40 Contoh Teks Anekdot Pendek hingga Panjang Lengkap Struktur dan Cirinya

Posted on

Teks anekdot menjadi salah satu materi penting dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Jenis teks ini juga sering muncul di artikel karena gaya bahasanya ringan dan menghibur.

Mengutip e-modul Bahasa dan Sastra Indonesia karya Badiya Rifai, anekdot adalah cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan. Biasanya, kisah ini mengangkat tokoh penting atau peristiwa nyata yang dikemas secara jenaka.

Selain lucu, teks anekdot juga bisa berisi sindiran atau kritik sosial yang membuka wawasan pembaca. Teks ini memiliki struktur dan ciri khusus yang membedakannya dengan jenis teks lain.

Agar lebih mudah dipahami, infoers bisa melihat beberapa contoh teks anekdot singkat dan panjang berikut ini, seperti dirangkum dari buku 111 Anekdot Bermuatan Karakter dan Kearifan Lokal karya Endah Dyah Wardani serta e-modul Bahasa dan Sastra Indonesia oleh Badiya Rifai.

Yuk simak!

Dikisahkan, seorang bapak pengemis tua yang meminta sedekah kepada seorang anak muda. Anak muda itu adalah seorang mahasiswa.

Bapak Pengemis: Mas, maaf bapak mau minta sedikit sedekahnya.
Mahasiswa: Sambil menggigit HPnya kemudian ia mengeluarkan dompet dari kantongnya dan memberi uang 10 ribu kepada bapak pengemis itu “Ini Pak, kembaliin 5 ribu yah pak.”
Bapak Pengemis: Ini mas kembalian uang masnya, sambil memegang mangkuk yang di dalam mangkuk itu berisi uang.
Mahasiswa: Loh pak, ini uangnya 7 ribu? Harusnya kan 5 ribu?
Pengemis: Enggak papa mas, itung-itung saya juga lagi sedekah buat masnya.

Suatu ketika Gus Dur dan ajudannya terlibat percakapan serius.
Ajudan: Gus, menurut Anda makanan apa yang haram?
Gus Dur: Babi
Ajudan: Yang lebih haram lagi
Gus Dur: Mmmm… babi mengandung babi!
Ajudan: Yang paling haram?
Gus Dur: Mmmm… babi mengandung babi tanpa tahu bapaknya dibuat sate babi!

Mungkinkah Gus Dur benar-benar percaya pada isyarat dari makam-makam leluhur? Kelihatannya dia memang percaya, sebab Gus Dur selalu siap dengan gigih dan sungguh-sungguh membela “ideologi” nya itu. Padahal hal tersebut sering membuat repot para koleganya. Tapi, ini mungkin jawaban yang benar, ketika ditanya kenapa Gus Dur sering berziarah ke makam para ulama dan leluhur. “Saya datang ke makam, karena saya tahu. Mereka yang mati itu sudah tidak punya kepentingan lagi.” Katanya.

4. Dosen yang juga Menjadi Pejabat
Di kantin sebuah universitas, Udin dan Tono dua orang mahasiswa sedang berbincang-bincang.
Tono: Saya heran dosen ilmu politik, kalau mengajar selalu duduk, tidak pernah mau berdiri.
Udin: Ah, begitu saja diperhatikan sih Ton
Tono: Ya, Udin tahu sebabnya.
Udin: Barangkali saja beliau capek atau kakinya tidak kuat berdiri.
Tono: Bukan itu sebabnya, Din. Sebab dia juga seorang pejabat
Udin: Loh, apa hubungannya?
Tono: Ya, kalau berdiri, takut kursinya diduduki orang lain
Udin :???

Seorang dosen Fakultas Hukum sedang memberikan kuliah Hukum Pidana. Suasana kelas biasa-bisa saja.

Saat sesi tanya jawab tiba, Ali bertanya kepada pak dosen, “Apa kepanjangan KUHP, Pak?” Pak dosen tidak menjawab sendiri, melainkan melemparkannya kepada Ahmad. “Saudara Ahmad, coba dijawab pertanyaan Saudara Ali tadi,” pinta pak dosen. Dengan tegas Ahmad menjawab, “Kasih Uang Habis Perkara, Pak…!”

Mahasiswa lain tentu tertawa, sedangkan pak dosen hanya menggeleng-gelengkan kepala seraya menambahkan pertanyaan kepada Ahmad,”Saudara Ahmad, dari mana saudara tahu jawaban itu?” Dasar Ahmad, pertanyaan pak dosen dijawabnya dengan tegas, “Peribahasa Inggris mengatakan pengalaman adalah guru yang terbaik, Pak!” Semua mahasiswa di kelas itu tercengang. Mereka berpandang-pandangan. Lalu, mereka tertawa terbahak-bahak.

Gelak tawa mereka. Kelas kembali berlangsung normal.

Pada puncak pengadilan korupsi politik, Jaksa penuntut umum menyerang saksi.

“Apakah benar,” teriak jaksa, “Bahwa Anda menerima lima ribu dolar untuk berkompromi dalam kasus ini?”
Saksi menatap keluar jendela seolah-olah tidak mendengar pertanyaan. “Bukankah benar bahwa Anda menerima lima ribu dolar untuk berkompromi dalam kasus ini?” ulang pengacara.
Saksi masih tidak menanggapi
Akhirnya, hakim berkata, “Pak, tolong jawab pertanyaan Jaksa.”
“Oh maaf.” Saksi terkejut sambil berkata kepada Hakim, “Saya pikir dia tadi berbicara dengan Anda.”

Sudah menjadi kebiasaan di pagi hari untuk Pak Dahlan dan Pak Rahmat melihat berita yang sedang naik daun di channel berita favorit mereka. Seperti biasa, mereka asyik nonton bareng di warteg favorit mereka. Tak lama berselang terjadi percakapan, “Eh Mat, katanya BBM beneran mau naik ya sekarang?” kata pak Dahlan. “Katanya sih iya, tapi kagak tahu buktinya masih banyak yang pake BBM tuh?” kata Pak Rahmat. “Anak saya aja ngebet banget pengen dibeliin BBM, katanya lagi diskon gitu deh,” tambahnya. “Emang Pak Presiden ngediskon BBM? Wong yang dimaksud anakmu itu diskon BBM (Blackberry Messenger)”, Hadehh gimana sih Pak Rahmat ini”. Kata Pak Dahlan yang nahan gemes sama Pak Rahmat.

Murid A: “Bu guluuu,” kata Bagus, satu tambah satu itu sebelas iya kan Bu”
Guru: “Salah dong, Jawaban yang benar itu dua”, sambil menjelaskan kembali pada Roni
Roni: “Bu Guru yang salah, nih saya buktikan ya Bu”, (Roni maju dan menuliskan angka 1 dan 1 di papan tulis)”ini sebelas kan Bu?”
Guru: “Kamprett, ini anak dikasih tau yang bener tetep aja ngeyel, gimana kalo udah besar nih anak?” Batinnya dalam hati.

Suatu hari di sebuah danau, ada 4 orang laki-laki zaman now yang sedang menikmati keindahan dan kesejukan alam danau tersebut.
Laki-laki 1: Gila coy, danau ini sejuk sekali ditambah dengan keindahan danau dengan airnya yang berwarna biru
Laki-laki 2: Biru dari mananya itu bro, kan air danau itu warnanya coklat, ah buta warna lu nih
Laki-laki 3: Hahaha kalian ini ngarang-ngarang saja kerjaannya. Kalian salah semua, yang benar itu airnya danau ini berwarna hijau, itu mata apa hiasan? Ketiga laki-laki tadi pun akhirnya berantem untuk memenangkan pendapatnya masing-masing tentang warna air danau tersebut.
Kemudian laki-laki ke 4 pun berbicara setelah merasa kesal dengan ketiga temannya itu.
Laki-laki 4: Dasar ya lu pade, warna air danau ini bening bro, biru dari mananya coba, coklat sama hijau apalagi. Coba lu pade buka semua kaca mata gih, huh, dasar ya kalian ini seperti anak kecil saja, kerjaannya bertengkar aja.
Lalu ketiga laki-laki itu pun membuka kacamatanya, dan ternyata semuanya nyengir enggak jelas. (Ternyata ketiga laki-laki tersebut memakai kacamata berwarna).

Seorang wali kelas memberikan nasehat pada murid-muridnya di kelas bahwa jika mereka ingin lulus UN mereka harus patuh pada perintah. Lalu para murid pun mempertanyakan pernyataan wali kelas tersebut ” Emang apa kaitanya Patuh pada perintah dengan lulus UN bu?” lalu wali kelas pun menjawab “setiap soalkan sudah ada perintah yang jelas “PILIHLAH SALAH SATU JAWABAN YANG BENAR” ini yang harus kalian patuhi, maka JANGAN PILIH JAWABAN YANG SALAH” pasti kalian akan lulus UN. Murid:@#$$%^^&&

Customer: Siang Mba, saya mau pesan, boleh?
Penjual: Oh iya tentu boleh dong Mas, silahkan mau pesen apa? dan berapa jumlahnya?
Customer: Oh, maksud saya bukan mau pesen barang Mba…
Penjual: Kok gitu? Terus mau pesan apa mas?
Customer: Jadi saya cuma mau pesan sama Mbak, jangan lupa makan, jaga kesehatan, dan inget sholat lima waktu ya.
Penjual: Hmmm senyum-senyum tapi kesel

Guru: “Siapa yang bisa jawab? Ciri-ciri orang pintar itu apa?”
Murid S: “rajin belajar, dapat nilai bagus dan selalu menyontek bu”
Guru: jawaban sudah benar, tapi kok ada menyontek, maksudnya?”
Murid S lya bu, buktinya kita bisa menyontek pesawat buatan luar negeri yang sangat canggih”,
Guru: Bener juga ya, berarti besok jangan lupa rajin menyontek juga”, kata Ibu Guru
Murid S: “Setuju, besok saling contek ulangan nya ya teman teman”, Sambil menepuk jidat, “Aduh aduh, salah ngomong ini, pemikiranku apa yang terlalu pendek ya”, tanyanya dalam hati.

