Tim Audit Investigasi Itwasda Polda Papua melakukan audit investigasi di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Tingkat II Jayapura terkait kematian dan bayi dalam kandungannya usai diduga ditolak rumah sakit. Dari hasil audit sementara, pelayanan medis di RS Bhayangkara disebut sudah dijalankan sesuai prosedur.
Audit investigasi dipimpin langsung oleh Auditor Kepolisian Madya Tingkat III Itwasda Polda Papua, Kombes Sandi Sultan di RS Bhayangkara Jayapura pada Kamis (27/11/2025). Sandi mengatakan, tujuan audit untuk mengumpulkan data, klarifikasi, dan penjelasan mendetail terkait kronologi pelayanan kepada pasien yang meninggal.
“Kami hadir bukan untuk mencari kesalahan, tetapi untuk memperjelas kronologi dan memastikan proses pelayanan telah berjalan sesuai aturan,” tegas Sandi dalam keterangannya.
Tim audit melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah tenaga kesehatan yang terlibat langsung dalam penanganan pasien. Pihaknya juga meminta klarifikasi jaga, perawat IGD, staf administrasi, dan bagian pendaftaran saat pasien datang di RS Bhayangkara Jayapura.
Berdasarkan temuan sementara, tim audit menyimpulkan, tenaga medis telah melakukan tindakan sesuai standar operasional dan kondisi pasien sudah dalam keadaan kritis sejak rujukan awal. Seluruh prosedur resusitasi dan upaya penyelamatan dinilai telah dilakukan optimal sesuai kapasitas fasilitas.
Sandi menambahkan bahwa audit hanya berfokus pada pelayanan di Rumah Sakit Bhayangkara. Pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk melakukan audit di rumah sakit lainnya.
“Kejadian yang melibatkan rumah sakit lain berada di luar kewenangan audit ini. Yang kami teliti dan nilai adalah aspek pelayanan yang terjadi di lingkungan Rumah Sakit Bhayangkara,” jelas Sandi.
Sementara itu, Kepala RS Bhayangkara Jayapura AKBP Rommy Sebastian mengatakan, seluruh tindakan medis yang diberikan kepada pasien telah dilakukan sesuai prosedur medis dan standar pelayanan rumah sakit. Tenaga medis yang bertugas sudah berupaya memberikan penanganan.
“Penanganan pasien dilakukan langsung oleh tenaga medis yang bertugas di IGD pada saat kejadian. Kami memastikan setiap tindakan mengikuti tata laksana medis dan pelayanan rumah sakit,” ujar Rommy.
Rommy juga menegaskan, pelayanan medis diberikan terlebih dahulu tanpa hambatan administratif. Pihaknya sama sekali tidak menunda pelayanan medis kepada pasien.
“Tidak pernah ada kebijakan menunda pelayanan medis hanya karena masalah administrasi. Informasi kepada keluarga tetap diberikan agar prosedur berjalan sesuai aturan,” tambahnya.
Sebelumnya diberitakan, Irene dan bayinya dinyatakan meninggal dalam perjalanan setelah bolak-balik ditolak RS pada Senin (17/11) sekitar pukul 05.00 WIT. Keempat RS yang diduga menolak Irene yakni RS Dian Harapan, RSUD Yowari, RSUD Abepura, dan RS Bhayangkara.
Dokter ahli kandungan RS Bhayangkara Jayapura, dr. Alberthzon Rabgrageri, Sp.OG mengungkap faktor utama kondisi kritis pasien diduga berasal dari keterlambatan pengambilan keputusan medis. Hal ini bermula sejak pasien pertama kali dibawa di RSUD Yowari Jayapura.
Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.
Namun tindakan medis untuk memperkuat kontraksi di RSUD Yowari dilakukan tanpa kesiapan kamar operasi, dokter anestesi, dan dokter kandungan yang standby. Hal ini mengakibatkan pasien mengalami robekan rahim, pendarahan hebat dan kondisi gawat janin.
“Dari analisis kami, penyebab utama kematian berasal dari keterlambatan pengambilan keputusan medis serta pelaksanaan tindakan yang tidak sesuai standar di fasilitas awal tempat pasien bersalin (RSUD Yowari),” jelas Alberthzon.
