Pria alumni Pascasarjana Universitas Indonesia (UI), Muhammad Fadhly Kurniawan (31), mengaku jurnalnya diplagiat atau dijiplak di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. Dugaan plagiarisme melibatkan alumni mahasiswa pascasarjana dan 2 guru besar selaku pembimbing.
Fadhly menuturkan dugaan plagiarisme itu ia sadari setelah mencoba mencari rujukan untuk penelitian di Google Scholar. Dia kemudian menemukan sebuah jurnal yang dianggapnya menarik.
Awalnya, Fadhly mengira ada perspektif lain dalam jurnal tersebut. Hingga akhirnya dia menyadari isi dalam jurnal mempunyai kemiripan dengan jurnal miliknya.
“Saya kan sebenarnya (jurnalnya) Angngaru Tubarani Gowa, sedangkan tesisnya dia itu tradisi Angngaru Maros. Jadi saya bilang, oh kayaknya menarik ini jurnalnya karena ada perspektif baru pasti dari tulisannya. Saya baca mi. Dia kan translate ke bahasa Inggris itu jurnalnya, eh kayak saya tahu ini paragrafnya,” tutur Fadhly.
Fadhly tak langsung berpikiran negatif. Dia mengira jurnal tersebut mengutip jurnal miliknya. Namun setelah ditelusuri lebih lanjut, tidak satupun namanya yang tercantum dalam sumber jurnal tersebut.
“Saya bilang, oh mungkin dia kutip ka tawwa ini. Saya cari di badan kalimatnya di akhir paragraf, tidak ada yang namaku di situ catatan kakinya. Bukan namaku di situ na kasih masuk, orang lain, peneliti ada lain,” bebernya.
“(Saya sempat pikir) Atau mungkin ada di daftar pustaka, saya cek ke bawah, tidak ada namaku juga. Itu kan malam, jadi takutku itu hari jangan sampai saya oleng atau apa cuma saya klarifikasi, saya cek lagi sekali tidak ada itu,” imbuhnya.
Fadhly mengatakan, jurnalnya diterbitkan pada 2020 lalu di Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Makassar. Sementara jurnal yang diduga melakukan plagiarisme baru terbit pada 2023.
Fadhly mengaku awalnya tidak mengetahui siapa penulis yang menjiplak jurnalnya tersebut. Dia kemudian mengunggahnya di media sosial dan viral hingga penulis ketiga dari jurnal tersebut menghubunginya.
“Mungkin ada teman-teman yang saling story juga, di DM ka (saya) sama penulis tiganya. Dia bilang ‘saya itu penulis tiganya, dek, saya minta nomor ta, saya mau klarifikasi dulu’. Nah, dia telepon ma, dia bilang ‘jujur saya tidak tahu kenapa namaku bisa ada di situ’. Kenapa begitu, bagaimana caranya saya bilang. ‘Memang pernah saya uji ini orang tapi tidak sampai mau dipublikasikan’,” ujar Fadhly.
“Awalnya dia bilang pengujinya. Tapi beberapa hari setelah itu, saya lihat tesisnya itu orang, dia pembimbing sekaligus penguji juga,” ungkapnya.
Dia menyebut ada tiga penulis dalam jurnal yang diduga menjiplak miliknya. Penulis pertama atas nama Muh Nur, penulis kedua Muammar Bakri, dan penulis ketiga Fatmawati. Diketahui, Muh Nur merupakan mahasiswa pascasarjana UIN Makassar, sementara Muammar dan Fatmawati merupakan guru besar di kampus tersebut.
“Bukan hanya kerugian material, toh moral juga kita, pikiran kita itu sudah dituangkan, sampai hatinya dia meng-copy paste saja itu. Dan dia hampir satu jurnalku itu na (dia) ambil, hanya copy paste,” bebernya.
Fadhly mengungkapkan, penulis pertama dalam jurnal tersebut, Muh Nur juga belakangan menghubunginya. Dia menyebut, Muh Nur telah mengakui perbuatannya dan beralasan bahwa dirinya tidak punya pengetahuan kepenulisan.
“Kasihannya ini orang (Muh Nur), akhirnya dia akui juga bilang saya ini lulusan dari luar, Kairo, Mesir, (di kampus) Al-Azhar. Dia bilang ‘saya jujur tidak tahu penulisan, tidak ada sekali. Saya S2 ku itu waktu Corona’. Pokoknya berdalih dengan alasan. Dia bilang, ‘tidak ada pengalamanku untuk menulis dan saya akui, tesisku ini memang asal jadi’. Dia bilang begitu,” tuturnya.