Seorang aktivis diajukan ke pengadilan oleh anggota DPR atas tuduhan penghinaan, pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan. Hal ini karena sang aktivis memaki anggota DPR dengan sebutan monyet udud (monyet ngerokok). Kebetulan sang wakil rakyat tersebut berwajah mirip Sun Go Kong dan punya kebiasaan merokok. “Boleh saya bertanya, Pak Hakim?” tanya si aktivis. “Silahkan.” Jawab hakim. “Jika saya memanggil anggota DPR dengan sebutan monyet udud salah, bolehkah saya memanggil monyet udud dengan sebutan anggota DPR?” Pak Hakim berpikir keras. Setelah memeriksa memuat undang-undang KUHP sampai undang-undang lalu lintas, ternyata tak ada pasal yang melarang hal tersebut. Akhirnya hakim pun menjawab. “Boleh saja. No problem.” “Terima kasih, Pak Hakim, ” ujar terdakwa dengan senyum penuh arti sambil melirik ke arah anggota DPR.
Pada masa istirahat, sang aktivis melihat anggota DPR lagi ngerokok di halaman gedung pengadilan. lapun segera menghampirinya dan menyapa, “Selamat siang, anggota DPR….”

“Suatu hari di sekolah, pak guru sedang menanyai murid-muridnya.
Guru: sebutkan kepanjangan dari DPR dan MPR
Murid: Gampang pak?
Guru: Yak, sebutkan?!
Murid: MPR itu adalah Mengkibuli Perasaan Rakyat, kalau DPR itu Dedengkot Perampok Rakyat!
Guru: Huss! Ngawur!
Murid: Hahaha, Apa dong pak? (pura-pura bego)
Guru: MPR itu Menggandakan Problem Rakyat, kalau DPR itu Departemen Penipu Rakyat!
Murid: Hahaha, pak guru bisa juga pura-pura ngawur!

Pada suatu hari yang cerah ceria, ada seorang tukang kupat tahu berdagang di depan SMA 1 Ciamis dari pagi hingga slang (sudah terbiasa jualan). Pada jam 12 siang, biasanya dia menyusuri rel kereta sebagai jalan pintas untuk pergi ke lokasi dagang berikutnya, yaitu Pasar Induk. Namun hari itu kebetulan dagangannya sudah habis oleh pembeli, dan si pembeli yang terakhir adalah membeli kupat tahu di pinggir rel kereta. Selesai melayani si pembeli terakhir itu, tukang kupat tahu itu membersihkan piring bekasnya menggunakan kain lap berwarna merah, kemudian mengeringkan lapnya dengan cara dikibar-kibarkan.
Nah secara kebetulan, saat itu ada kereta yang sedang melintas. Karena si masinis melihat ada tanda merah dikibar-kibarkan dari jauh, maka masinis pun kaget dan kemudian menginjak rem keras-keras. Dia kira ada sesuatu yang darurat yang membahayakan. Akhirnya kereta pun berhenti tepat di samping tukang kupat tahu itu.

Masinis: Wah ada apa ini pak?
Tukang Kupat Tahu: Gak ada apa-apa pak cuma tinggal bumbunya saja.

Bapak: “Bagaimana nilai ulangan fisikamu hari ini, Tong?”
Otong: “Otong Cuma salah satu dari lima soal pak!”
Bapak: “Wah hebat dong pasti nilai kamu bagus kalo gitu!”
Otong: “Tidak juga sih, Pak. Soalnya yang empat puluh lima lagi Otong lupa kerjakan.”
Bapak: %&#@$^

Seorang Ibu guru bernama Yeyen sedang memberikan pelajaran IPA kepada para siswa dan siswinya.”Anak-anak, dengerin ya, segala sesuatu itu harus kita teliti agar bisa dilihat tentang kebenarannya”, terang Bu Yeyen kepada muridnya dengan antusias dan penuh semangat karena masih tanggal muda.
“Wah, itu teorinya termasuk juga ketika pacaran ya Bu?”, ujar salah seorang siswanya.
“Ah kamu ini pikirannya kok ngeres mulu sih nak, ya nggak boleh lah, dosa tuh namanya. Harusnya kan nikah dulu baru deh nyoba, jangan coba-coba dulu baru nikah”, kata Bu Yeyen.
Mata Riki melotot, “Lah kan tadi ibu bilangnya semua hal harus dicoba dulu? wkwkwkwk” Jawab Riki dengan nada ngeyel.
“Pokoknya kamu nggak boleh kayak gitu ya. Itu adalah perbuatan dosa dan tercela”, kata Bu Yeyen.
“Ya nggak dosa dong bu, kan uji coba bikin teh tarik, nah rasanya enak apa enggak gitu loh Bu. Ah pikiran ibu nih ternyata yang ngeres”, Jawab Riki.
“Buset dah ini anak kampret amat yak? Anak siapa lu tong?”, Jawab Bu Yeyen dalam hatinya.

Pada suatu hari dalam sebuah sekolah menengah atas terlihat seorang guru sedang menerangkan mata pelajaran biologi pada murid-muridnya. Lalu ia bertanya pada murid-muridnya “Gigi yang kita dapat paling akhir disebut gigi apa anak-anak?” Lalu seorang murid menjawab dengan lantang dan keras ” Gigi palsu Buk!!”

Tahukah Anda, cara seseorang sebelum dan setelah duduk mencerminkan profesi yang mereka geluti? Berikut ini beberapa [profesi yang langsung bisa ketebak hanya dengan melihat cara duduknya:
Sebelum duduk: Berdoa. Setelah duduk: Ngaji= Kyai
Sebelum duduk: Bersihkan kursi. Setelah duduk: Bersihkan meja= Pembantu
Sebelum duduk: Dikerjain. Setelah duduk: dikerjain lagi= Pelawak
Sebelum duduk: Oh…. Setelah duduk: Yes…= Cabe-cabean
Sebelum duduk: Obral janji. Setelah duduk: Lupa ingatan= Politikus

Dua orang pemuda tengah berbincang-bincang di pos ronda saat hujan rintik-rintik.
Dimas: Wakil rakyat, bukannya menyejahterakan rakyat malah menyejahterakan diri sendiri.
Ilham: Lebih parahnya lagi, banyak yang terlibat korupsi.
Dimas: Parah memang. Rakyat makin susah, wakil rakyat makin makmur. Banyak rakyat hidup di jalanan, sementara wakil rakyat tinggal di rumah mewah. Sejahtera sekali mereka yang duduk di kursi DPR.
Ilham: Tapi, kalau dipikir-pikir, wakil rakyat berarti mewakili rakyat.
Dimas: Memang.
Ilham: Mereka mewakili rakyat. Artinya, rakyat ingin kaya, sudah diwakili sama wakil rakyatnya. Rakyat ingin punya rumah mewah, sudah diwakili sama wakil rakyat. Bahkan yang mau berantem pun sudah diwakili.
Dimas: Hahaha…Tapi, yang maksudnya apa?
Ilham: Waktu sidang, kan tidak jarang pada berantem.
Dimas: HAHAHA

Suatu hari seorang guru di suatu sekolah sedang melakukan sosialisasi kepada para siswa baru tentang kegiatan ekstrakurikuler yang dapat diikuti oleh mereka. Guru: Anak-anak, selain mendapatkan pelajaran saat jam belajar di sekolah, kalian juga bisa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Adapun ekstrakurikuler yang wajib kalian adalah pramuka. Selain yang wajib, ada juga ekstrakurikuler lain yang bisa kalian ikuti, antara lain PMR, PKS, PBB, rohis, drumband, dan komputer Ada pertanyaan?

Jono: Pak, apa sih gunanya kita ikut ekstrakurikuler?
Guru: Oh, banyak. Dengan ikut kegiatan ekstrakurikuler, kita bisa melatih kedisiplinan, kekeluargaan, kepemimpinan, dan sebagainya. Pokoknya banyak manfaatnya kalau kalian ikut ekstrakurikuler.
Joni: Termasuk tambahan uang saku ya Pak.
Guru: Ya, itu juga termasuk (sambil tersenyum).
Jono: Pak, kalau PBB itu gunanya apa Pak?
Guru: Seperti yang sudah saya katakan tadi, intinya berguna untuk kehidupan kita.
Jono: Gimana Pak, saya nggak mudeng. Kalau PMR kan berguna untuk menolong orang sakit, pramuka untuk melatih kedisiplinan dan cara bertahan hidup di alam bebas, PKS biar tahu rambu-rambu dalam berkendara. Kalau rohis sih sudah jelas bermanfaat untuk keimanan dan ketakwaan. Nah, kalau PBB kan kegiatannya berbaris, berjalan, hadap kanan, hadap kiri, pokoknya kayak gitu deh. Apa kegiatan ini bertujuan untuk mengatur kita berjalan? Apa kalau kita mau keluar rumah, kita harus jalan di tempat dulu lalu langkah tegap maju jalan?
Guru: Tentu bukan begitu. Misalnya, saat kalian rame-rame akan masuk kelas. Pintu kelas kan kecil, sedangkan jumlah kalian banyak. Nah, kalian bisa baris dulu, lalu masuk satu persatu.
Tiba-tiba salah seorang siswa memberikan tanggapannya.
Joni: Pak, kalau menurut saya, PBB itu mengajarkan kita kalau kita melakukan sesuatu harus diperintah. Kalau disuruh istirahat tempat ya istirahat tempat saja, nggak boleh jalan di tempat. Kalau itu diterapkan dalam kehidupan, berarti kita nggak boleh belajar sebelum diperintah dong Pak.
Guru: Jadi pusing saya. Sudah cukup. Sekarang kalian cuma tinggal pilih saja ekstrakurikuler yang akan kalian ikuti, kalau nggak suka ya nggak usah dipilih.

Saat duduk di kelas 3 SD tepatnya di SDN Kejambon 1 Kota Tegal aku mempunyai teman bernama Reza. Anaknya tinggi putih keturunan Arab Jawa. Dibilang arab tapi bicaranya seperti orang Jawa, dibilang orang Jawa tapi wajahnya mirip orang Arab. Reza terbilang siswa yang nakal di kelas. Seringkali ia tidak mengerjakan tugas oleh karena itupun reza kerap menerima hukuman.

Pada suatu hari ketika sedang dilakukan proses pembelajaran di kelas tercium bau tak sedap di kelas. Baunya seperti selokan di musim hujan. Aku berpikir jika itu memang bau selokan yang meluap akibat hujan lebat tadi malam. Aku tidak begitu peduli akan bau tak sedap itu, akhirnya aku kembali memperhatikan materi yang sedang dijelaskan oleh Bu Wiwi. Pelajaran ter terhenti oleh bel istirahat yang telah berbunyi. Kamipun dipersilahkan untuk istirahat terlebih dahulu.

