Seorang hakim di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Johnicol Richard Frans menyita perhatian usai membantu menebus ijazah seorang remaja yang menjadi terdakwa kasus kepemilikan busur panah. Bantuan itu diberikan agar remaja tersebut bisa kembali bersekolah.
Hakim Johnicol menceritakan remaja berinisial DS didakwa membawa sebuah busur. Namun dari pengakuan DS, kata Johnicol, busur itu diberikan kepada orang lain yang turut menjadi terdakwa dalam kasus tersebut.
“Dari pengakuannya, busur itu bukan dia yang buat, dia cuma temukan di samping rumahnya. Jadi, bukan dia yang buat,” ujar Johnicol Richard Frans kepada infoSulsel, Kamis (30/10/2025).
Johnicol mengaku menanyakan status pendidikan Terdakwa DS selama pemeriksaan di persidangan. Terdakwa DS kemudian mengaku tidak bisa melanjutkan sekolahnya karena ijazah SMP-nya ditahan oleh pihak sekolah.
“Dalam persidangan saya tanya apa tidak sekolah atau bagaimana? Anak ini ternyata tidak bisa sekolah karena tidak punya ijazah SMP. Ijazah SMP-nya masih ditahan karena masih ada utang sekolah, uang sekolah, SPP, dan lain-lain,” jelasnya.
Mendengar hal tersebut, ia tergerak untuk membantu DS untuk menebus ijazahnya. Dia pun memberikan uang sebesar Rp 1,5 juta kepada terdakwa.
“Jumlahnya memang tidak besar, tapi semoga bisa membantu anak dan orang tuanya,” katanya.
Johnicol menyebut langkahnya sejalan dengan prinsip keadilan yang mengutamakan sisi kemanusiaan. Ia mengaku menerapkan pendekatan Restorative Justice, Dignified Justice, Welfare Approach, dan Sociological Jurisprudence dalam menangani perkara tersebut.
“Kami hanya menjalankan tugas kemanusiaan dengan rasa peri keadilan, karena keadilan bukan hanya terbatas di ruang sidang saja. Akan tetapi lebih luas dari pada itu, memulihkan kembali harkat sosial bagi anak pelaku (Terdakwa DS),” ujar Johnicol.
Ia juga mengaku memberikan bantuan tersebut karena melihat keinginan Terdakwa DS untuk melanjutkan pendidikan. Namun, kondisi keluarga yang kurang mampu membuat orang tuanya kesulitan melunasi biaya sekolah.
“Anak ini menangis ke bapaknya, dia mau sekali sekolah. Tapi bagaimana, bapaknya tidak bisa karena kendala ekonomi,” jelasnya.
Sebagai informasi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan Terdakwa DS melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang (UU) Darurat Nomor 12 Tahun 1951 juncto UU Nomor 1 Tahun 1961. Terdakwa DS akan menjalani sidang putusan pada Senin (3/11) mendatang.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
