2 Murid TK di Makassar Dikeluarkan Usai Ortu Protes Biaya Wisuda Rp 850 Ribu baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Dua murid di sekolah taman kanak-kanak (TK) Tunas Muda di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) dikeluarkan dari sekolah usai orang tua (ortu) protes biaya penamatan alias wisuda. Selain itu, ortu juga mempertanyakan penggunaan dana Biaya Operasional Penyelenggaraan (BOP) yang tidak transparan.

Rahmawati, salah satu orang tua murid, menyebut anaknya dikeluarkan setelah ia menyampaikan keberatan terhadap rencana kegiatan pelepasan siswa di lokasi permandian Galesong. Apalagi menurutnya, Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin (Appi) telah melarang pelepasan atau wisuda siswa di luar sekolah.

“Iya (dikeluarkan) kemarin. Kan begini, minggu lalu ada himbauannya Pak Wali larangan acara wisuda dan pelepasan di luar sekolah. Saya lihat di grup kita diminta bawa buku tabungan anak-anak untuk penamatan, saya ke sana mi di sekolah (protes),” katanya kepada infoSulsel, Rabu (30/4/2025).

Dia memperlihatkan imbauan tersebut kepada kepala sekolah. Namun aksinya tak digubris dengan alasan larangan hanya untuk acara pelepasan murid di hotel.

“Jadi saya bilang, bunda, kan saya panggil bunda itu kepala sekolah, Bunda ada ini imbauan pak wali kota untuk ditiadakan penamatan, bagaimana itu? Langsung dia bilang tidak, ini hanya untuk yang pergi di hotel. Saya bilang sama saja halnya kalau pergi di (permandian) Galesong,” jelasnya.

Rahmawati mengungkapkan tabungan pelajar anaknya senilai Rp 1.116.000 dipotong Rp 700 ribu untuk biaya pelepasan murid dan Rp 150 ribu untuk penampilan di televisi. Namun belakangan, kata Rahmawati, terungkap bahwa biaya tampil di televisi diambil dari BOP.

“Buku tabungan Rp 1.116.000 dipotong Rp 700 ribu (untuk pelepasan) dan untuk uang tampil di televisi Rp 150 ribu. Ternyata ada data tentang BOP, ternyata isinya itu BOP yang tahun 2023, ada juga anakku tamat di situ, data BOP itu, yang tampil di TVRI dananya diambil dari BOP. Terus selama ini kita bayar,” jelasnya.

Dia juga menuding biaya perlombaan untuk maulid yang dibebankan ke orang tua murid, ternyata menggunakan biaya BOP. Makanya dia bersuara di media dan berimbas anaknya dikeluarkan.

“Bahkan tahun lalu diadakan maulid juga dibebankan ke orang tua membawa bakul untuk perlombaan, ternyata dimasukkan juga itu di dana pengeluaran di BOP. Sampai viral, gara-gara itu kemarin anakku dikeluarkan,” katanya.

Belakangan, kata Rahmati, anak sepupunya yang kebetulan mengajar di sekolah itu juga dikeluarkan pihak sekolah. Padahal kasus ini tidak ada sangkut pautnya dengan anak-anak mereka.

“Sama anaknya sepupu yang guru di situ (juga dikeluarkan). Pas mengundurkan diri dikasih keluar juga anaknya, jadi 2 anak langsung,” jelasnya.

Atas kejadian itu, dia kembali menemui kepala sekolah mempertanyakan alasan anak-anak tersebut dikeluarkan dari sekolah. Namun kepala sekolah disebut tak bergeming dan tetap ngotot mengeluarkannya dari sekolah.

“Jadi saya pergi menghadap sebelum magrib, saya bilang tidak profesional ki bunda. Masa anakku dikasih keluar. Dia bilang, mauku di sini, harus dikasih keluarkan, dia bilang begitu,” kata Rahmawati.

Ortu murid lainnya, Yanti sekaligus guru di sekolah tersebut juga menyayangkan sikap kepala sekolah yang tidak transparan dengan pengelolaan BOP. Dia juga memprotes soal adanya dugaan sejumlah biaya telah ditanggung BOP tetapi tetap orang tua tetap dibebani.

“Saya tidak tahu soal anggaran di sekolah karena tidak ada keterbukaan dari pihak sekolah. Saya kaget juga ternyata ada dana di BOP 6 juta tampil di televisi. Sebagai orang tua dan guru kecewa, masa ke sesama guru sendiri tidak terbuka,” katanya.

“Ternyata dana yang kita pakai untuk live di televisi dan sebagainya ternyata memakai anggaran BOP sedangkan saya masih membayar uang penamatan,” tambahnya.

Yanti akhirnya memilih mengundurkan diri karena sudah merasa tidak nyaman. Namun dia tak menyangka anaknya juga langsung dikeluarkan dari sekolah.

“Masa saya mengundurkan diri, anakku juga ikut dipecat. Kan tidak masuk akal,” katanya kecewa.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya…

Kedua orang tua murid tersebut kini bingung untuk anaknya masuk ke jenjang sekolah dasar usai anaknya dikeluarkan. Padahal anaknya sudah dua tahun bersekolah di TK Tunas Muda.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

“Sekarang saya tidak tahu bagaimana caranya (dapat ijazah), itu saya harapkan, 2 tahun ini sekolah anakku,” kata Yanti.

Plt Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, Andi Bukti Djufrie, mengatakan telah memanggil kepala sekolah TK Tunas Muda untuk dimintai klarifikasi. Menurutnya, pihak sekolah menyebut Yanti mengundurkan diri sebagai guru dan otomatis anaknya pun dikeluarkan sebagai konsekuensi.

“Dia (kepala sekolah) sudah memberikan penjelasan seperti itu. Sebenarnya dipanggil juga ini gurunya untuk diklarifikasi bersama, tapi dia tidak mau datang,” kata Andi Bukti.

Bahkan Bukti menuding masalah ini dipicu oleh orang tua murid tersebut yang selalu curiga ke kepala sekolah. Sementara dari hasil klarifikasinya, kepala sekolah tersebut menyebut kegiatan itu telah disetujui oleh orang tua siswa dan tidak menggunakan dana BOP.

“Kepala sekolahnya tadi saya panggil ke kantor, jadi sebenarnya dalang dari semua ini adalah guru sekaligus orang tua siswa. Jadi ini guru selalu curiga sama kepala sekolah, dianggap bahwa BOP yang dipakai, padahal tidak. Itu dana siswa yang disetujui semua orang tua,” katanya.

Sementara itu, Kepala Sekolah TK Tunas Muda, Amusma Alwis belum memberi klarifikasi saat dihubungi infoSulsel, Rabu (30/4). Panggilan telepon dan pesan singkat yang dikirimkan belum direspons hingga berita ini ditayangkan.