Di kantin sekolah aku melihat teman-temanku menggerombol seperti sedang membicarakan sesuatu hal. Merasa penasaran aku mendekat dan ikut bergabung dengan harapan dapat mengetahui informasi yang sedang dibicarakan. Teman-temanku berkata kepada jika bau tak sedap yang tercium di kelas tadi adalah kentut Reza. Aku terkejut dan tak percaya jika itu kelakuan yang biasa dilakukan Reza. Salah seorang temanku berkata kepadaku “Kalau kamu tidak percaya besok coba kamu duduk satu meja dengan Reza.”

Keesokan harinya aku mencoba duduk satu meja dengan Reza. Satu jam pelajaran berlalu tanpa ada bau tak sedap. Dua jam berlalu juga tidak ada bau tak sedap itu. Lama aku menunggu namun tak kunjung datang juga. Lebih kurang waktu pelajaran hari itu tinggal 10 menit. Perlahan aku mencium bau tak sedap di sekitar tempat dudukku. Dalam benakku aku berkata “Apa benar ini yang dikatakan teman-teman ya?” aku segera. bertanya kepada Reza “Kamu kentut ya za?” Reza menjawab “Enak aja. Aku ngga kentut ji.” Kembali aku aku berkata dalam hati “benar juga kata teman-teman, reza tidak bakal mengakui perilaku buruknya tersebut” Bel penanda waktu pulang berbunyi dan menghentikan pembicaraanku dengan Reza. Sepulang sekolah aku menemui teman-temanku untuk menceritakan hal yang aku alami baru saja di kelas. “Hey teman-teman memang betul apa yang
kalian ceritakan kepadaku. Bau tak sedap yang kalian ceritakan itu memang kentut si reza tapi dia tak pernah mengakui kentutnya itu.”

Beberapa hari kemudian tak seperti biasanya, Reza terlihat tak banyak tingkah. Dia menghabiskan waktunya hanya di tempat duduk. Wajahnya pucat dan penuh keringat. Tiba-tiba kelasku digemparkan dengan bau tak sedap yang tak seperti biasanya. Kali ini bau tak sedap menyelimuti kelas kami dengan dahsyat. Setelah diselidiki bau tak sedap itu berasal dari celana Reza, la buang air besar dicelana. Kami satu kelas menertawakannya karena kejadian itu. Salah seorang temanku berkata “ini akibat orang yang sering kentut sembarangan tetapi tidak mau mengakuinya. Hahaha..”

Suatu hari di gedung DPR, ada Gareng (dari Partai Budidaya Humor Indonesia), Petruk (dari Partai Pergaulan Rakyat), dan Bagong (dari Partai Demonstrasi Indonesia) sedang berdebat.

Gareng: Wah, kayaknya asik nih kalau minggu depan kita agendakan kunjungan kerja lagi. Enaknya mana ya? Jepang? Korea Selatan? Atau Tiongkok?
Petruk: Ah, kamu Reng! Jangan keseringan, nggak enak sama dinas lainnya. Nanti dikira kita kerjanya cuma jalan-jalan. Memang asik sih, udah bisa pergi-pergi gratis, makanan gratis, tempat menginap gratis, dapat uang saku pula, hahahaha!!!
Gareng: Lha kalau nggak jalan-jalan kita mau ngapain lagi? Agenda kita kan udah setengah jadi, boikot Jakarta udah, ajukan hak angket udah, mending kan jalan-jalan daripada disuruh rapat lagi. Males ah, kemaren aja aku udah 3 kali nggak hadir rapat gara-gara agendanya itu terus.
Petruk: Ya maksudku jangan mencolok lah, biar kita nggak disorot media. Eh, Gong…Bagong, tumben kayak puyeng terus dari tadi mainan HP.
Bagong: Penting ini, lagi liat doi nongol di acaranya si Mata Nana! Anjrit, doi ngancem kalau kepilih lagi besok partai kita bertiga bakal nggak dapat tempat di DPRD bror!!! Hak angket kita harus buruan kelar nih….
Gareng: Nah kan ku bilang apa, mendingan kemaren itu kita nggak usah senggol-senggol urusan doi. Kalau doi menang kita juga yang kena getahnya. Makanya punya pendirian itu kayak partai gua, jalan-jalan nomor satu biar otak seger, biar bisa ngelawak terus tiap hari. Coba kalau nggak ada partai gua, DPR ini nggak ada lucu-lucunya.
Petruk: Ah, gitu aja bangga! Kalau nggak ada partai gua, mana mungkin kita bisa gaul di masyarakat. Tu, partainya si Bagong lebih parah dari punya lu Truk, masak kerjaannya ngumpulin tukang demo. Itu tuh yang ngabis-ngabisin anggaran. Udah ngabisin duit, gak berhasil pula!
Bagong: Kampret, mulut kalian tu juga dah dapet jatah kok pakek protes. Kalau nggak ada acara demo-demo gini, mana ada program kalian yang konyol itu bisa dapat dana! Udah ini aja dulu, gimana caranya angket kita berhasil…
Petruk: Ah elu mah, santai. Lu suruh aja si onta bikin onar lagi. Fitnah siapa kek, beres kani Ga usah angket. Paling juga ga kepilih si doil Lawannya kan udah nyebar ranjau darat di mana-mana!

“Ada seorang pengawas sekolah yang sangat keras terhadap murid-muridnya. Suatu hari seseorang muridnya dituduh melanggar disiplin. Dengan wajah seram, si pengawas sekolah itu memanggil muridnya tersebut. Sambil menanti kedatangan muridnya si pengawas itu duduk di sebuah kursi. Sang murid akhirnya datang juga, dan berlutut di hadapannya dan berkata. “Saya berniat datang lebih awal. Tetapi karena saya baru saja menemukan ratusan ons emas, saya mengalami kesulitan untuk memutuskan bagaimana cara membuangnya.”
Hati si pengawas sekolah sedikit luluh begitu mendengar kata emas.

“Dimana kau menemukannya?” ia bertanya
“Terkubur dibawah tanah!”
“Dan apa yang akan kau lakukan dengan emas itu?”
Si pengawas sekolah bertanya lagi.
“Saya orang miskin, Pak “Jawab sang murid. “Saya sudah membicarakannya dengan istri saya dan kami setuju untuk menyisihkan 500 ons untuk membeli tanah, 200 ons untuk membeli rumah, 100 ons untuk membeli perabot rumah dan 100 ons lagi untuk membayar pelayan dan juru masak. Kemudian kami akan menggunakan setengah dari seratus sisanya untuk membeli buku, sebab saya harus belajar keras mulai sekarang dan setengah lainnya akan saya berikan sebagai hadiah kepada Anda atas jasa-jasa anda dalam mendidik saya.” “Oh! Begitu, ya? Saya pikir saya belum pantas mendapatkan hadiah yang begitu berharganya, “kata si pengawas sekolah.
“Begitulah, ia kemudian menyuruh juru masaknya untuk menyiapkan jamuan makan malam yang mewah karena ia akan mengundang muridnya itu. Mereka menikmatinya malam itu dengan gembira, berbincang-bincang dan tertawa, dan saling mendoakan kesehatan masing-masing. Tak lama ketika mereka sedang berada dalam keadaan senang, sesuatu tiba-tiba terlintas dalam pikiran si pengawas sekolah.
“Kau pergi dengan terburu-buru, “katanya. “Apakah kau ingat untuk menyimpan emasmu dalam lemari sebelum datang ke sini?”

Murid itu bangkit dari tempat duduknya.
“Pak saya baru saja selesai menyusun rencana bagaimana menggunakan uang tersebut ketika secara tak terduga istri saya berguling mengenai tubuh saya sehingga membuat saya terbangun dari tidur dan mengetahui bahwa emas itu sudah hilang.”

Hari ini rombel saya presentasi tentang keterampilan menyimak. Beragam media pembelajaran sudah kami siapkan. Meskipun harus mencari delapan video dengan ruang lingkup delapan nilai budaya, tapi kami sudah sediakan semua. Begitu juga dengan alat evaluasi dan jawabannya. Beruntungnya kami kelompok sepuluh. Kami hanya terdiri dari tiga orang. Tepat pukul 11.00 WIB dosen pengampu memasuki ruangan. Kami merasa mulai tegang dan agak panik. Apalagi kami sudah cukup mengenali karakter dosen tersebut. Dosen itu dikenal sebagai dosen yang tegas atau mungkin oleh beberapa mahasiswa dianggap galak.

Tiba-tiba dengan suara lantang dosen memanggil setiap ketua kelompok. Lalu salah satu mahasiswa disuruh membuat lintingan. Suatu hal yang tak diduga, ternyata kelompok sepuluh maju presentasi nomor urut pertama. Dengan panik saya dan dua orang teman kelompok saya mempersiapkan laptop dan alat tulis. Malangnya kabel LCD yang dihubungkan dengan laptop saya agak eror. Sehingga presentasi sedikit terhambat. Hampir lima belas menit waktu habis untuk memperbaiki kabel yang error. Perasaan grogi semakin meningkat. Kemudian dengan mental seadanya kami pun mulai presentasi.

Hal yang sangat menegangkan yaitu ketika pemutaran video. Enam dari delapan video yang kami sajikan ternyata salah. Dosen pun kesal dan marah kepada kelompok kami, bahkan kepada seluruh mahasiswa rombel kami. Setelah emosi dosen sedikit mereda, kelompok kami disilahkan menampilkan alat evaluasi. Tidak berbeda jauh respon dosen tersebut. Beliau kesal dengan redaksi yang kami buat. Emosi dosen kembali meningkat. Kami dianggap sok pintar oleh beliau. Ditambah lagi saat dosen meminta ganti hari kuliah, rombel kami tidak setuju. Akhirnya seluruh mahasiswa rombel kami. mendapat amarah dari dosen itu. Terutama kelompok sepuluh, kelompok saya yang paling lama mendapat amarah. Bahkan kami bertiga belum mendapatkan nilai yang layak. Kami harus mencari video kembali dan merevisi alat evaluasi beserta kunci jawabannya. Andai saja hari ini sedang tidak puasa, pasti saya sudah menangis sejadi-jadinya. Kami bertiga hanya diam menahan perasaan takut, sedih, kecewa, kesal, dan lapar.

“Konon di Zaman Raja Harun Al Rasyid dulu tidak ada yang namanya WC, yang ada cuma sungai atau kali untuk buang hajat. Suatu ketika sang raja merasa perutnya sedang sakit, dan sudah tidak bisa lagi untuk diajak kompromi. Seketika itu juga raja meminta para pengawal untuk mendampinginya ke sungai demi menuntaskan hajatnya. Kebetulan sungai disitu mengalir ke arah selatan. Dan Sudah masyhur di kalangan masyarakat jika sang raja sedang buang hajat di sungai, maka rakyat dilarang keras berak di sebelah utaranya raja, karena dikhawatirkan kotoran tersebut akan mengalir ke arah selatan dan mengenai badan sang raja. Dan kalau ada yang melanggar, maka akan mendapatkan hukuman berat dari sang raja.

Namun kali ini, peraturan tersebut tidak diindahkan oleh sang tokoh kocak Abu Nawas, Abu Nawas dengan santainya juga ikut berak di sebelah utara agak jauh dari posisi sang raja, sehingga sang raja tidak melihatnya. Disaat asyik buang hajat, tiba-tiba saja ada suatu benda yang menyenggol pantat sang raja, tanpa berpikir panjang, benda tersebut langsung dipegang dan dilihat oleh sang raja, alangkah terkejutnya, ternyata benda tersebut adalah kotoran manusia. kontan saja hal itu membuat sang raja naik pitam. seketika itu juga raja menyuruh para pengawalnya untuk menelusuri sungai di sebelah utara, dan menangkap orang yang berak. Benar saja, di sebelah utara agak jauh dari posisi sang raja, terlihat sosok abu nawas sedang berak dengan santainya. Saat itu juga para pengawal langsung menangkap dan membawanya ke hadapan raja untuk di hukum.
Ketika dihadapkan pada raja, Abu Nawas memprotes pada raja kenapa dia ditangkap dan akan dihukum. Raja pun menjawab: “Apakah kamu tidak tahu wahai Abu Nawas, perbuatanmu itu telah melecehkan privasiku, kamu telah menginjak injak harga diriku, kamu memang tidak punya tata krama III bentak sang raja.
“Berani beraninya kamu berak di sebelah utaraku, sehingga kotoranmu mengenai badanku, selama ini tidak pernah seorangpun dari rakyatku berani melakukan perbuatan sepertimu” wahal Abu Nawas” Tambah sang raja dengan nada sangat kesal.
“Kini kamu harus menerima hukuman dariku”
“Maaf, tunggu sebentar wahai raja” sela Abu nawas.
nawas” “Ada apa? tanya raja, “kali ini tidak ada lagi ampun bagimu Abu
“Tunggu sebentar, tolong beri saya kesempatan untuk menjelaskannya.
“Saya melakukan itu semua, karena saya sangat menghormati engkau wahai raja”mendengar hal itu, raja harun Al Rasyid langsung sedikit tertegun dengan apa yang disampaikan oleh abu nawas.
“Lho perbuatan seperti itu, kamu bilang malah untuk menghormati aku???” tanya raja dengan ekspresi agak sedikit keheranan.
“Ya benar raja” jawab abu nawas dengan tegasnya.
Rajapun semakin keheranan dan penasaran dengan abu nawas.
“Baiklah kali ini aku kasih kamu kesempatan untuk menjelaskan alasannya, jika alasanmu tidak masuk akal maka aku tidak segan segan untuk memperberat hukumanmu.”
“Baiklah raja, begini alasannya. Raja tahu, selama ini jika raja tengah mengadakan perjalanan dengan rakyat atau bersama pengawal, tidak ada satupun dari rakyat atau pengawal raja yang berani mendahului jalannya raja, begitu juga dengan saya, ketika saya ikut rombongan raja, posisi saya ketika berjalan tidak berani mendahului raja, itu saya lakukan karena saya menjaga tata krama dan sopan santun kepada raja”
“Ya bagus, Iha terus apa hubungannya dengan perbuatanmu yang sekarang ini??” tanya raja dengan nada semakin penasaran dengan akal cerdik abu nawas.
“Begini raja, saya menghormati engkau tidak setengah – setengah, melainkan saya menghormati engkau dengan sepenuh hati. Ketika saya buang hajat, saya memilih di sebelah utara raja, dan sama sekali, saya tidak berani berak berada di sebelah selatan raja. Hal ini saya lakukan karena saya kuatir, jika saya berak di sebelah selatan raja, maka nanti kotoran saya berlaku tidak sopan kepada kotoran raja, karena sudah berani berjalan mendahului kotoran raja. sehingga saya memilih berak di sebelah utara, agar supaya kotoran saya tidak sampai mendahului kotoran raja. Ini semua saya lakukan tidak lain, hanya demi Tata krama saya kepada kotoran raja.
Terus terang wahai baginda, kotoran saya tidak berani mendahului kotoran raja, karena hal itu merupakan perbuatan su’ul adab.
Ketika raja berjalan, saya tidak berani mendahului jalan raja, begitu juga ketika kotoran raja mengalir, maka kotoran saya pun tidak berani mendahului kotoran raja. ini semua saya lakukan karena Sopan santun dan tata krama saya yang sepenuh hati kepada raja.”
“Malah yang seharusnya diberi hukuman bukan saya wahai raja, melainkan rakyat engkau yang tidak punya tata krama, karena mereka berani berak di sebelah selatanmu, sehingga kotoran mereka mendahului kotoranmu.”
Mendengar penjelasan Abu nawas, raja pun tersennyum. dia tidak jadi marah dan menghukum Abu nawas, tetapi oleh sang raja Abu Nawas malah diberi hadiah karena alasannya masuk akal. Sejak kejadian itu, raja pun menginstruksikan kepada rakyatnya untuk berak di sebelah utara sang raja, demi menjaga kesopanan kepada kotoran sang raja”.

Alkisah, Timur Lenk menghadiahi Nasrudin seekor keledai. Nasrudin menerimanya dengan senang hati. Tetapi Timur Lenk memberi syarat, Ajari terlebih dahulu keledai itu membaca. Dua minggu setelah sekarang, datanglah kembali kemari, dan kita lihat apa yang akan terjadi.

Nasrudin berlalu, sambil menuntun keledai itu ia memikirkan apa yang akan diperbuat. Jika dapat mengajari keledai itu membaca, tentu ia akan menerima hadiah, namun jika tidak, hukuman pasti akan ditimpakan kepadanya.
Dua minggu kemudian ia kembali ke istana. Tanpa banyak bicara, Timur Lenk menunjuk ke sebuah buku besar agar Nasrudin segera mempraktekkan apa yang telah ia lakukan. Nasrudin lalu menggiring keledainya menghadap ke arah buku tersebut, dan membuka sampulnya.

Si keledai menatap buku itu. Dan ajaib!! Tak lama kemudian Si Keledai mulai membuka-buka buku itu dengan lidahnya. Terus menerus, lembar demi lembar hingga halaman terakhir. Setelah itu, si keledai menatap Nasrudin seolah berkata la telah membaca seluruh isi bukunya.

Demikianlah, kata Nasrudin, Keledaiku sudah membaca semua lembar bukunya. Timur Lenk merasa ada yang tidak beres dan mulai menginterogasi, Bagaimana caramu mengajari dia membaca…?

Nasrudin berkisah, Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku, dan aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik halaman untuk bisa makan biji-biji itu, kalau tidak ditemukan biji gandumnya ia harus membalik halaman berikutnya. Dan itu ia lakukan terus sampai ia terlatih membalik balik halaman buku itu.

Tapi, bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya? tukas Timur Lenk. Nasrudin menjawab, Memang demikianlah cara keledai membaca, hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya.
Jadi kalau kita juga membuka buka buku tanpa mengerti isinya, berarti kita sebodoh keledai, bukan? kata Nasrudin dengan mimik serius.

Pada zaman dahulu di suatu negara (yang pasti bukan negara kita) ada seorang tukang pedati yang rajin dan tekun. Setiap pagi dia membawa barang dagangan ke pasar dengan pedatinya. Suatu pagi dia melewati jembatan yang baru dibangun. Namun sayang, ternyata kayu yang dibuat untuk jembatan tersebut tidak kuat. Akhirnya, tukang pedati itu jatuh ke sungai. Kuda beserta dagangannya hanyut.

Si Tukang Pedati dan keluarganya tidak terima karena mendapat kerugian gara-gara jembatan yang rapuh. Kemudian, mereka melaporkan kejadian itu kepada hakim untuk mengadukan si Pembuat Jembatan agar dihukum dan memberi uang ganti rugi. Zaman dahulu orang dapat melapor langsung ke hakim karena belum ada polisi.
Permohonan keluarga si Tukang Pedati dikabulkan. Hakim memanggil si Pembuat Jembatan untuk diadili. Namun, si Pembuat Jembatan tentu protes dan tidak terima. la menimpakan kesalahan kepada tukang kayu yang menyediakan kayu untuk bahan jembatan itu.

Kemudian, hakim memanggil si Tukang Kayu.Sesampainya di hadapan hakim, si Tukang Kayu bertanya kepada hakim, “Yang Mulia Hakim, apa kesalahan hamba sehingga hamba dipanggil ke persidangan?” Yang Mulia Hakim menjawab, “Kesalahan kamu sangat besar. Kayu yang kamu bawa untuk membuat jembatan itu ternyata jelek dan rapuh sehingga menyebabkan seseorang jatuh dan kehilangan pedati beserta kudanya. Oleh karena itu, kamu harus dihukum dan mengganti segala kerugian si Tukang Pedati.” Si Tukang Kayu membela diri, “Kalau itu permasalahannya, ya, jangan salahkan saya, salahkan saja si Penjual Kayu yang menjual kayu yang jelek. “Yang Mulia Hakim berpikir, “Benar juga apa yang dikatakan si Tukang Kayu ini. Si Penjual Kayu inilah yang menyebabkan tukang kayu membawa kayu yang jelek untuk si Pembuat Jembatan.’ Lalu hakim berkata kepada pengawalnya, “Hai pengawal, bawa si Penjual Kayu kemari untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya!” Pergilah si Pengawal menjemput si Penjual Kayu.

