Sidang Pembuktian di MK, KPU Sulsel Beberkan Dasar Penetapan Paslon Naili-Ome [Giok4D Resmi]

Posted on

Komisioner KPU Sulsel, Ahmad Adiwijaya, dihadirkan sebagai pemberi keterangan dalam sidang lanjutan terkait sengketa hasil PSU Pilkada Palopo. Dia pun mengungkap dasar penetapan Naili Trisal-Akhmad Syarifuddin Daud (Ome) sebagai Paslon 04 dalam PSU Pilkada Palopo.

Sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) dimulai dengan agenda mendengarkan keterangan Dahyar dan Reski Adi Putra sebagai saksi dari pihak pemohon, yakni Paslon 3 Rahmat Masri Bandaso-Andi Tenri Karta di Gedung MK pada Rabu (2/7). Keduanya memberikan kesaksian secara bergantian.

Pada pokok kesaksiannya, Dahyar mengaku telah melaporkan Ketua KPU RI dan anggota KPU Sulsel ke DKPP karena memberikan ruang perbaikan administratif bagi Paslon 04 di luar tahapan resmi. Dia juga mengatakan bahwa laporan tersebut telah teregistrasi di DKPP.

Sementara itu, Reski Adi Putra menyoroti ketidakterbukaan status mantan terpidana dari Akhmad Sarifuddin saat pendaftaran. Dia menyinggung Bawaslu Palopo sebelumnya telah mengeluarkan rekomendasi pelanggaran administrasi berdasarkan temuan tersebut.

Keterangan saksi Reski sempat ditanggapi oleh kuasa hukum terkait. Dia menanyakan apakah saksi benar-benar baru mengetahui status Ome atau telah mengetahui jauh hari sebelum PSU digelar.

“Ini untuk saksi Reski. Apakah benar saksi baru mengetahui bahwa ternyata Akhmad Sarifuddin telah melakukan tindak pidana nanti setelah putusan MK, atau di Pilkada sebelumnya sudah tahu?” tanya kuasa hukum pihak terkait.

“Baru saya ketahui pada bulan Maret, nanti saya ketahui saat ribut isu di sosial media,” jawab Reski.

Mendengar jawaban itu, kuasa hukum pihak terkait kembali bertanya kepada saksi. Dia mendalami soal sikap saksi terhadap rekomendasi Bawaslu soal pelanggaran administrasi oleh Akhmad Sarifuddin.

“Satu lagi Yang Mulia, saudara saksi sebagai pelapor ya, apakah saksi sudah mengetahui hasil laporan saudara saksi dan apa sikap saksi setelah laporan itu diproses oleh Bawaslu?” kata kuasa hukum pihak terkait.

“Saya tidak menerimanya, maka saya lanjutkan tindak pidananya kemarin,” jawab Reski

“Saudara saksi, tindak pidana apa yang saksi laporkan? Tindak pidana apa?” tanya hakim Arsul Sani menimpali.

“Tindak pidana Pemilu Yang Mulia. Surat yang diberikan KPU tidak sesuai yang sebenarnya,” jawab saksi.

Dalam sidang tersebut, Ketua Hakim Saldi Isra juga memberikan kesempatan kepada Komisioner KPU Sulsel, Ahmad Adiwijaya sebagai pemberi keterangan.

“Ini anggota KPU Sulawesi Selatan, silakan, apa yang mau diterangkan?” tanya Saldi.

Mendapatkan kesempatan itu, Ahmad Adiwijaya memberikan penjelasan soal penetapan Naili Trisal-Akhmad Syarifuddin Daud (Naili-Ome) sebagai Paslon 04 dalam PSU Pilkada Palopo. Dia pun menjelaskan runutan peristiwanya.

“Izin Yang Mulia, terkait dengan kedudukan pencalonan pascaputusan PHP (Perselisihan Hasil Pemilihan) Wali Kota Palopo itu kemudian menjadi dasar kami melaksanakan tahapan pencalonan. Kemudian keluar surat dinas KPU RI terkait dengan tahapan pencalonan yang dimulai sejak pendaftaran tanggal 8-10 Maret, yang diawali pengumuman di tanggal 4-7 Maret,” kata Ahmad Adiwijaya.

“Selanjutnya, setelah Paslon nomor 4 mendaftar di tanggal 10 Maret, tanggal 11 Maret kami melakukan penelitian administrasi terhadap calon pengganti dan itu dinyatakan memenuhi syarat untuk kasus pajak atau SPT 5 tahun terakhir,” sambungnya.

Ahmad Adiwijaya juga menjawab soal penetapan Akhmad Sarifuddin sebagai calon wakil wali kota. Menurutnya, KPU tidak lagi melakukan verifikasi administrasi dengan sejumlah alasan.

“Untuk Akhmad Sarifuddin, itu tidak lagi kami melakukan verifikasi administrasi lagi sebagaimana pertimbangan di amar putusan 168,” katanya.

Lebih lanjut Ahmad Adiwijaya menjelaskan bahwa pihaknya justru sempat meminta perbaikan berkas persyaratan terhadap Naili dengan masa dua hari, yakni 15-17 Maret 2025. Hal ini karena Naili tidak memasukkan surat keterangan kesehatan rohani.

“Tanggal 17 Maret yang bersangkutan memasukkan perbaikan yakni surat keterangan rohani, setelah dimasukkan, kita kemudian lanjut penelitian administrasi tanggal 17 Maret dan hasilnya dinyatakan memenuhi syarat untuk calon pengganti atas nama ibu Naili,” katanya.

