TPQ di Makassar Ditutup Paksa gegara Sengketa Lahan, 70 Santri Diungsikan

Posted on

Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) Alimul Ilmi di Kecamatan Tamalate, Kota , Sulawesi Selatan (Sulsel) ditutup paksa diduga gegara sengketa lahan. Situasi ini menyebabkan sebanyak 70 santri terpaksa diungsikan ke rumah salah satu warga.

“70 santri ini kami ungsikan ke rumah warga. Tapi karena kondisi jumlah yang banyak maka kami ganti-gantian. Jadi contoh shift pertama 10 orang,” ujar Kepala TPQ Alimul Ilmi Supriadi kepada infoSulsel, Minggu (15/6/2025).

TPQ Alimul Ilmi yang terletak di wilayah Maccini Sombala, Jalan Deppasari, Makassar, itu ditutup dengan pagar tembok. Supriadi mengatakan, TPQ itu ditutup paksa oleh sejumlah orang yang datang di lokasi pada Kamis (5/6).

“Ini taman pendidikan Al-Qur’an yang saat ini berjalan kurang lebih 3 tahun dan alhamdulillah saat ini sekarang santrinya sebanyak 70 santri. Untuk TPQ itu sendiri sudah berjalan 3 tahun,” ungkapnya.

“Tetapi pada saat pembangunan di awal adalah bangunan seadanya dengan berjalan tiga tahun bangunan ini agak rapuh baloknya sehingga kami bersama orang tua santri berurungan untuk merenovasi,” sambungnya.

Saat proses renovasi TPQ berlangsung, muncul seorang oknum warga dan meminta pembangunan dihentikan. Oknum warga itu mengaku utusan dari perusahaan yang mengklaim kepemilikan lahan atas TPQ tersebut.

“Pada saat renovasi tempat mengaji ini ada seorang oknum yang datang mengaku dari utusan dari perusahaan untuk memberikan informasi ke kami bahwa tidak boleh dilanjutkan pembangunannya,” ungkapnya.

Supriadi mengaku TPQ tersebut dibangun setelah mendapat izin dari pemilik bernama Muh Akbar. Namun di satu sisi, oknum warga utusan dari salah satu perusahaan di Makassar juga mengklaim kepemilikan lahan yang perkaranya disebut tengah berproses di pengadilan.

“Sementara pengklaiman dari pihak sebelah ini (oknum yang memasang tembok) bahwa ini adalah sengketa terdaftar di pengadilan kami menolak karena memang selama ini tanah ini tidak pernah bersengketa tidak terdaftar di pengadilan,” jelas Supriadi.

Supriadi mengaku masih menunggu tindak lanjut dari pemerintah kecamatan dan aparat kepolisian yang sempat memediasi kasus ini. Saat penutupan berlangsung, pihaknya pasrah karena khawatir terjadi aksi kekerasan.

“Pada saat pemagaran ini betul-betul kami berada dalam kondisi terpojok betul-betul lorong ini penuh orang. Orang yang saya tidak kenali, besar tinggi pokoknya mencekam pada hari itu, cuma kami bersama pihak pemilik betul-betul menahan diri kami menempuh jalur-jalur hukum, jalur-jalur yang legal,” pungkas Supriadi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *