Tahun Baru Islam 1 Muharram: Sejarah, Makna, hingga Hukum Merayakannya

Posted on

Tahun Baru Islam adalah salah satu momen penting bagi umat muslim di seluruh dunia. Perayaan ini menandai awal dari kalender Hijriah yang jatuh pada 1 Muharram.

Sebagaimana diketahui, sejarah Tahun Baru Islam erat kaitannya dengan peristiwa hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Di mana peristiwa tersebut menjadi titik awal penanggalan Islam yang sarat makna perjuangan dan perubahan.

Lantas, bagaimana sejarah dan makna perayaan Tahun Baru Islam 1 Muharram ini?

Simak ulasan selengkapnya berikut ini!

Dilansir dari buku “Menggapai Berkah di Bulan-bulan Hijriyah” oleh Siti Zumratus Sa’adah, penetapan awal tahun dalam Islam dimulai sekitar enam tahun setelah wafatnya Rasulullah SAW. Yakni pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab RA (634 M-644 M).

Awalnya pada tahun 638 M, Gubernur Irak Abu Musa Al-Asy’ari mengusulkan kepada Khalifah Umar agar umat Islam memiliki penanggalan resmi agar surat-menyurat menjadi tertib. Umar pun menyetujui usulan tersebut dan mengumpulkan para sahabat Nabi SAW untuk bermusyawarah.

Mereka berunding untuk menetapkan sistem penanggalan yang tetap bagi seluruh umat muslim. Setelah mempertimbangkan berbagai usulan, mereka akhirnya menyepakati untuk memulai penanggalan dalam Islam dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW.

Ali kemudian mengemukakan tiga alasan utama dari kesepakatan tersebut. Pertama, dalam Al-Qur’an sangat banyak disebutkan penghargaan Allah kepada orang-orang yang berhijrah.

Kedua, setelah hijrah Nabi SAW dari Mekkah ke Madinah menjadikan masyarakat Islam yang berdaulat dan mandiri. Ketiga, umat muslim diharapkan memiliki semangat hijrah sebagai simbol perubahan dan kemajuan.

Dengan pertimbangan itu, Umar menetapkan tahun hijrah Rasulullah SAW sebagai tahun satu dalam penanggalan Islam. Sejak saat itu kalender umat Islam disebut “Tarikh Hijriah”.

Kata “Hijriah” berasal dari bahasa Arab “hijrah” yang berarti berpindah, yang merujuk pada peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi. Peristiwa ini menjadi tonggak awal penanggalan Hijriah atau kalender Islam.

Ustaz Adi Hidayat dalam video “Makna Tahun Baru Hijriah dan Rahasia Bulan Al-Muharram” di kanal YouTubenya, menyebut penetapan tahun Hijriah bukan hanya sekadar soal pergantian tanggal atau penunjuk waktu dalam kalender Islam. Lebih dari itu, yakni memahami makna hijrah Rasulullah SAW.

Dalam hadits Nabi SAW, hijrah turut dipahami dengan meninggalkan sesuatu yang buruk menuju hal yang lebih baik. Selain itu, hijrah adalah meninggalkan hal-hal yang tidak disukai oleh Allah dan Rasul-Nya menuju segala hal yang direstui oleh Allah dan Rasul-Nya.

Artinya, siapa pun yang mampu beralih dari perbuatan yang tidak disukai Allah dan Rasul-Nya menuju sesuatu yang diridai-Nya, maka ia telah berhijrah. Hijrah menjadi simbol perubahan menuju kebaikan, baik dalam perilaku, ucapan, maupun cara hidup secara keseluruhan.

“Hijrah juga dipahami dalam hadits Nabi SAW adalah meninggalkan segala yang kurang baik menuju kepada setiap yang mulia, meninggalkan yang salah yang terlarang menuju yang sholeh yang dianjurkan, dan hijrah itu esensinya ialah berpindah,” ujar Ustaz Adi Hidayat yang dikutip dari kanal YouTube-nya pada Kamis (26/6/2025).

Ustaz Adi Hidayat melanjutkan bahwa segala perbuatan yang dilarang oleh Allah secara umum disebut Muharram, yang artinya diharamkan atau dilarang. Mulai dari berkata buruk, mendengar hal yang tidak pantas, hingga berbuat dosa, semuanya termasuk dalam kategori Muharram, dan itu jelas diharamkan.

“Maka segala yang dilarang itu singkatnya disebut dengan Muharram. Bertutur yang tidak baik itu dilarang, Muharram. Mendengar yang tidak elok itu dilarang, Muharram. Berzina, korupsi, menipu, membunuh, merampok, membuat hoax, menghadirkan segala bentuk tindakan kontraproduktif yang negatif itu dilarang, itu adalah Muharram. Hukumnya haram,” tutur Ustaz Adi.

Lebih lanjut, Ustaz Adi mengatakan jika Muharram bukan hanya menandai pergantian tahun. Namun, terdapat pesan penting yaitu jika ingin memulai tahun dengan benar, mulailah dengan meninggalkan semua yang dilarang karena itulah makna hijrah yang sejati.

“(Muharram) Esensinya ingin memberikan pelajaran yang dalam kepada kita semua. Jika kita ingin berhijrah menuju sifat-sifat yang mulia yang direstui oleh Allah dan Rasul-nya, maka mulailah dengan meninggalkan segala yang Allah dan Rasul-Nya larang,” katanya.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa hukum merayakan Tahun Baru Islam adalah bid’ah. Sebab, hari tersebut bukan termasuk hari raya umat muslim.

Dalam kanal YouTube-nya, Buya Yahya menyebut merayakan Tahun Baru Islam bukan termasuk perbuatan bid’ah. Syiar Tahun Baru Islam justru harus dihadirkan oleh umat muslim.

Buya Yahya mengatakan ada pergeseran pemahaman mengenai Hijriah di umat muslim khususnya di Indonesia. Banyak yang tidak menghafal bahkan tidak mengenal penyebutan bulan-bulan Hijriah, karena terbiasa dengan penyebutan bulan Islam dalam bahasa daerah.

“Pergeseran pemahaman yang harus kita kembalikan bagaimana semua orang membiasakan dengan Hijriah, ada makna iman sambung dengan sesuatu yang ada aroma Islamnya. Ini bukan berarti kita benci Masehi, kita ingin mempunyai sesuatu yang khusus, membiasakan anak-anak kita dengan sesuatu yang ada hubungannya dengan Islam,” jelas Buya Yahya.

Selain itu, bulan-bulan Hijriah juga berkaitan langsung dengan hukum-hukum syariat, seperti puasa Ramadhan, ibadah haji, dan ibadah lainnya. Maka dari itu, kata Buya, umat Islam harus mengetahui dan mengenal tentang bulan dan tahun Hijriah.

“Maka yang lagi tidur caranya agar tahu dibuat gebyar (Tahun Baru Islam), maka ini bukan bid’ah,” ucapnya.

Itulah ulasan mengenai sejarah Tahun Baru Islam. Semoga menambah wawasan ya, infoers!

Sejarah Tahun Baru Islam

Makna Sejarah Tahun Baru Hijriah

Hukum Merayakan Tahun Baru Islam