Syahruna Pembuat Uang Palsu Rp 640 Juta di UIN Makassar Divonis 4 Tahun Bui

Posted on

Terdakwa Muhammad Syahruna, divonis 4 tahun penjara atas keterlibatannya dalam kasus sindikat uang palsu senilai Rp 640 juta di gedung perpustakaan UIN Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Majelis hakim menyatakan Syahruna terbukti melakukan tindak pidana dengan memproduksi uang palsu.

Putusan itu dibacakan majelis hakim dalam persidangan di Ruang Kartika, Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel) pada Jumat (12/9/2025). Selain pidana penjara, Syahruna turut dijatuhi pidana denda sebesar Rp 50 juta.

“Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap Terdakwa Muhammad Syahruna dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda sejumlah Rp 50 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 1 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Dyan Martha Budhinugraeny membacakan amar putusannya, Jumat (12/9).

Hakim menilai perbuatan Syahruna yang memalsukan uang rupiah memenuhi seluruh unsur dalam Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Hal itu sebagaimana dalam dakwaan lebih subsidair penuntut umum.

Perbuatan Syahruna tersebut dinilai dapat menimbulkan permasalahan bagi perekonomian negara. Namun, hakim turut mempertimbangkan hal yang meringankan bagi Syahruna.

“(Hal yang meringankan) Terdakwa belum pernah dihukum. Terdakwa punya tanggungan keluarga,” papar hakim.

Sementara itu, majelis hakim turut menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa John Biliater selama 3 tahun penjara. Putusan tersebut dibacakan setelah sidang vonis Syahruna.

“Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap Terdakwa John Biliater Panjaitan dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda sejumlah Rp 50 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan,” kata Dyan Martha Budhinugraeny dalam persidangan.

Majelis hakim menilai John turut terlibat sebagai pihak yang membantu Syahruna dalam pembelian kertas dan tinta bahan baku untuk pembuatan uang palsu. John membantu mentransfer uang dari rekening Syahruna kepada perusahaan importir yang berada di Jakarta, sebab saat itu Syahruna meninggalkan kartu atmnya di rumah.

“Syahruna meminta bantuan terdakwa (John) mengambil atm miliknya untuk mengirim ke importir tersebut. Terdakwa (John) kemudian mengambil atm Syahruna yang ada pada istrinya dan mengirim uang secara bertahap sejumlah Rp 275 juta ke rekening importir tersebut,” terang hakim.

Maka perbuatan John dinilai melanggar Pasal 37 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Putusan tersebut mengacu pada dakwaan subsidair penuntut umum.

Meski demikian, hakim turut mempertimbangkan hal memberatkan dan meringankan dalam putusannya. Sama halnya dengan Syahruna, perbuatan John tersebut dianggap dapat merugikan perekonomian negara.

Sementara hal yang meringankan, John belum pernah dihukum sebelumnya dan telah menyesali perbuatannya. Hakim juga mempertimbangkan usia John yang sudah lebih dari 69 tahun.

“(Hal yang meringankan) Terdakwa berusia lanjut,” papar hakim.

Sebagai informasi, putusan majelis hakim terhadap Syahruna lebih rendah 2 tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut 6 tahun penjara. Tidak hanya itu, pidana dendanya pun lebih ringan dari tuntutan.

“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Muhammad Syahruna berupa pidana penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp 100 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun,” ujar Jaksa Aria Perkasa Utama dalam sidang tuntutan, Rabu (20/8).

Hal yang juga terjadi pada John, di mana putusan tersebut 3 tahun lebih rendah dari tuntutan jaksa. John dinilai melanggar Pasal 37 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa John Biliater berupa pidana penjara selama 6 tahun, dikurangi dengan masa penahanan dan penangkapan yang telah dijalani terdakwa. Denda sebesar Rp 100 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun,” kata Aria membacakan tuntutannya terhadap John.

Majelis mengemukakan peran Syahruna dalam kasus tersebut. Syahruna merupakan pihak yang memproduksi uang palsu dengan menggunakan alat dan bahan yang ada di rumah Annar Salahuddin Sampetoding serta alat yang disediakan oleh Andi Ibrahim.

“Terdakwa mencetak uang palsu dengan dibantu oleh Ambo ala yang dilakukan terdakwa di rumah Annar di Jalan Sunu 3 (Makassar) dan juga di lantai 1 ruang perpustakaan UIN Alauddin Makassar,” jelas Hakim Syahbuddin.

Syahruna memproduksi uang palsu sebanyak Rp 40 juta selama di rumah Annar Sampetoding. Sementara di gedung perpustakaan UIN Makassar, sebanyak Rp 600 juta uang palsu yang berhasil dicetaknya.

“Adapun uang palsu yang berhasil dicetak adalah sebanyak 6400 lembar pecahan 100 ribu dengan total nilai Rp 640 juta,” terang hakim.

“Kemudian uang rupiah palsu tersebut diserahkan kepada andi ibrahim secara bertahap,” lanjutnya.

Peran Syahruna dalam Kasus Sindikat Uang Palsu

Majelis mengemukakan peran Syahruna dalam kasus tersebut. Syahruna merupakan pihak yang memproduksi uang palsu dengan menggunakan alat dan bahan yang ada di rumah Annar Salahuddin Sampetoding serta alat yang disediakan oleh Andi Ibrahim.

“Terdakwa mencetak uang palsu dengan dibantu oleh Ambo ala yang dilakukan terdakwa di rumah Annar di Jalan Sunu 3 (Makassar) dan juga di lantai 1 ruang perpustakaan UIN Alauddin Makassar,” jelas Hakim Syahbuddin.

Syahruna memproduksi uang palsu sebanyak Rp 40 juta selama di rumah Annar Sampetoding. Sementara di gedung perpustakaan UIN Makassar, sebanyak Rp 600 juta uang palsu yang berhasil dicetaknya.

“Adapun uang palsu yang berhasil dicetak adalah sebanyak 6400 lembar pecahan 100 ribu dengan total nilai Rp 640 juta,” terang hakim.

“Kemudian uang rupiah palsu tersebut diserahkan kepada andi ibrahim secara bertahap,” lanjutnya.

Peran Syahruna dalam Kasus Sindikat Uang Palsu