Si Penjual Kayu dibawa oleh pengawal tersebut ke hadapan hakim. “Yang Mulia Hakim, apa kesalahan hamba sehingga dibawa ke sidang pengadilan ini?” kata di Penjual Kayu. Sang Hakim menjawab, “Kesalahanmu sangat besar karena kamu tidak menjual kayu yang bagus kepada si Tukang Kayu sehingga jembatan yang dibuatnya tidak kukuh dan menyebabkan seseorang kehilangan kuda dan barang dagangannya dalam pedati.” Si Penjual Kayu menjawab, “Kalau itu permasalahannya, jangan menyalahkan saya. Yang salah pembantu saya. Dialah yang menyediakan beragam jenis kayu untuk dijual. Dialah yang salah memberi kayu yang jelek kepada si Tukang Kayu itu.” Benar juga apa yang dikatakan si Penjual Kayu itu. “Hal pengawal bawa si Pembantu ke hadapanku!” Maka si Pengawal pun menjemput si pembantu.

Seperti halnya orang yang telah dipanggil terlebih dahulu oleh hakim, si Pembantu pun bertanya kepada hakim perihal kesalahannya. Sang Hakim memberi penjelasan tentang kesalahan si Pembantu yang menyebabkan tukang pedati kehilangan kuda dan dagangannya sepedati. Si Pembantu tidak secerdas tiga orang yang telah dipanggil terlebih dahulu sehingga ia tidak bisa memberi alasan yang memuaskan sang Hakim. Akhirnya, sang Hakim memutuskan si Pembantu harus dihukum dan memberi ganti rugi. Berteriaklah sang Hakim kepada pengawal, “Hai, Pengawal, masukkan si Pembantu ini ke penjara dan sita semua uangnya sekarang juga!”

Beberapa menit kemudian, sang Hakim bertanya kepada si Pengawal, “Hai, pengawal apakah hukuman sudah dilaksanakan?” Si Pengawal menjawab, “Belum, Yang Mulia, sulit sekali untuk melaksanakannya.” Sang Hakim Bertanya, “Mengapa sulit? Bukankah kamu sudah biasa memenjarakan dan menyita uang orang?” Si Pengawal menjawab, “Sulit, Yang Mulia. Si Pembantu badannya terlalu tinggi dan gemuk. Penjara yang kita punya tidak muat karena terlalu sempit dan si Pembantu itu tidak punya uang untuk disita.” Sang Hakim marah besar, “Kamu bego amat! Gunakan dong akalmu, cari pembantu si Penjual Kayu yang lebih pendek, kurus, dan punya uang!” Kemudian, si Pengawal mencari pembantu si Penjual Kayu yang lain yang berbadan pendek, kurus, dan punya uang.
Si Pembantu yang berbadan pendek, kurus, dan punya uang bertanya kepada hakim, “Wahai, Yang Mulia Hakim. Apa kesalahan hamba sehingga harus dipenjara?” Dengan entengnya sang Hakim menjawab, “Kesalahanmu adalah pendek, kurus, dan punya uaaaaang!!!”

Suatu hari Jarwo dan Jono tengah asyik mengobrol di warung kopi. Mereka berdua mengobrol tentang perilaku berkendara motor di Indonesia.

Jarwo: Jakarta macet banget ya hari ini.
Jono: Bukan Jakarta Kang kalau nggak macet.
Jarwo: lya juga sih. Kapan ya Jakarta nggak macet lagi?
Jono: Gimana nggak macet, tha wong yang punya kendaraan makin banyak. Apalagi motor, saya sering kesel kalau lihat pengendara motor di negara kita. Lampu merah main serobot, nyalip nggak tau aturan.
Jarwo: Tapi ngomong-ngomong pengendara motor kita itu hebat lho, lebih hebat dari pembalap MotoGP.
Jono: Hebat apanya Kang? Lha wong orang Indonesia aja nggak ada yang balapan di MotoGP.
Jarwo: Pembalap MotoGP kalau nyalip kan hebat banget, belok kanan, belok kiri, miring kanan miring kiri. Tapi, kalau mau nyalip penuh perhitungan, kalau celahnya sempit, lebih baik cari kesempatan lain. Pokoknya yang penting nggak membahayakan keselamatan.
Jono: Kalau pengendara motor kita gimana?
Jarwo: Kalau pengendara motor kita mah jangankan mobil kecil, truk gandeng, bahkan kontainer tancap gas buat nyalip. Bahkan biar bisa cepat sampe, tak ada ruang untuk nyalip, trotoar pun jadi.
Jono: Oh, jadi gitu.
Jarwo: Ada lagi Kang. Sehebat-hebatnya pembalap MotoGP, nggak ada yang berani ngelawan arah. Pernah liat nggak pas Valentino Rossi lagi posisi satu, kemudian muter balik?
Jono: Ya nggak lah Kang.
Jarwo: Kalau pengendara motor kita, kalau cuma lawan arah mah biasa. Ada trotoar sikat, jembatan penyeberangan sikat, Asal cepat sampe.
Jono: Bener juga ya. Ada lagi nggak Kang?
Jarwo: Ada lagi. Saya lihat berita kalau pembalap MotoGP itu waktu kecilnya latihan pake motor kecil, balapan di jalanan khusus. Nah, kalau di kita, anak SMP aja udah banyak yang ke sana ke mari naik motor. SIM nggak punya, helm nggak pake, berani ngebut lagi. Mana ada pembalap MotoGP yang waktu balapan nggak pake helm? Kalau di kita mah pake nggak pake, ngebut ya ngebut aja. Nggak sadar nyawanya cuma ada satu atau gimana nggak tau. Takutnya kalau lagi asyik-asyiknya pake motor, liat polisi. Apalagi nggak bawa uang buat kasih salam tempel ke polisi. Langsung deh cari jalan alternatif atau berhenti dulu.
Jono: Bener banget Kang. Kayaknya punya temen polisi atau gimana gitu bisa cerita sampe sejelas ini.
Jarwo: Karena saya juga kadang kayak gitu, haha.
Jono: Ngomong-ngomong pernah kena tilang Kang?
Jarwo: Pernah.

Jono Ceritain dong Kang gimana kok bisa kena tilang?

Jarwo: Waktu itu ada lampu merah, berhubung lumayan sepi, saya nerobos aja. Eh, nggak taunya ada polisi yang ngejar saya. Akhirnya ditilang deh saya.
Jono: Polisinya nanya apa? Jarwo: Nanya begini “Anda tau kalau Anda tadi menerobos lampu merah?”,
“Tahu Pak,” saya jawab gitu. Polisi itu nanya balik, “Kenapa Anda tidak berhenti?” Saya jawab, “Saya nggak lihat Bapak
Jono: Hahaha. Akang bisa aja. Habisin dulu Kang kopinya, mumpung masih anget.
Jarwo: Gara-gara keasyikan ngobrol nih, jadi lupa sama kopi.

Sudah setahun lamanya saya dan kedua teman saya tinggal di Jl. Taman Siswa No. 45 Sekaran, Gunungpati. Ibu kos kami masih muda dan memiliki dua orang anak yang masih kecil. Beliau berbadan kurus, kecil dan tidak terlalu tinggi. Namun, beliau masih terlihat cantik dengan dibalut kulit yang bersih dan berwarna kuning langsat. Beliau adalah sosok yang menyukai kebersihan, sudah beberapa kali kami memperoleh teguran masalah kebersihan. Hanya saja teguran tersebut kami rasa salah sasaran. Karena kami masih menjaga dengan baik kebersihan di sekitar kamar kos kami. Kami pun kecewa dengan penilaian ibu kos yang tidak tepat pada sasarannya.

Pada awal mulai masuk kos, saya bersama dua teman kamar saya dan dua orang penghuni kos sebelah kamar sudah menyepakati adanya pembagian piket kebersihan. Setelah berjalan kurang lebih tiga bulan lamanya, ternyata piket tersebut mulai tidak berlaku. Kebersihan lantai dan kamar mandi yang telah disepakati dibersihkan secara bergantian, mulai ditinggalkan. Pada awalnya, saya dan teman saya tetap rutin membersihkan. Namun, lama kelamaan kami pun mulai enggan. Piket sudah tidak lagi berjalan, hanya atas kesadaran diri sendiri untuk bergantian mengepel lantai dan membersihkan kamar mandi. Tidak hanya masalah itu, tampak di tempat penyaringan pencucian piring terdapat banyak sampah plastik. Hal ini tentu menjadi masalah yang berarti, karena ibu kos kami sangat tidak suka dengan kondisi yang demikian. Benar saja, ibu kos marah dan mengomeli kami atas masalah tersebut. Hanya saja kami tidak merasa membuang sampah plastik di tempat penyaringan. Kami pun tahu bahwa sampah plastik itu adalah kepunyaan teman sebelah kamar kami. Namun apa daya, kami hanya mampu terdiam dan tak mampu mengelak sedikitpun. Kemudian, ketika sisa nasi mulai menumpuk di penyaringan. Kami pun kembali menjadi sasaran omelan, padahal kami sudah sering membuang sampah tersebut.

Hanya saja suatu ketika, kami merasa enggan dan berharap kiranya teman sebelah kamar kami mau membuangnya. Hanya saja harapan kami sia-sia, mereka pun tak ༀ kesadaran sedikitpun untuk bergantian membuang sampah. Setelah beberapa hari kemudian, aku dan dua teman kamarku kembali mendapat teguran dari ibu kos karena permasalahan air. Kami dianggap tidak bisa menghemat air dan terlalu boros dalam pemakaiannya. Padahal yang menggunakan air bukan hanya aku dan kedua temanku. Kami pun berpikir dan membuat kesimpulan atas teguran yang seringkali kami terima, namun tidak ditujukan pula untuk penghuni sebelah kamar kami. Kami merasa selalu disalahkan, bahkan atas kesalahan yang sesungguhnya tidak kami perbuat.

Kami merasa ibu kos terlalu pilih kasih dan menganaktirikan aku dan kedua temanku. Memang kami sadari, kami lebih muda dari penghuni sebelah kamar kami. Hanya saja, tidak sepatutnya itu menjadi patokan untuk selalu menyalahkan kami. Kami tentu merasa sangat kecewa dan jengkel atas semua teguran yang telah kami terima.

Di suatu pagi, Away lagi asik-asiknya makan bubur di tukang bubur langganannya. Sesudah kenyang, Away pun langsung segera untuk beranjak pulang kembali ke rumah.

