Kita renungkan dan kita hadirkan dalam hati kandungan makna dari ayat-ayat berikut ini:

إِنۡ أَحۡسَنتُمۡ أَحۡسَنتُمۡ لِأَنفُسِكُمۡۖ

Artinya, “Jika kalian berbuat baik, sejatinya kalian telah berbuat baik bagi diri kalian sendiri.” (QS al-Isrâ’: 7).

وَمَا تُنفِقُواْ مِنۡ خَيۡرٖ فَلِأَنفُسِكُمۡۚ وَمَا تُنفِقُونَ إِلَّا ٱبۡتِغَآءَ وَجۡهِ ٱللَّهِۚ وَمَا تُنفِقُواْ مِنۡ خَيۡرٖ يُوَفَّ إِلَيۡكُمۡ وَأَنتُمۡ لَا تُظۡلَمُونَ

Artinya, “Dan apa pun harta yang kalian infakkan di jalan Allâh, maka pahalanya itu untuk diri kalian sendiri. Dan janganlah kalian berinfak melainkan karena mencari rida Allâh. Dan apa pun harta yang kalian infakkan, niscaya kalian akan diberi pahala secara penuh dan kalian sedikit pun tidak akan dirugikan.” (QS Al-Baqarah: 272).

Hadirkan juga dalam hati apa yang disabdakan Baginda Nabi Muhammad SAW:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)

Artinya, “Barang siapa membebaskan seorang mukmin dari kesulitan dunia, maka Allâh akan membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat. Barang siapa memberi kemudahan kepada orang yang dalam kesulitan, maka Allâh akan memberikan baginya kemudahan di dunia dan akhirat. Barang siapa menutup aib seorang muslim, maka Allâh akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allâh akan selalu menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya sesama muslim.” (HR Muslim).

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh
Kepada mereka yang mengalami masa-masa sulit dalam hidup mereka yang disebabkan berbagai masalah, kita katakan bahwa musibah yang menimpa kalian tidak sebanding dengan apa yang menimpa Nabi Ibrâhîm dan Nabi Ismâ’îl beserta keluarga mereka.

Hadirin rahimakumullâh

Dalam penantian yang sangat lama hingga mencapai puncak usia 86 tahun, Nabi Ibrâhîm baru dikaruniai seorang anak yang kemudian diberi nama Ismâ’îl. Setelah belahan jiwanya itu tumbuh dewasa menjadi seorang remaja, Allâh memerintahkan kepada Baginda Nabi Ibrâhîm agar menyembelih putra yang sangat dicintai dan dinanti-nanti itu.

Apa sikap Nabi Ibrâhîm dan Nabi Ismâ’îl menerima perintah itu?

Dengan ketundukan yang total kepada Allâh, Nabi Ibrâhîm bersegera menjalankan perintah itu tanpa ada keraguan sedikit pun. Sang putra juga menyambut perintah itu dengan kepasrahan yang total tanpa ada protes sepatah katapun. Subhâna Allâh! Sebuah potret keluarga shalih yang lebih mengutamakan perintah Allâh dibandingkan dengan apa pun selainnya. Ayah dan anak saling menolong dan menyemangati untuk melaksanakan perintah Allâh.

Dialog indah antara keduanya terekam dalam al-Qur’an sebagaimana diceritakan oleh Allâh :

قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَى

Artinya, “….. Ibrâhîm berkata: ‘Duhai putraku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu?'” (QS As-Shâffât: 102).

Sebagaimana kita tahu bahwa mimpi para nabi adalah wahyu. Sedangkan perkataan Nabi Ibrâhîm kepada putranya, “Maka pikirkanlah apa pendapatmu?,” bukanlah permintaan pendapat kepada putranya apakah perintah Allâh itu akan dijalankan ataukah tidak. Juga bukanlah sebuah keragu-raguan. Nabi Ibrâhîm hanya ingin mengetahui kemantapan hati putranya dalam menerima perintah Allâh.

Lalu dengan kemantapan dan keteguhan hati, Nabi Ismâ’îl menjawab dengan jawaban yang menunjukkan bahwa kecintaannya kepada Allâh jauh melebihi kecintaannya kepada jiwa dan dirinya sendiri:

قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Artinya, “Ismâ’îl menjawab: ‘Wahai ayahandaku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insyâa Allâh engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’.” (QS As-Shâffât: 102)

Jawaban Ismâ’îl yang disertai “Insyâa Allâh” menunjukkan keyakinan sepenuh hati dalam dirinya bahwa segala sesuatu terjadi dengan kehendak Allâh. Apa pun yang dikehendaki Allâh pasti terjadi, dan apa pun yang tidak dikehendaki Allâh pasti tidak akan terjadi.

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْد

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh

Demi mendengar jawaban dari sang putra tercinta, Nabi Ibrâhîm lantas menciumnya dengan penuh kasih sayang sembari menangis terharu dan mengatakan kepada Ismâ’îl:

نِعْمَ الْعَوْنُ أَنْتَ يَا بُنَيَّ عَلَى أَمْرِ اللهِ

Artinya, “Engkaulah sebaik-baik penolong bagiku untuk menjalankan perintah Allâh, duhai putraku.”

Nabi Ibrâhîm kemudian mulai menggerakkan pisau di atas leher Ismâ’îl. Akan tetapi pisau itu sedikit pun tidak dapat melukai leher Ismâ’îl. Hal ini dikarenakan pencipta segala sesuatu adalah Allâh. Pisau hanyalah sebab terpotongnya sesuatu. Sedangkan pencipta terpotongnya sesuatu dan pencipta segala sesuatu tiada lain adalah Allâh. Sebab tidak dapat menciptakan akibat. Pisau tidak dapat menciptakan terpotongnya leher Nabi Ismâ’îl. Sebab maupun akibat, keduanya adalah ciptaan Allâh.

Hadirin yang berbahagia

Berkat takwa, sabar dan tawakal serta ketundukan total yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrâhîm dan Ismâ’îl, Allâh kemudian memberikan jalan keluar dan mengganti Ismâ’îl dengan seekor domba jantan yang besar dan berwarna putih yang dibawa malaikat Jibrîl dari surga. Allâh berfirman:

إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ ٱلۡبَلَٰٓؤُاْ ٱلۡمُبِينُ، وَفَدَيۡنَٰهُ بِذِبۡحٍ عَظِيمٖ

Artinya, “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus Ismâ’îl dengan seekor sembelihan yang agung” (QS ash-Shâffât: 106-107).

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh

Mari kita renungkan bersama, hadirin sekalian. Di tengah berbagai problem kehidupan, marilah kita meneladani apa yang dicontohkan oleh Nabi Ibrâhîm dan Ismâ’îl ketika diuji oleh Allâh dengan ujian yang sangat berat tersebut.

Berkat ketakwaan, sikap sabar, tawakal, keteguhan hati dalam menjalankan perintah Allâh dan ketundukan yang total kepada-Nya, Nabi Ibrâhîm dan Isma’il pada akhirnya mendapatkan jalan keluar dan pertolongan dari Allâh.

Kita harus yakin bahwa di setiap kesulitan pasti ada kemudahan, jika kita bersabar. Kita harus yakin bahwa di setiap musibah pasti ada hikmah, jika kita bertawakal. Kita harus yakin bahwa di setiap masalah, pasti akan kita temukan jalan keluar, jika kita bertakwa. Dan kita yakin bahwa di setiap kesusahan pasti ada kebahagiaan, jika kita tunduk total kepada Allâh.

Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh

Akhirnya kita berdoa, semoga Allâh menghindarkan negara kita secara khusus dan seluruh negeri umat Islam dari segala bala’, musibah, wabah, melambungnya harga, kemungkaran, keburukan, kekejian, berbagai kesulitan dan kesusahan.

آمِيْنَ يَا مُجِيْبَ السَّائِلِيْنَ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، (2 مَرَّاتٍ)، اَللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ. اَلْحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ

أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوا اللهَ تَعَالَى فِي هٰذَا الْيَوْمِ الْعَظِيمِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِيِّۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ صَلُّواْ عَلَيۡهِ وَسَلِّمُواْ تَسۡلِيمًا

اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللهم عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، اللهم اجْعَلْ عِيدَنَا هٰذَا سَعَادَةً وَتَلَاحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيهِ طُمَأْنِيْنَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اللهم اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ شِيمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأْبَنَا، اللهم أَدِمِ السَّعَادَةَ عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوْتِنَا، وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِيْنَا وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُ بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَيَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ وَٱلۡبَغۡيِۚ يَعِظُكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ، فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِأَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ

Sumber: NU Online

Penulis Khutbah: Ustaz Nur Rohmad, Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Kab. Mojokerto. Tinggal di Kec. Dawarblandong, Mojokerto.

Khutbah I

الحَمْدُ للهِ الَّذِي هَدَى الْمُتَّقِيْنَ الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ وَفَضَّلَهُمْ بِالْفَوْزِ الْعَظِيْمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا أَفْضَلُ الْمُرْسَلِيْنَ، اللّهُمَّ فَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ذِي الْقَلْبِ الْحَلِيْمِ وَآلِهِ الْمَحْبُوْبِيْنَ وَأَصْحَابِهِ الْمَمْدُوْحِيْنَ وَمَنْ تَبِعَ سُنَّتَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَبَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ وَنَجَا الْمُطِيْعُوْنَ.

فَقَالَ الله تَعَالىٰ :يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَ نْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

فَـصَـلِّ لـِرَّبِّـكَ وَانْـحَـرْ.

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan limpahan nikmatNya kepada kita. Di antara limpahan nikmat tersebut adalah nikmat umur panjang dan nikmat kesehatan. Ini adalah nikmat terbesar yang diberikan Allah. Kita yakin dan percaya tanpa adanya dua nikmat ini, kita pasti tak akan bisa atau mampu melangkahkan kaki, mengayunkan tangan datang ke tempat ini untuk bersujud kepada Allah SWT.

Maka, selagi Allah SWT memberikan dua nikmat ini kepada kita, maka jangan sia-siakan untuk meningkatkan ibadah kita kepada Allah SWT.

Sholawat dan salam mari kita haturkan kepada Rasulullah SAW.

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah

Wujud dari rasa syukur terhadap nikmat yang telah Allah berikan adalah dengan bertakwa kepada Allah SWT yaitu dengan menjalankan segala yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala larangannya.

Kemudian menjalankan segala yang diperintahkannya itu, juga mesti diiringi dengan rasa keimanan yang tinggi, bahwa tiada satu pun yang berhak disembah kecuali Allah SWT. Kemudian juga diiringi dengan rasa diawasi oleh Allah sehingga diri ini merasa malu ketika enggan menjalankan segala yang diperintahkan. Kemudian rasa takut, karena di balik perintah tersebut pasti ada yang akan ditimpakan ketika kita enggan menjalankan perintah tersebut.

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

Kaum muslimiin yang dirahmati Allah

Jika ketakwaan ini sudah tertanam dan mendarah daging dalam diri kita, yakinlah terhadap janji yang Allah berikan kepada kita berupa kelapangan dan keberkahan rezeki, kemudahan dalam segala urusan. Serta, jalan keluar atau kemudahan terhadap persoalan kehidupan yang kita jalani akan kita dapatkan.

Allah berfirman dalam surat At-Talaq:

وَمَنْ يَّـتَّـقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا.

Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ…

Dan Dia memberikan rezekinya dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, Niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. ( QS. At-Thalaq:2-3)

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah

Allah SWT tidak memandang memandang dan menilai seseorang dari suku dia berasal, atau dari kepemilikan harta, kedudukan, pangkat dan jabatan. Begitu pula dari rupa dan paras seseorang. Tapi Allah SWT menilai dari ketakwaan kita.

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah

Tanpa disangka-sangka Allah SWT kembali mempertemukan kita di hari Idul Adha atau dalam istilah lainnya juga dikenal dengan udhiyah yang artinya hewan yang disembelih pada hari raya Idul Adha.

Idul Adha merupakan ibadah sembelihan hewan kurban yang kita laksanakan sebagai bentuk wujud rasa syukur kita kepada Allah yang telah memberikan nikmat yang banyak kepada kita, yang diawali dengan sholat dua rakaat yang telah kita kerjakan barusan ini.

Allah SWT berfirman:

فَـصَـلِّ لـِرَّبِّـكَ وَانْـحَـرْ.

Maka dirikanlah sholat dan berkurbanlah.(QS.Al-kautsar:2).

Selain dari ayat di atas, syariat Idul kurban juga dapat kita lihat dalam surat Al-Hajj ayat 36

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَا لْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَـكُمْ مِّنْ شَعَآئِرِ اللّٰهِ لَـكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖفَا ذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَآ فَّۚفَاِ ذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَ طْعِمُوا الْقَا نِعَ وَا لْمُعْتَـرَّۗكَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَـكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ.

