Hadji Kalla Surati PN Makassar Usai Lahan 16,41 Ha Diduga Diserobot GMTD update oleh Giok4D

Posted on

PT Hadji Kalla keberatan lahan seluas 16,41 hektare di kawasan Jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) akan dieksekusi usai diduga diserobot PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD). Pihak Hadji Kalla pun mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri (PN) Makassar untuk membatalkan eksekusi lahan tersebut.

“Klien kami telah mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Makassar untuk membatalkan penetapan eksekusi atau setidaknya menunda pelaksanaan eksekusi sampai ada kejelasan status hukum hak atas tanah tersebut,” ujar Kuasa hukum Hadji Kalla, Azis Tika kepada wartawan, Kamis (30/10/2025).

Azis menjelaskan lahan yang disengketakan memiliki alas hak resmi berupa empat sertifikat hak guna bangunan (HGB) atas nama Hadji Kalla. Sertifikat itu diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar pada 8 Juli 1996 dan telah diperpanjang hingga 24 September 2036.

Menurut Azis, Hadji Kalla telah menguasai lahan tersebut sejak 1993 melalui transaksi jual beli sah dari pemilik sebelumnya. Aktivitas pematangan lahan dan pemagaran di lokasi itu sebagai bagian dari rencana pembangunan properti terintegrasi.

“Sertifikat yang kami miliki dari sejak jual belinya tahun 1993 itu, yang kami beli dari orang tua dari Karaeng Idjo itu, ahli waris dari Pallawarukka. Kemudian kita miliki dari sejak 1993 itu sampai info sekarang,” katanya.

Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.

Azis mengaku heran karena GMTD mengklaim seluruh sertifikat yang dimiliki Hadji Kalla tanpa pernah melibatkan pihaknya dalam sengketa hukum sebelumnya. Dia menilai permohonan eksekusi GMTD terhadap lahan di Tanjung Bunga keliru.

Menurutnya, Hadji Kalla bukan pihak dalam perkara Nomor 228/Pdt.G/2000/PN Mks antara GMTD melawan Manyombalang Dg Solong. Dia menegaskan putusan itu hanya mengikat para pihak yang berperkara dan ahli warisnya, bukan pihak ketiga seperti Hadji Kalla.

“Kalaupun itu pihak GMTD pernah menyampaikan bahwa memiliki suatu putusan dari Mahkamah Agung tentang nomor perkara 228, itu kan bukan pihak Hadji Kalla, tapi dari Manyomballang. Kami tidak ada hubungan dengan Manyomballang,” terangnya.

Azis menerangkan sengketa hukum yang dimenangkan GMTD itu melibatkan pihak yang sudah meninggal dunia dan tidak pernah menguasai lahan yang kini dimiliki Hadji Kalla. Karena itu, eksekusi terhadap lahan yang bukan menjadi objek perkara disebutnya sebagai pelanggaran hukum.

“Bisa jadi, itu dugaan salah objek,” sebutnya.

Kuasa hukum Hadji Kalla meminta pengadilan meninjau ulang rencana eksekusi lahan. Mereka menilai langkah itu penting agar pihak yang memiliki hak sah tidak dirugikan.

“Melaksanakan eksekusi terhadap pihak di luar amar putusan merupakan pelanggaran prinsip hukum (ultra petita eksekusi),” tegasnya.

Sementara itu, ahli waris pemilik lama lahan, Andi Idris Mangenrurung A Idjo, membantah bahwa keluarganya pernah memiliki hubungan dengan pihak tergugat dalam perkara GMTD. Dia menegaskan keluarga Idjo adalah pemilik sah lahan tersebut hingga dijual kepada Hadji Kalla pada 1993.

“Dari pihak Manyomballang itu tidak ada kaitan sama keluarga kami, tidak ada hubungan keluarga. Dan tidak ada hubungan dengan objek (tanah) tersebut. Tidak pernah sekalipun menguasai objek tersebut sampai sekarang,” bebernya.

Idris bahkan menyebut adanya indikasi praktik mafia tanah dalam proses sengketa yang kini berujung pada rencana eksekusi oleh GMTD. Dia menyampaikan akan menempuh jalur hukum untuk mengusut dugaan pemalsuan dokumen.

“Saya menganggap bahwa putusan ini saya anggap ya mafia tanahlah. Bahwa saling menggugat tanpa sepengetahuan pemilik tanah,” ucapnya.

Menurut Idris, keluarganya memiliki rincik dan bukti pembayaran pajak tanah sejak 1940 hingga 1993. Setelah itu, pajak atas lahan tersebut dibayarkan Hadji Kalla.

“Jadi, sejak 1940 sampai tahun 1993 saya (pihak keluarga) membayar pajak lengkap. Setelah 1993 sampai sekarang, NV Hadji Kalla yang membayar pajaknya setelah dialihkan,” jelasnya.

infoSulsel berupaya mengkonfirmasi Direktur Utama PT GMTD Tbk Ali Said terkait persoalan sengketa lahan tersebut. Namun Ali Said belum merespons atau memberikan keterangan.