Ditengah-tengah perjalanan pulang, Away mendapati sedikit kecelakan yaitu terserempet oleh pengendara motor yang ugal-ugalan. Kecelakaan ringan itu menyebabkan kaos Away robek-robek karena terjatuh dan terkena aspal.
Dengan terpaksa Away langsung berjalan kaki dengan memakai kaos yang robek itu. Karena rumah Away itu jauh, maka ia memutuskan untuk pergi ke toko kaos untuk membeli 1 pcs kaos yang baru, namun apa daya uangnya tidak mencukupi dan akhirnya Away pun tidak jadi untuk membeli kaos di toko itu.

Karena uang Away tidak cukup untuk membeli kaos, Away pun memiliki niat untuk mencuri kaos yang ada di jemuran rumah orang yang letak rumah itu hanya beberapa meter saja jarak dari toko kaos tersebut. Away pun ingin mengambil kaos yang bagus yang ada di jemuran kaos itu.

Sambil duduk-duduk manis didepan teras rumah yang menjadi target Away, ia benar-benar memperhatikan setiap orang yang melewati rumah itu. Jadi ketika sudah tidak ada orang-orang yang melewati rumah yang menjadi target untuk dicuri kaosnya, Away pun langsung mengambil kaos itu.

Ternyata perbuatannya itu berjalan dengan lancar dan mulus, Away berhasil mendapatkan kaos yang berwarna merah maroon yang merupakan kaos yang paling bagus yang ada di jemuran itu. Tidak disangka-sangka si pemilik rumah itu menyadari bahwa si Away itu telah mencuri dan mengambil kaos yang sedang dijemur olehnya.

Pemilik rumah yang sekaligus pemilik kaos itu teriak-teriak dan mengejar si Away. Apes sekali si Away itu, perutnya yang buncit sehingga tidak bisa membuat si Away lari kencang. Singkat cerita, si Away pun diseret ke kantor polisi untuk dilaporkan kejahatan yang telah dilakukan oleh si Away.

Sesudah dilakukan pemeriksaan oleh polisi, Akhirnya Away pun divonis dengan pasal pencurian dan kasus yang dilakukan oleh Away ini akan di sidang satu minggu lagi. Sial sekali nasib Away ketika itu, persoalan sepele seperti ini bisa membuatnya terseret ke meja hijau dan kedalam sel.Akhirnya tibalah hari persidangan, Away pun duduk di kursi tersangka dengan raut wajahnya yang pucat dan menundukan kepalanya kebawah.

Hakim: “Baiklah, Away, usiamu 22 tahun, sudah terbukti dan tertangkap basah bahwa kau telah mencuri pakaian orang yang sedang dijemur di halaman rumahnya yang harga kaosnya 50.000. Dengan tindakan dan perbuatan negatif ini, anda akan melanjutkan hukuman selama 5 tahun penjara,”
Away: “Loh?! Tunggu dulu pak hakim, hukuman yang diberikan untuk saya ini tidak adil sekali Kenapa hukuman yang diberikan oleh pak hakim terhadap saya lebih berat dibandingkan dengan hukuman para koruptor?” Lalu pak hakim pun memberikan sedikit penjelasan kepada Away, bahwa ia telah mencuri kaos sehingga merugikan 50.000 rupiah. Sementara para koruptor yang melakukan korupsi ini mencuru uang sebanyak 2 miliar, sehingga merugikan masyarakat dan rakyat Indonesia.

Nah, jikalau dihitung para koruptor ini hanya merugikan 10 rupiah saja setiap orangnya. Jadi kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh Away ini lebih besar dibandingkan dengan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang-orang yang korupsi (koruptor)

Cerita ini terjadi saat aku duduk dibangku SMA kelas XII. Di Kelasku ada salah satu murid perempuan yang gemar sekali menyontek saat ulangan. Kabarnya ia tidak pernah belajar meskipun akan ada ulangan. Namanya Candra, pagi itu aku berangkat lebih awal dari biasanya, karena mau belajar di kelas terlebih dahulu sebelum ulangan dimulai. Ketika aku memasuki ruang kelas sudah ada beberapa yang berangkat, sekitar sepuluh anak. Akupun memilih tempat duduk yang menurutku strategis.

“Nah, aku duduk disini aja. Nampaknya strategis deh.” Kataku.
Pukul 07.15 bel berbunyi menandakan ulangan akan segera dimulai. Bu Umi pun memasuki ruang kelas dengan tumpukan soal yang sudah ditangan.
“Sebelum mengawali ulangan pada hari ini. Marilah kita berdoa terlebih dahulu, agar berjalan dengan lancar, berdoa dimulai.”
Beliau mengawalinya dengan berdoa terlebih dahulu sebelum memulai ulangan. “Selesai.” Setelah berdoa selesai, ternyata beliau memindahkan tempat duduk kami. “Tolong tempat duduknya diganti ya anak-anak. Sesuai urutan presensi saja.” la meminta agar tempat duduk sesuai presensi. Dan ya, akupun duduk tepat di sebelah Candra, anak yang terkenal suka menyontek Itu. Awalnya aku berpikir positif mungkin semua itu hanya rumor belaka.
Setelah beberapa menit berlalu waktu mengerjakan soal ulangan, Candra tidak bisa diam dia selalu tengok kanan tengok kiri. Dan dia selalu menggangguku, dia meminta jawabanku.
“Eh, coba deh lihat jawabanmu.” Pintanya padaku.
“Nih.” Jawabku singkat.
Karena tak enak menolaknya, maka kuhadapkan saja lembar jawabanku padanya. Satu jam tiga puluh menit pun berlalu, menandakan bahwa waktu ulangan sudah selesai.
Aku hanya berharap nilai ulanganku lebih tinggi dari Candra. Hari pengumuman nilai ulangan pun keluar, dan ternyata nilai ulanganku lebih rendah dari Candra, meskipun itu hanya selisih lima poin. Tapi itu membuatku tidak terima dan menyesal karena sudah mau memberikan jawaban padanya.

Sepasang suami istri setengah baya yang sama-sama dari kalangan profesional merasa penat dengan kesibukan di ibu kota. Mereka memutuskan untuk berlibur di Bali. Mereka akan menempati kembali kamar hotel yang sama dengan ketika mereka bulan madu saat menikah 30 tahun yang lalu.

Karena kesibukannya, sang suami harus terbang lebih dahulu dan isterinya baru menyusul keesokan harinya. Setelah check in di hotel di Bali, sang suami mendapati pesawat komputer yang tersambung ke internet telah terpasang di kamarnya. Dengan gembira ia menulis email mesra kepada isterinya. Celakanya, ia salah mengetik alamat e-mail isterinya, seharusnya “yulia_12980@yahoo.com” yang dia tulis “yulia_12898@yahoo.com”. Dan tanpa menyadari kesalahannya ia tetap mengirimkan e-mail tersebut.

Di daerah Ungaran, seorang wanita baru kembali dari pemakaman suaminya yang baru meninggal karena ditabrak truk. Setiba di rumah, ia langsung cek e-mail untuk membaca ucapan-ucapan belasungkawa.
Baru selesai membaca e-mail yang pertama, ia jatuh pingsan. Anak sulungnya yang terkejut kemudian membaca e-mail tersebut, yang bunyinya:

To: Isteriku tercinta
Subject: Aku udah sampai!
Date: 9 Maret 2018

Aku tahu pasti kamu kaget tapi seneng dapat kabar dariku. Ternyata di sini sudah dipasang internet, katanya biar bisa berkirim kabar buat orang-orang tercinta di rumah. Aku baru sampai dan sudah check-in. Katanya mereka juga sudah mempersiapkan segalanya untuk kedatanganmu besok. Nggak sabar juga deh rasanya nunggu kamu. Semoga perjalanan kamu ke sini juga mengasyikkan seperti perjalananku kemarin.

Love,
Papah

NB: Di sini lagi panas-panasnya.

Pukul 06.00, Aku seperti biasa menunggu temanku yang bernama Qiqi di depan rumah. Namun, hingga pukul 06.30 Qiqi belum juga tiba. Aku sudah menghubungi Qiqi berkali-kali, namun tidak ada jawaban darinya. Pukul 06.40 Qiqi baru tiba di depan rumahku. Aku dan Qiqi bergegas pergi ke sekolah seperti biasanya. Baju putih abu-abu menjadi pakaianku saat itu. Tepat pukul 06.55 kami tiba di sekolah.

Semua siswa telah berkumpul di lapangan untuk melakukan upacara bendera rutin setiap hari senin. Kami dengan tergesa-gesa menuju ke dalam kelas dan langsung menuju ke lapangan. Tak lama kemudian, upacara pun dimulai dengan hikmat. Sekitar pukul 07.45 upacara bendera selesai dilaksanakan. Semua siswa, guru, dan karyawan segera menuju ruangan masing-masing untuk melaksanakan kegiatan kegiatan belajar mengajar. Aku dan Qiqi menuju kelas kami masing-masing, Aku di kelas X-3 dan Qiqi di kelas X-7.

Tepat pukul 08.00, kegiatan belajar mengajar pun dimulai. Pada hari itu, Aku dan teman-teman sekelas belajar seperti hari-hari biasa. Sekitar pukul 12.30 setelah istirahat kedua, Aku dan temanku melaksanakan ujian harian matematika pada bab logaritma. Soal yang diberikan oleh guru hanya lima soal dengan waktu mengerjakan 45 menit. Pada saat itu, Aku dan sebagian teman sekelasku mengerjakan soal dengan perasaan campur aduk. Perasaan itu muncul karena aku dan sebagian besar temanku kurang menguasai materi pada bab logaritma dan merasa tertekan karena guru pengampu mata pelajaran matematika sangat disiplin dan terkenal galak. Pada saat itu, Aku merasa pusing karena tidak dapat menjawab soal ulangan harian.

Ras pusing dan kesal bertambah tatkala temanku mengganggu konsentrasiku untuk menyontek hasil pekerjaanku. Empat puluh lima menit pun berlalu, dan tiba saatnya untuk mengoreksi dan membahas soal ulangan harian kami. Dan pada saat bu guru mengumumkan hasil ulangan kami, sebagian besar siswa kelas X-3 mendapat nilai di bawah KKM. Aku tidak begitu terkejut mendengar hasil ulangan harianku, namun Aku menggerutu dalam hati karena kesal. Kekesalanku muncul karena gangguan dari temanku dan soal yang diberikan sangat sulit. Empat puluh lima menit berlalu, tepatnya pukul 13.30, Aku langsung bergegas keluar kelas bersama teman-temanku.

Setelah bel tanda pulang berbunyi. Teman-temanku pun satu persatu pergi karena jemputan dan tebengan mereka telah datang. Aku menunggu sendiri di dekat pos satpam. Sekitar tiga puluh menit, Aku menunggu Qiqi, namun ia belum datang juga. Aku mencoba menghubungi Qiqi, namun tidak ada jawaban. Karena capek berdiri, Aku pun duduk di pos satpam. Teman-temanku yang lewat di depanku menawariku untuk pulang bersamanya, namun Aku menolaknya karena amanah dari ibuku setiap kali akan berangkat sekolah. Sekitar pukul 15.30, Qiqi belum juga membalas pesan dariku. Akhirnya Aku menghubungi ibuku, namun ibuku menyuruhku untuk tetap menunggu Qiqi. Pukul 16.45 Qiqi baru membalas pesanku, ternyata ia tertidur di mushola karena mata pelajaran terakhir guru pengampunya tidak hadir dan tidak memberi tugas, kemudian ia ke mushola untuk menungguku. Kemudian pukul 17.00 Qiqi menghampiriku dan langsung pulang ke rumah.

Dalam perjalanan pulang ke rumah, Aku menggerutu dalam hati dan mengomel pada Qiqi. Aku pun meluapkan semua kekesalan ku padanya.

Di sebuah sekolah SMA, pak guru dan tim KPU memberikan pengenalan singkat terkait pemilu di kelas tiga yang rata-rata usia siswanya telah memenuhi syarat untuk menjadi pemilih.

Pak Guru: Baik anak-anak, tadi sudah dijelaskan ya mengenai tata cara mencoblos. Sekarang bapak mau tanya, mumpung kalian sudah dapat hak pilih, sebelum nantinya kalian memilih, ada baiknya kita belajar dahulu tentang makna pemilu. Kira-kira apa tujuan pemilu:
Budi: Memilih pemimpin yang seagama pak!
Pak Guru: Hmmm…baiklah, ada pendapat lain?
Susan: Memilih pemimpin yang cerdas dan jujur pak.
Pak Guru: Bagus, lainnya?
Agus: Memilih pemimpin yang mau kasih uang ke rakyat pak…
Pak Guru: Eee….ada pendapat lain?
Dewi: Memilih pemimpin yang bekerja dengan sungguh-sungguh untuk rakyat pak.
Pak Guru: Yak, baiklah. Nah, bagaimana kalau begini…jadi…jika seumpama kita mempunyai calon yang tidak seperti yang kalian sebutkan tadi bagaimana dong?
Joko: Golput aja pak!!!
Pak Guru: Wah, kalau golput juga nggak memecahkan masalah dong!
Joko: Kalau nggak golput nanti ujung-ujungnya juga kecewa dengan pemimpin yang kita coblos…kan nggak seperti kriteria yang tadi di sebut teman-teman pak?
Andi: Menurut saya pak, susah cari pemimpin yang ideal. Tapi begini pak, menurut saya pemilu itu bukan untuk memilih pemimpin sempurna pak, tetapi untuk mencegah pemimpin buruk menjadi penguasa.: Bagaimana kita tahu pemimpin yang buruk Andi? Pak Guru
Andi: Pakai google translate pak…
Pak Guru: Lho kok?
Andi: Jadi kita transkrip dahulu omongannya pas kampanye atau pas debat, lalu masukan saja ke google translate. Kalau eror maka itu omongan pemimpin yang buruk pak.

Surip adalah seorang genius, profesor pintar yang berhasil menciptakan sebuah robot canggih, yang memiliki kemampuan mendeteksi kebohongan apapun yang dikatakan oleh manusia. Si Robot akan menampar siapapun yang mengucapkan kebohongan. Dengan bangga, Surip membawa robot itu kerumah untuk dipamerkan pada anak dan istrinya. Surip menunggu anaknya pulang untuk memperlihatkan hasil karyanya yang tercanggih itu.
Tetapi, anaknya tak kunjung pulang. Setelah sekian lama, baru sore hari lah si anak pulang.
“Joko, kamu dari mana? Kok jam segini baru pulang” tanya si Surip “Ada pelajaran tambahan Pap” jawab Joko, sang anak.
(Plak) Sang Robot menampar si anak dengan keras.
“Joko, ini adalah robot ciptaan papa, dia akan menampar siapapun yang berbohong! Sekarang katakan dengan jujur, kenapa kamu pulang telat ??!”
“Maaf pap…. aku habis menonton film di rumah teman”
“Film apa?”
“Film Komedi pap”
(Plak)
“Ayo katakan dengan jujur film apa ??”
“Maaf pap… saya menonton film porno”, jawab Joko sang anak sambil menunduk.
Mendengar jawaban Joko, Surip seketika marah. Matanya melotot. Sambil menunjuk-nunjuk, Surip berkata:
“Kamu ini yah… Kecil-kecil udah punya kelakuan kayak gitu? Kalo besar itu kamu mau jadi apa???! Kurang ajar kamu ya… bikin malu papap ajah.”
“Perbuatan yang benar-benar memalukan!!! papap waktu seumuran kamu gak pernah senakal kamu tau !!!”
(Plak) Surip sang profesor ditampar keras oleh si Robot. Seketika, suasana rumah hening beberapa saat.
Istri Surip, yang sedari tadi mendengarkan kejadian tersebut keluar kamar dan langsung berkata: “Abang ini gimana sih??? Sama saja kelakuannya kayak anak nya Buah Apel gak pernah jatuh jauh dari pohonnya kan? Inget
Bang, bagaimanapun, Joko itu anak Abang, jadi….”
Si robot menampar istri Surip sebelum dia sempat menyelesaikan kata-katanya
(Plak)
Dan, seketika suasana rumah hening…. hening begitu lama.

Kamis siang setelah perkuliahan usai, aku tidak langsung pulang. aku Justru pergi ke gedung dekanat. Rencananya aku akan memanfaatkan fasilitas hotspot kampus yang ada di gedung itu untuk mengunduh film yang sangat ingin aku tonton. Bukan sesuatu yang sebenarnya penting memang. Aku melenggang ke gedung dekanat seorang diri. Setelah sampai di sana, aku mencari tempat duduk yang nyaman dan mulai membuka laptopku. Jari-jemariku langsung menari di atas keyboard laptop mengetikkan username dan password sikadu agar bisa masuk ke jaringan hotspot di gedung ini. Sebuah senyuman tersungging di bibirku ketika proses login hotspot selesai dalam waktu singkat.

Kembali aku menarikan jari-jemariku di atas keyboard untuk mengetikkan judul film yang ingin aku download. Setelah film yang sangat-sangat aku cari ketemu dan mengklik icon download, mulailah proses pengunduhan itu. Biasanya waktu yang dibutuhkan untuk mengunduh film antara 15 sampai 30 menit. Karena aku mengunduh film dengan kapasitas MB yang lumayan besar, mungkin akan memakan waktu lebih dari 15 menit.
Aku menunggu proses pengunduhan selesai dengan membuka beberapa situs untuk membaca berita-berita yang sedang booming di pekan ini. Sedang asyik membaca-baca sembari proses pengunduhan selesai, tiba-tiba ada peringatan bahwa baterai laptop sudah dalam keadaan sekarat. Saat melihat sudah berapa persen proses pengunduhan berjalan, ternyata sudah hampir selesai, yaitu sudah 90%.

Segera saja aku membuka tasku untuk mencari charger sebelum laptopku benar-benar sekarat. Dan betapa terkejutnya aku setelah beberapa menit mengaduk-aduk isi tas. Ternyata aku lupa membawa charger laptop. “mati aku” pekikku dalam hati. Aku melihat proses pengunduhan lagi yang sekarang sudah mencapai 98% dengan batre laptop yang sudah sakaratul maut. Perasaanku benar-benar tidak karuan. Antara sebal dan harap-harap cemas apakah proses pengunduhan akan selesai sebelum laptopku benar-benar mati. Baru saja berharap demikian. Laptop yang sedang menjalankan proses pengunduhan yang sudah 98% itu pun mati.

Ingin sekali aku berteriak saking sebalnya. Perasaanku campur aduk antara sebal dan marah pada diri sendiri karena setelah dari tadi menunggu sekian lama tiba-tiba ada insiden laptop mati gara-gara kecerobohanku tidak membawa charger. Dengan lesu aku menutup laptop dan pulang tanpa hasil.

Tepat tanggal 29 Agustus 2015, Gita harus siap meningggalkan rumah tercinta untuk melanjutkan studinya di Universitas Negeri Semarang. Saat pagi hari, Gita kumpul bersama keluarganya di depan rumah sambil menikmati suasana yang begitu tentram.

Pada pukul 09.00 WIB, tiba-tiba Gita mendapat sms dari Nina, yaitu untuk ngajak berangkat ke Semarang bersama. Awalnya Gita bingung dengan tawaran tersebut, karena Nina sendiri berasal dari daerah Brebes. Setelah mereka berdua berbincang lewat via sms, akhirnya Gita menerima tawaran dari Nina. Asalkan nantinya Nina berhenti di Alun-alun Batang terlebih dahulu, agar lebih mudah untuk bertemu. Setelah itu Gita langsung menyiapkan segala barang bawaan, namun masih ada yang kurang, yaitu Flashdisk. Kemudian Gita bertanya kepada kakaknya. Ternyata flashdisk itu masih dipinjam oleh teman kakaknya. Awalnya Gita tidak khawatir dengan flashdisk tersebut, karena kakaknya bersedia untuk mengambilkan flashdisk. Namun, beberapa jam kemudian Gita mendapat sms dari Nina, ternyata ia sudah tiba di Alun-alun Batang. Padahal sebelumnya Nina sudah bilang bahwa dirinya akan tiba di Batang pukul 14.00 WIB. Tetapi semua itu diluar dugaan Nina. Ternyata Nina tiba di Batang lebih awal dari yang dikiranya. Sejak itu, Gita mulai tidak tenang, karena ia belum mandi. Setelah itu Gita langsung mandi dan siap-siap untuk berangkat ke Semarang. Beberapa menit kemudian, Gita sudah siap untuk berangkat, tetapi kakaknya belum pulang dari rumah temannya yang meminjam flashdisk Gita. Akhirnya Gita pun harus menunggu kepulangan kakaknya.

