Sindiran Eks Warek II UNM ke Rektor Usai Dituding Matahari Kembar dan Dicopot

Posted on

Mantan Wakil Rektor (Warek) II (UNM) Ichsan Ali dicopot dari jabatannya usai dituding menjadi ‘matahari kembar’ dalam kampus. Isu kemunculan dua pusat kekuasaan tersebut justru membuat Ichsan menyindir lemahnya kepemimpinan rektor.

Diketahui, Karta mulanya melantik Ichsan menjadi Warek II UNM pada 17 Juli 2024 lalu. Belum segenap setahun, Ichsan dicopot dari jabatannya. Karta kemudian menunjuk dan melantik Wakil Dekan FMIPA UNM Hartati menjadi Warek II pada 19 Mei 2025.

“Tidak boleh matahari kembar. Bingung bumi mana yang akan diterangi,” kata Karta kepada infoSulsel, Senin (19/5/2025).

Karta tidak menjelaskan lebih jauh maksud dari istilah tersebut. Dia menegaskan kebijakan memberhentikan Ichsan dari jabatannya karena tidak bisa diajak bekerja sama.

“Tidak bisa bekerja sama. Pokoknya itu saja tidak bisa lagi bekerja sama,” imbuh Karta.

Menanggapi tudingan itu, Ichsan justru mempertanyakan gaya kepemimpinan Rektor UNM Karta Jayadi. Ichsan menilai tudingan itu secara tidak langsung menunjukkan kelemahan kepemimpinan rektor.

“Itu melemahkan dia sebenarnya. Kalau orang lain bilang di UNM ada matahari kembar, berarti saya yang jelek. Kalau dia sendiri yang bilang ada matahari kembar, yah urusannya, berarti dia tidak bisa me-manage (mengatur),” ungkap Ichsan kepada infoSulsel, Kamis (22/5).

Ichsan membantah hendak melampaui kewenangan rektor sehingga dianggap menjadi matahari kembar dalam kampus. Dia berdalih hal tersebut hanya perasaan rektor yang tidak berdasar.

“Tidak mungkin ada matahari kembar. Kenyataannya tidak mungkin begitu, dia mungkin merasa karena takut,” tuturnya.

Ichsan melanjutkan, ketakutan tersebut justru membuatnya dianggap tidak bisa bekerja sama. Namun dia juga mengaku heran dianggap tidak bisa bekerja sama selama menjadi pembantu rektor.

“Mungkin toh dari situ dianggap mi tidak bisa bekerja sama. Kenapa dulu bisa bekerja sama untuk niat baik, apakah sekarang tidak bisa bekerja sama hal baik untuk UNM,” beber Ichsan.

Dia mengaku masih mempertanyakan alasan di balik pencopotannya. Padahal Ichsan menyebut Karta sempat mempercayakannya sebagai warek II UNM karena dianggap bisa membantu kinerja rektor.

“Pada saat pilrek kemarin bisa kerja sama, kenapa setelah jadi rektor tidak bisa kerja sama. Kerja sama dalam kebaikan, apakah ada hal tidak baik mau dikerjasamakan sehingga dianggap tidak bisa bekerja sama,” tambahnya.

Dia pun menduga pemberhentiannya dari warek II UNM terkait dengan proyek revitalisasi UNM senilai Rp 87 miliar tahun anggaran 2023. Ichsan mengaku sempat menyoroti penunjukan pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek itu yang dinilai tidak memenuhi syarat.

“Itu revitalisasi, PPK-nya itu kan tidak memenuhi syarat. Itu yang dia anggap mungkin tidak enak bagi dia,” ungkap Ichsan.

Ichsan sempat menyampaikan dugaan pelanggaran itu kepada rektor UNM dan menyarankan agar PPK diganti. Dia berdalih hal tersebut disampaikan bukan bermaksud untuk menentang kebijakan rektor, namun sebatas memberi masukan.

“Jelas saya mengingatkan bahwa, ‘pelanggaran ini (penunjukan PPK) pak rektor’, yang jelas saya sudah sampaikan, mau diikuti atau tidak, bapak kan rektor,” imbuhnya.

Rektor UNM Karta Jayadi balik menanggapi pernyataan Ichsan yang sesumbar terkait polemik penunjukan PPK proyek revitalisasi kampus. Karta membantah kebijakannya mencopot Ichsan karena terkait PPK proyek tersebut.

“Dia bukan rektor, kenapa dia mau atur. Saya lebih lama berada di birokrasi UNM. Bahkan saya pejabat yang berasal dari bawah step by step,” ungkap Karta saat dihubungi, Kamis (22/5).

Karta pun menyindir perilaku Ichsan yang dinilai melampaui kewenangannya. Karta mengaku lebih tahu kondisi dan permasalahan kampus ketimbang Ichsan.

“Makanya jika ada yang lebih tahu dari saya terkait persoalan UNM, maka mestinya dia yang pas untuk (menjadi) rektor. Kenyataannya, saya yang rektor itu mungkin yang lain dianggap tidak memahami sepenuhnya kondisi UNM,” paparnya.

Karta berdalih tidak terlibat dalam proyek dan penunjukan PPK revitalisasi UNM. Karta mengaku proyek itu direncanakan dan dimulai sebelum dirinya menjadi rektor UNM.

“Saya kan masuk di bulan Mei (2024), artinya semua status di UNM sudah ada ketika saya masuk. Masa saya masuk saya mengganti padahal sudah berjalan itu program,” tutur Karta.

Dia menyadari adanya ancaman dari Ichsan yang hendak menggugat kebijakannya ke Pengadilan Tata Usah Negara (PTUN) Makassar. Karta mempersilakan Ichsan menempuh jalur hukum jika keberatan diberhentikan dari warek II UNM.

Karta mengungkap pertimbangannya mencopot Ichsan dari jabatannya karena dianggap tidak bisa diajak bekerja sama. Karta pun siap membeberkan bukti-bukti jika kasus ini sampai bergulir ke pengadilan.

“Tadi sudah ada kuasa hukumnya (Ichsan), dan UNM pun sudah membentuk kuasa hukum. Makanya kesempatan untuk menunjukkan semua yang diklaim keliru. Kami pun sudah gatal ini tangan untuk menyerahkan bukti-bukti ketidakmampuan kerja sama,” jelasnya.

Kepemimpinan Rektor UNM Disorot

Rektor UNM Sindir Balik Ichsan