“Dan unta-unta itu Kami jadikan untukmu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Hajj :36)

Selain al-Quran seperti yang disebutkan dua ayat di atas, tata pelaksanaan ibadah kurban juga didasari oleh hadis dari Rasulullah. Bahkan salah satu dari haditsnya memberikan peringatan bagi kita yang enggan menjalankan ibadah kurban.

Dari Abi hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih kurban, janganlah mendekati tempat sholat kami”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim)

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah

Hadis di atas, setidaknya memberikan sinyal yang menunjukkan kepada kita betapa pentingnya ibadah kurban itu kita laksanakan.

Oleh karena itu khatib mengajak kita semua kalau pada saat kita tidak mampu untuk berkurban, maka setelah ini kita mulai meniatkan dan membulatkan tekad kita untuk melaksanakan kurban di tahun besok. Kita harus menargetkan dan memaksakan diri kita tahun depan saya harus berkurban.

Kalau tidak bisa kita lakukan secara tunai, maka dapat kita lakukan dengan cara membayarnya secara berangsur-angsur. Sebab dia merupakan ibadah yang paling dicintai Allah. Di hari kiamat nanti Allah syafaat bagi mereka yang berkurban.

Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang anak Adam melakukan pekerjaan yang paling dicintai Allah pada hari nahr kecuali mengalirkan darah (menyembelih hewan kurban). Hewan itu nanti pada hari kiamat akan datang dengan tanduk, rambut dan bulunya. Dan darah itu di sisi Allah SWT segera menetes pada suatu tempat sebelum menetes ke tanah. (HR. Tirmidzi 1493 dan Ibnu Majah 3126).

Selain daripada itu, ibadah kurban termasuk merupakan ibadah yang utama. Sisi keutamaannya pada kita adalah dengan bersandingnya dua perintah yaitu sholat dan berkurban sekaligus dalam surat al-Kautsar ayat 2.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika menafsirkan ayat ini menguraikan bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu sholat dan menyembelih kurban. Hal ini menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada Allah SWT, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah SWT, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.

Oleh sebab itulah, dalam surat lain Allah SWT menggandengkan keduanya dalam firman-Nya:

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

قُلْ اِنَّ صَلَا تِيْ وَنُسُكِيْ وَ مَحْيَايَ وَمَمَا تِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ.

“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam,” (QS. Al-An’am : 162)

Walhasil, sholat dan menyembelih kurban adalah ibadah paling utama yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Beliau juga menegaskan: “Ibadah harta benda yang paling mulia adalah menyembelih kurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah sholat.”

Wahai orang-orang beriman yakinlah ibadah kurban yang kita kerjakan ini, tidak akan membuat kita rugi. Karena Allah pasti memberikan balasan, kebaikan, serta keselamatan dan keberkahan bagi kita yang selalu menjalankan segala yang diperintahkannya.

نَصْرٌ مِّنَ اللّٰهِ وَفَـتْحٌ قَرِيْبٌ,وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ

Khutbah II

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Sumber: Laman Muhammadiyah
Penulis Khutbah: Deri Adlis

Itulah kumpulan khutbah Idul Adha yang dapat menjadi inspirasi. Semoga membantu!

#1 Teks Khutbah Idul Adha: Esensi Qurban

#2 Naskah Khutbah Idul Adha Sebagai Momentum Peningkatan Pengorbanan dan Pengabdian Terhadap Lingkungan Hidup

#3 Khutbah Idul Adha 1446 H: Memetik Pilar Islam Berkemajuan dari Kisah Nabi Ibrahim

#4 Khutbah Idul Adha 2025 tentang Hikmah Qurban Ikhlas di Dunia dan Akhir

#5 Teks Khutbah Idul Adha 2025: Totalitas Taat Tanpa Syarat

#6 Teks Khutbah Hari Raya Idul Adha: Kurban sebagai Aspek Spritual dan Kepeduliaan Sosial

#7 Khutbah Idul Adha 2025 Kemenag: Nilai-nilai Kepasrahan Diri dalam Shalat Id, Kurban, dan Haji

#8 Naskah Khutbah Idul Adha: Hari Raya dan Kebahagiaan Bersama

#9 Teks Khutbah Idul Adha: Keutamaan Kurban bagi Orang Berkurban