Menit demi menit ia lalui, ke sana kemari ia berjalan sendiri di dalam rumah seperti orang kebingungan, dan kesabaran gita pun sudah habis. la mulai jengkel kepada kakaknya, karena kakaknya belum pulang. Kejengkelan Gita kepada kakaknya mulai bertambah, karena hampir satu jam kakaknya belum pulang, sedangkan Nina sudah menunggu di Alun-alun Batang. Akhirnya Gita memutuskan untuk menyusul Nina yang berada di Alun-alun Batang, dan Gita menelpon kakaknya agar mengantarkan flashdisk di Alun-alun Batang.

Kebetulan adalah cara Tuhan untuk tetap anonim. Begitu kira-kira salah satu quote dari tokoh dunia Einstein. Pertanyaannya adalah, apakah memang benar-benar ada suatu kebetulan itu. Karena banyak orang yang sering mengatakan tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Berarti orang-orang itu menganggap semua yang terjadi itu takdir? Bukankah takdir berasal dari Tuhan? Dan kebetulan adalah cara Tuhan untuk tetap anonim. Jadi siapa yang salah disini, kebetulan atau takdir? Hei, tunggu dulu, tidak ada yang salah dari keduanya, hanya saja manusianya sendiri yang membuat mereka jadi salah. Apakah aku? Oh, tidak!
Sudah sejak lama aku mengenal kata kebetulan, akan tetapi baru kali ini mempertanyakannya begitu dalam. Kebetulan-kebetulan terus menghinggapiku tanpa aku tahu maksud sebenarnya. Mungkin belum, atau sudah, atau memang belum aku ketahui meski sebenarnya sudah terpampang nyata. Baiklah, simpan dulu kemungkinan-kemungkinan ini.

Kebetulan yang pertama, ketika aku beranjak SMA tepatnya kelas dua SMA aku tertarik pada sebuah buku yang sungguh fenomenal yaitu “Supernova: Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh”. Dari situ aku ketagihan untuk membaca serial selanjutnya. Dan bahasan paling menarik buatku adalah tentang sebuah kebetulan. Kebetulan sekali bukan? Isi ceritanya pun tentang kebetulan. Kebetulan ada dua orang cukup gila yang tidak keluar dari rumah selama berbulan-bulan sedang menulis sebuah roman sains hasil dari eksperimen psikologi serta fisika, yang mana tokoh di dalam roman tersebut juga sedang melakukan kehidupan persis dengan tulisan mereka di tempat lain. Kebetulan (lagi) diakhir dua orang cukup gila tersebut mempertanyakan apakah mereka pun termasuk jadi tokoh oleh seorang penulis lain di tempat lain pula, Ini kebetulan yang rumit. Tapi kenapa kebetulan aku pun tertarik?
Ah, sudah cukup dengan kata ‘kebetulan’.

Kebetulan yang kedua, saat aku tengah berselancar di internet tanpa tersengaja tetikus notebook menekan satu artikel yang berjudul “Plato dan Gua”. Entah kenapa meski bukan artikel yang ingin aku cari tapi aku tetap membacanya sampai akhir. Ceritanya adalah tentang persepsi serta dunia ide. Cukup panjang jika harus ku ceritakan disini. Pada intinya, tentang seseorang yang memiliki rasa ingin tahu yang besar kemudian berupaya mencari tahu hal itu dengan segenap jiwanya. Ketika ia udah mengetahuinya ternyata dia mengalami sebuah kesadaran bahwa masih banyak yang tidak diketahuinya. Lalu ia membagi hal yang diketahuinya kepada teman-temannya. Namun teman-temannya menganggapnya gila dan pembohong. Lalu mereka pun membunuh orang tersebut. Apa ini sebuah pertanda bahwa aku harus mempelajari hal yang demikian rumitnya? Setelah kebetulan dari Mbak Supernova sekarang kebetulan dari Om Plato. Sudah cukup enek dengan kebetulan pertama karena aku belum sepenuhnya paham, sudah ditambah lagi dengan Plato. Tapi ngomong-ngomong, selamat siang, Om Plato? Kini aku mengenalmu, meski belum sepenuhnya. Kebetulan juga aku sedang membaca sebuah buku yang membahas tentang dirimu dan teman-temanmu seperti Socrates, Demokritus, Aristo…tunggu dulu, kebetulan apa lagi ini? Ini sepertinya sudah masuk ke kebetulan yang ketiga.

Baiklah, sedikit saja tentang yang ketiga ini. Buku yang sedang kubaca ini cukup tebal. Bahasanya ringan tapi pembahasannya tidaklah ringan. Bahkan aku baru membaca belum mencapai sepertiga. Apakah aku harus menyelesaikannya? Ah, pertanyaan itu memang menjengkelkan. Jika sudah terlanjur maka lanjutkan, ada kalimat saran seperti itu. Tapi ada pula yang seperti ini, sudahlah lupakan saja, lagipula buku itu sudah jatuh tempo, kembalikan saja! Maka, jawabannya mungkin berada jauh di dalam diriku meski bukan di hati atau di otak. Sesuatu yang merindu untuk diketuk lagi pintunya. Baiklah, cukup sampai disini. Sebelum aku menjadi sepenuhnya suntuk. Mari minum kopi!

Beberapa waktu lalu, saya menjadi seksi acara di suatu kepanitiaan kegiatan. Saya menjadi seksi acara bersama dengan beberapa rekan saya, di antaranya adalah Tia dan Fifi. Ketika bersama mereka, sering terjadi perbedaan pendapat. Hanya saja kedua teman saya memiliki ego yang lebih tinggi.
Pada suatu waktu, kami berdiskusi untuk membahas suatu konsep acara. Kami membahas mengenal acara awal, di mana peserta yang mengikuti acara kami sebelumnya juga mengikut acara lain. Akan tetapi kami telah beradu pendapat saat membahas pengkondisian peserta di luar ruangan.

Kami membahas pengkondisian peserta di luar ruangan cukup lama. Karena Tia dan Fifi memiliki pendapat yang berbeda.keduanya tidak ada yang mau mengalah, berpegang teguh dengan pandangan masing-masing. Tia berpendapat bahwa semua peserta dikumpulkan menggunakan satu papan terlebih dahulu sebelum dikumpulkan dikelompokkan berdasarkan kelompok masing-masing peserta. Sementara Firfi berpendapat langsung masuk ke kelompok masing-masing.

Karena terdapat beberapa pilihan, seperti biasa kami mencari jalan keluar dengan musyawarah. Setiap pendapat kami pertimbangkan dengan sungguh-sungguh. Usulan Tia bagus, akan tetapi menurut Fifi hal tersebut membutuhkan waktu yang teramat lama.Sementara usulan Fifi lebih efisien dalam penggunaan waktu, akan tetapi kurang tertib. Karena Tia dan Fifi ngeyel dengan usulan mereka, musyawarah kami belum juga menemukan mufakat.

Akhirnya kami memutuskan untuk menggunakan usulan Tia, karena dinilai lebih tertib dan tidak membingungkan peserta. Akan tetapi Fifi merajuk, dia tetap saja tak setuju. Jika menggunakan usulan Tia tidak cukup 30 menit kata Fifi. Setelah mempertimbangkan susunan acara serta waktu, kami mencoba untuk menggunakan usulan Fifi. Kali ini giliran Tia yang protes. Jika menggunakan usulan Fifi pasti akan membuat bingung peserta dan pengelompokannya tidak tertib. Tia dan Fifi masih saja belum mampu menerima pendapat lain.

Setelah mempertimbangkan berbagai hal, akhirnya saya mengutarakan jalan tengahnya. Pengkondisian peserta di luar menggunakan satu papan. Setelah peserta berkumpul semuanya papan kelompok yang sebelumnya berada tepat di belakang satu papan inti langsung ke depan. Sehingga waktu yang diperlukan tidak begitu lama dan tetap tertib. Akhirnya Tia dan Fifi menyetujui usulan tersebut, meskipun dengan berat hati. Akan tetapi, saat pelaksanaan acara, Tia kembali menggunakan gagasannya. Tidak memperdulikan hasil yang telah disepakati.

Saya merasa jengkel, kesal. Lalu untuk apa kami bermusyawarah untuk apa memutuskan jalan tengah dan menyepakatinya. Toh, pada akhirnya dua teman saya tersebut tak menganggap dan tak peduli pada hal yang telah disepakati tersebut. Saya tidak tahu harus berbuat apalagi. Rasanya bagaikan buah simalakama. Menyetujui si A salah, menyetujui si B salah, mencari jalan tengah pun tak dihiraukan, diabaikan.

Masih dari sumber e-modul Bahasa dan Sastra Indonesia oleh Badiya Rifai, struktur teks anekdot sebagai berikut:

Teks anekdot juga memiliki unsur kebahasaan yang khas, yaitu:

Teks Anekdot memiliki sejumlah ciri khusus yang membedakannya dengan jenis teks lain, antara lain:

Demikian informasi mengenai contoh teks anekdot, struktur, unsur kebahasaan dan ciri-cirinya. Semoga menambah wawasan ya, infoers.

Contoh Teks Anekdot Singkat

1. Sedekah

2. Sate Babi

3. Kaum Almarhum

5. KUHP

6. Kisah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

7. BBM atau BBM

8. Guru dengan Murid Kelas 1 SD

9. Warna Danau

10. Tips Agar Lulus UN

11. Pesan di Online Shop

12. Orang Pintar

13. Anggota DPR Monyet Udud

14. Kepanjangan DPR dan MPR

15. Kereta dan Tukang Kupat Tahu

16. Cuma Salah Satu

17. Tes Uji Coba

18. Gigi Terakhir Disebut Apa?

19. Gaya Duduk Politikus

20. Wakil Rakyat

Contoh Teks Anekdot Panjang

21. Ekstrakurikuler

22. Entah Bau Apa

23. Anggota DPR

24. Mimpi

25. Nasib Kelompok Sepuluh

26. Tata Krama Membuang Hajat

27. Cara Keledai Membaca Buku

28. Hukum Peradilan

29. Pengendara Motor di Indonesia

30. Selalu Salah

31. Mencari Pakaian

32. Tidak Terima

33. Alamat Email yang Salah

34. Menunggu

35. Penyuluhan Pemilu

36. Robot Detektor Kebohongan

37. Gagal Mengunduh

38. Terdesak Waktu

39. Kebetulan Ini Berjudul ‘Kebetulan’

40. Buah Simalakama

Struktur Teks Anekdot

Unsur Kebahasaan Teks Anekdot

Ciri-ciri Teks Anekdot