“(Saya katakan) Berarti, bagaimana caramu bisa lolos ujian toh karena guru besar ini uji ko dua. Nah, berarti yang perlu disoroti dalam hal ini, pembimbing-pengujinya, dan kampus yang meloloskan dia. Bukan tawwa dia secara (individu),” imbuhnya.
Sementara, Muammar Bakri disebutnya juga belum ada komunikasi dengan dirinya terkait kasus ini. Menurutnya, Muammar sempat ingin menghubunginya, namun tak kunjung terealisasi hingga saat ini.
“Tidak ada pi dia (Muammar Bakri). Katanya, dia mau bede konfirmasi, tapi tidak ada juga sampai hari ini,” katanya.
Dia pun menunggu iktikad baik para penulis dalam jurnal tersebut. Beberapa tuntutannya ialah meminta jurnal dicabut, begitu juga konsep yang ada di jurnal miliknya untuk tidak dipakai dalam penelitian mereka.
“Yang pertama saya minta di-takedown jurnalnya. Terus yang kedua saya mau dia mencabut itu isi, konsepku yang dipakai di tesisnya. Pokoknya semua deh yang ada dalam tesisnya itu (yang) diambil dari dataku dicabut, dihapuslah,” terangnya.
“Ketiga itu saya minta pihak jurnalnya melakukan permintaan maaf bahwa telah lalai mem-publish jurnal yang berbentuk plagiat. Itu nanti dibuat semacam surat pernyataan si penulis itu bilang ‘saya telah melakukan plagiat dari karya’ saya toh. Saya sebenarnya dua orang yang menulis itu, saya sama Apri,” tambahnya.
Sementara itu, infoSulsel mengkonfirmasi Muh Nur terkait kasus ini, namun hingga kini belum merespons. Sementara Fatmawati enggan berkomentar dan menyerahkan kasus ini kepada penulis.
“Afwan. Silakan komunikasi dengan penulisnya,” ucap Fatmawati saat dikonfirmasi.
Simak klarifikasi Muammar Bakri di halaman selanjutnya.
Belakangan, Muammar Bakri, buka suara soal namanya ikut dicantumkan dalam jurnal mahasiswa bimbingannya, Muh Nur. Muammar mengaku tidak mengetahui namanya dicantumkan sebagai penulis dan mengecam tindakan plagiarisme.
“Yang pertama saya mengecam tindakan plagiarisme. Itu tidak sesuai dengan amanah ilmiah. Jadi tidak ada alasan untuk saya menerima kegiatan plagiat itu,” kata Muammar kepada infoSulsel,Jumat (4/7).
Muammar mengatakan dirinya akan meminta klarifikasi dahulu kepada Muh Nur terkait dengan dugaan plagiarisme tersebut. Dia mengaku ingin bertemu langsung dengan Muh Nur untuk memastikan jurnal yang ia buat hasil plagiarisme atau bukan.
“Saya akan minta klarifikasi dulu sama penulis yang memasukkan nama saya sebagai mahasiswa bimbingan saya, apakah tindakan itu memang dilakukan atau tidak. Sampai hari ini saya belum bertemu langsung dan saya mau ketemu langsung untuk minta klarifikasinya sejauh mana dianggap plagiat oleh yang mengaku korban,” ucap Muammar.
Dia juga menyampaikan tidak mengetahui jika namanya dicantumkan dalam jurnal tersebut. Namun Muammar menyebut, ada kebiasaan pembimbing turut dimasukkan sebagai penulis kedua dan ketiga.
“Saya tidak tahu kalau saya dimasukkan di penulis kedua. Dalam tradisinya kampus, bahwa pembimbing itu biasanya menjadi penulis. Lalu kemudian waktu itu masa COVID, jadi kita agak jarang ketemu kecuali lewat handphone,” katanya.
Lebih lanjut, kata Muammar, jika nantinya Muh Nur mengakui telah melakukan tindakan plagiarisme, maka dirinya akan meminta untuk menarik jurnal tersebut. Dia juga mendesak Muh Nur untuk meminta maaf kepada pihak korban.
“Kalau ternyata memang yang bersangkutan penulis ini, Muh Nur mengaku, maka tentu saya sebagai pembimbing meminta dia untuk menarik itu semuanya dan nanti bagaimana selanjutnya itu urusan kelembagaan secara akademik,” ujarnya.
“Yang kedua saya meminta kepada Muh Nur untuk segera minta maaf kalau memang itu dilakukan,” imbuhnya.