Surat Ad-Dhuha merupakan surat ke-93 dalam Al-Qur’an yang terdiri dari 11 ayat. Surat ini termasuk dalam golongan surat Makkiyah karena diturunkan di Kota Mekkah.
Dikutip dari buku Tafsir Al-Quran 6 (Adh-Dhuha) oleh Ustaz Dr Afif Muhammad, Ad-Dhuha berarti waktu dhuha yakni waktu ketika Matahari naik dan mulai meninggi. Nama surat Ad-Dhuha diambil dari ayat pertama yang berisi sumpah Allah dengan waktu dhuha.
Hal ini menandakan bahwa waktu dhuha tersebut adalah waktu yang sangat penting. Pun terdapat keutamaan yang luar biasa di dalamnya.
Nah bagi infoers yang ingin membaca Surat Ad-Dhuha dan memahami maknanya lebih dalam, berikut infoSulsel menyajikan bacaan Surat Ad-Dhuha beserta tafsirnya.
Yuk, disimak!
وَالضُّحٰىۙ ١ وَالَّيْلِ اِذَا سَجٰىۙ ٢ مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلٰىۗ ٣ وَلَلْاٰخِرَةُ خَيْرٌ لَّكَ مِنَ الْاُوْلٰىۗ ٤ وَلَسَوْفَ يُعْطِيْكَ رَبُّكَ فَتَرْضٰىۗ ٥ اَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيْمًا فَاٰوٰىۖ ٦وَوَجَدَكَ ضَاۤلًّا فَهَدٰىۖ ٧ وَوَجَدَكَ عَاۤىِٕلًا فَاَغْنٰىۗ ٨ فَاَمَّا الْيَتِيْمَ فَلَا تَقْهَرْۗ ٩ وَاَمَّا السَّاۤىِٕلَ فَلَا تَنْهَرْ ١٠ وَاَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْࣖ ١١
Arab Latin: Wadl-dluhaa (1). Wal-laili idzaa sajaa (2). Maa wadda’aka rabbuka wa maa qalaa (3). Wa lal-aakhiratu khairul laka minal-uulaa (4). Wa lasaufa yu’thiika rabbuka fa tardlaa (5). A lam yajidka yatiiman fa aawaa (6). Wa wajadaka dlaallan fa hadaa (7). Wa wajadaka ‘aa’ilan fa aghnaa (8). Fa ammal-yatiima fa laa taq-har (9). Wa ammas-saa’ila fa laa tan-har (10). Wa ammaa bini’mati rabbika fa haddits (11).
Artinya: Demi waktu duha dan demi waktu malam apabila telah sunyi, Tuhanmu (Nabi Muhammad) tidak meninggalkan dan tidak (pula) membencimu. Sungguh, akhirat itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan (dunia). Sungguh, kelak (di akhirat nanti) Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu sehingga engkau rida. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(-mu); mendapatimu sebagai seorang yang tidak tahu (tentang syariat), lalu Dia memberimu petunjuk (wahyu); dan mendapatimu sebagai seorang yang fakir, lalu Dia memberimu kecukupan? Terhadap anak yatim, janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardik. Terhadap nikmat Tuhanmu, nyatakanlah (dengan bersyukur).
Dilansir dari laman muslim.or.id, berikut tafsir dari setiap ayat di Surat Ad Dhuha:
Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullahu mengatakan bahwa pada ayat 1 Surat Ad Dhuha, Allah SWT bersumpah dengan waktu siang ketika cahaya Matahari mulai terang yang merupakan datangnya waktu dhuha. Mengenai waktu duha, para ulama memiliki pendapat yang berbeda.
Sebagian ulama menyebut waktu dhuha dimulai sekitar 15 menit setelah Matahari terbit hingga beberapa menit sebelum waktu dzuhur. Namun, mengartikan dhuha sebagai waktu siang juga tidak dianggap keliru.
Dalam Surat Al-A’raf ayat 98, Allah SWT menyebutkan kata dhuha saat menggambarkan waktu siang. Hal itu menandakan bahwa dhuha bisa mencakup waktu yang lebih luas, tidak terbatas pada awal pagi saja.
Disebutkannya waktu malam sebagai bagian dari sumpah Allah SWT menunjukkan bahwa malam memiliki kedudukan istimewa. Malam adalah salah satu makhluk Allah yang dijadikan sebagai waktu istirahat bagi manusia, sekaligus sebagai waktu beribadah bagi hamba-Nya yang bertakwa.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
Sebagian ulama salaf menyebut bahwa Allah bersumpah dengan waktu malam merupakan bentuk pujian bagi hamba-Nya yang mengisi waktu malamnya dengan beribadah.
Surat Ad-Dhuha ayat 3 menjadi jawaban bagi orang-orang yang mendatangi Nabi Muhammad SAW dan berusaha menanamkan keraguan dihatinya. Allah menegaskan bahwa Dia tidak pernah meninggalkan atau mengabaikan Rasul-Nya, bahkan terus membimbing dan meninggikannya.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullahu:
ما تركك منذ اعتنى بك، ولا أهملك منذ رباك ورعاك، بل لم يزل يربيك أحسن تربية، ويعليك درجة بعد درجة.
Artinya: “Allah tidak akan pernah meninggalkanmu wahai Muhammad sejak Dia memeliharamu dan tidak pernah mengabaikanmu sedikit pun, bahkan Dia tetap akan mendidikmu dan mengangkat derajatmu.” (Tafsir As-Sa’diy)
Allah menyampaikan bahwa Nabi Muhammad akan senantiasa berada dalam keadaan terbaik, baik di masa kini maupun di masa yang akan datang. Ini merupakan bentuk nikmat dan penjagaan langsung dari Allah terhadap Rasul-Nya.
Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy mengatakan:
“Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama akan terus naik ke derajat yang tinggi. Allah akan kukuhkan agamanya, akan selalu menolong Nabi Muhammad dari musuh-musuh Islam, menguatkan langkah-langkah beliau, sampai berjumpa dengan Allah ‘Azza Wajalla. Sesungguhnya Rasulullah sampai ke derajat yang tidak pernah digapai oleh orang-orang terdahulu maupun akan datang, berupa keutamaan, nikmat, penyejuk pandangan, dan kebahagiaan hati.” (Tafsir As-Sa’diy).
Dalam ayat ini, Allah tidak menyebutkan secara spesifik bentuk pemberian-Nya. Salah satu hikmahnya adalah bahwa apapun yang membuat Rasulullah SAW puas dengan pemberian-Nya.
Adapun harapan Nabi Muhammad SAW adalah agar umatnya menjadi penghuni surga. Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah berkata kepada para sahabatnya:
والَّذي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بيَدِهِ، إنِّي لَأَرْجُو أنْ تَكُونُوا نِصْفَ أهْلِ الجَنَّةِ
Artinya: “Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh aku berharap bahwa kalian menjadi separuh ahli surga.” (HR Bukhari nomor 6528)
Syekh As-Sa’diy rahimahullah menjelaskan bahwa sejak kecil, Nabi Muhammad tidak diasuh oleh seorang ibu dan tidak pula memiliki ayah. Dalam keadaan belum mampu menjaga dirinya sendiri, Allah-lah yang menjaganya dan memberikan perlindungan.
Allah menitipkannya kepada sang kakek, Abdul Muthalib, lalu kepada pamannya, Abu Thalib. Kemudian Allah menolong Nabi dengan kekuatan-Nya dan dukungan dari kaum mukminin.
Dalam tafsir Ath-Thabari, dijelaskan bahwa dahulu Nabi belum berada dalam kondisi seperti sekarang yang penuh dengan karunia. Syekh As-Sa’diy kemudian menjelaskan bahwa pada awalnya Nabi tidak mengetahui tentang Al-Qur’an dan iman. Namun Allah mengajarkan hal-hal yang sebelumnya tidak diketahuinya, serta membimbingnya menuju akhlak dan amal terbaik.
Nabi Muhammad SAW dulunya bukanlah sosok yang memiliki kelebihan dalam hal duniawi. Namun seiring waktu, Allah mencukupkannya dengan berbagai karunia yang membantunya dalam menyebarkan dakwah.
Hal ini menjadi pelajaran bagi seluruh umat muslim bahwa keberadaan orang-orang yang memiliki harta dan menggunakannya untuk berdakwah adalah hal yang sangat baik. Bahkan dalam hadits riwayat Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:
لا حَسَدَ إلَّا في اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ عَلَّمَهُ اللَّهُ القُرْآنَ، فَهو يَتْلُوهُ آناءَ اللَّيْلِ، وآناءَ النَّهارِ، فَسَمِعَهُ جارٌ له، فقالَ: لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ ما أُوتِيَ فُلانٌ، فَعَمِلْتُ مِثْلَ ما يَعْمَلُ، ورَجُلٌ آتاهُ اللَّهُ مالًا فَهو يُهْلِكُهُ في الحَقِّ، فقالَ رَجُلٌ: لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ ما أُوتِيَ فُلانٌ، فَعَمِلْتُ مِثْلَ ما يَعْمَلُ.
Artinya: “Tidak diperbolehkan iri, kecuali kepada dua golongan, yaitu (pertama) orang yang Allah ajarkan Al-Qur’an dan dia membacanya baik malam atau siang hari. Sampai-sampai orang di sekitarnya mengatakan, andai saja aku mendapatkan apa yang si fulan dapat. Niscaya aku dapat beramal sebagaimana fulan. (Kedua) seseorang yang memiliki harta dan menggunakannya untuk kebaikan. Sampai-sampai ada yang berkata, duhai kiranya aku memiliki harta sebagaimana si fulan, niscaya aku dapat melakukan hal yang sama yang ia kerjakan dengan hartanya.” (HR Bukhari nomor 5026)
Setelah Allah menyebutkan berbagai nikmat yang diberikan, tidaklah pantas jika nikmat tersebut diiringi dengan perbuatan buruk seperti menghardik anak yatim. Sebaliknya, nikmat itu seharusnya memotivasi untuk berbuat baik, terutama kepada mereka yang lemah dan membutuhkan.
Bahkan Rasulullah SAW mengabarkan kebaikan bagi umatnya yang merawat anak yatim,
أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هكَذَا » وأشار بالسبابة والوسطى وفرج بينهما شيئاً
Artinya: “Aku dan yang merawat anak yatim, kelak di surga seperti ini (beliau menunjukkan jari tengah dan telunjuk beliau dan merenggangkannya sedikit sekali).” (HR Bukhari nomor 4998)
Salah satu bentuk kemuliaan akhlak Rasulullah adalah sifat tidak pernah menolak permintaan seseorang selama ia mampu. Bahkan perbuatan itu tidak hanya dilakukan kepada sesama muslim, melainkan kepada orang kafir sekalipun.
Nikmat yang dianugerahkan Allah mencakup nikmat dunia maupun agama. Tentu menyebutkan nikmat ini jika terdapat manfaat atau maslahat di dalamnya.
Syekh As-Sa’diy mengatakan:
“Mengabarkan nikmat Allah akan mengundang rasa syukur, menjadikan hati semakin cinta kepada Zat yang memberi nikmat, karena pada dasarnya hati akan condong kepada setiap pelaku kebaikan.” (Tafsir As-Sa’diy).
Nah infoers, itulah bacaan Surat Ad-Dhuha lengkap dengan tafsirnya. Semoga bermanfaat ya!