Dia mengatakan pihaknya telah membuka masa masukan dan tanggapan masyarakat terhadap hasil penelitian administrasi khususnya pada syarat calon tersebut. Namun tidak ada masukan dan tanggapan selama tiga hari waktu yang ditentukan, yakni 19-21 Maret.

“Tanggal 21, pukul 23.59, tidak aada tanggapan masyarakat terhadap penelitian tersebut. Kemudian di tanggal 23 kita tetapkan pasangan nomor urut 4 sebagai peserta pemilihan pascaputusan Mahkamah Konstitusi 168,” jelasnya.

“Itu Yang Mulia, gambaran kurang lebih terkait proses pencalonan, bahwa memang yang kita lakukan penelitan administrasi hanya terkhusus terhadap calon pengganti dan terhadap Akhmad Sarifuddin itu kita tidak lagi lakukan penelitan administrasi terhadapnya,” imbuhnya.

Ahmad Adiwijaya juga memberikan penjelasan soal rekomendasi Bawaslu Palopo mengenai dugaan pelanggaran administrasi Akhmad Sarifuddin yang dikeluarkan pada 2 April 2025. Dia mengatakan pihaknya telah melakukan telaah hukum, konsultasi ke KPU RI, hingga melakukan pleno pada 7 April sebagaimana diatur pada PKPU Nomor 15 Tahun 2024 tentang Penyelesaian Penanganan Pelanggaran Administrasi.

“Tanggal 8 April kami bersurat ke pihak terkait dalam hal ini Paslon 04 dan Bawaslu Kota Palopo dengan surat dinas 499 untuk Bawaslu Kota Palopo dan 1.500 untuk pihak terkait dalam hal ini Paslon 04,” kata Ahmad Adiwijaya.

“Isi surat dinas kami tersebut menyampaikan bahwa memberikan kepada yang bersangkutan untuk khusus untuk saudara Ome (Akhmad Sarifuddin) untuk melakukan pemenuhan dokumen selama 5×24 jam dan setelah itu yang bersangkutan melalui Liaison Officer-nya atau LO-nya menyerahkan ke kami KPU Sulsel yang melaksanakan tugas sebagai KPU Palopo,” sambungnya.

Lebih lanjut Ahmad Adiwijaya menjelaskan bahwa pihaknya melakukan klarifikasi terhadap 4 dokumen Akhmad Sarifuddin alias Ome. Dokumen dimaksud salah satunya terkait dengan status Ome sebagai mantan terpidana.

Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.

“Sebagai status mantan terpidana. Memang untuk calon, baik wali kota maupun wakil wali kota, apabila dia tidak pernah terpidana maka dia mengurus surat tidak pernah terpidana dari pengadilan, namun jika ia mantan terpidana maka tidak perlu lagi mengurus surat tidak pernah terpidana, cukup menunjukkan surat keterangan dari media yang dibuktikan dengan pengumuman di media, media sosial, dan ruang terbuka,” ujar Ahmad Adiwijaya.

“Kemudian yang kedua surat keterangan dari lembaga berwenang, dalam hal ini Kejaksaan bahwa tidak pernah berbuat pidana terulang, dan surat keterangan dari Lapas, dan terakhir putusan pengadilan,” jelasnya.

Simak di halaman berikutnya: KPU Sulsel Bicara soal SPPT Naili….

Dalam sidang di MK, Ketua Majelis Hakim Saldi Isra memberikan kesempatan kepada pihak termohon menanggapi penjelasan Ahmad Adiwijaya. Pihak termohon lantas menanyakan soal SPT dari Naili Trisal.

“Baik mempertegas saja yang Mulia, tadi belum terjelaskan mengenai rekomendasi 01 terhadap Naili, terkait SPT, seperti apa tahapannya pascarekomendasi itu, apa saja tindakan-tindakan dari pemberi keterangan, terimakasih Yang Mulia,” tanya pihak termohon.

“Baik tadi kami sudah sampaikan terkait dengan SPT Bu Naili, di awal Mei ada rekomendasi Bawaslu yang masuk terhadap rekomendasi itu kita melakukan tindaklanjut, tindaklanjut yang kami lakukan terkait rekomendasi Bawslu terkait pajak tahunan, telah kami tindaklanjuti, kami rapat internal, berkonsultasi ke KPU RI, melanjutkan melakukan klarifikasi ke KPP Pratama Tanjung Priuk terkait dengan SPT tersebut,” jelas Ahmad Adiwijaya.

Mendengar penjelasan itu, pihak termohon menanyakan apa hasilnya klarifikasi ke KPP Tanjung Priuk tersebut. Ahmad Adiwijaya pun menjelaskannya.

“Hasilnya klairfikasi, waktu itu yang klarifikasi langsung adalah ibu Upi Hastati selaku Kadiv Hukum bersama saya, hasilnya adalah ada berita acara keluar dari kantor KPP Pratama Tanjung Priuk yang menyatakan bahwa Ibu Naili telah melakukan kewajiban membayarkan pajak 5 tahun terakhir dibuktikan dengan dokumen berita acara kepala kantor tersebut,” jawabnya.

Menanggapi penjelasan itu, Hakim Saldi Isra mengingatkan pemberi keterangan bahwa yang dipersoalkan adalah adanya perbedaan dokumen terkait SPT yang disetorkan Naili saat pendaftaran ke KPU.

“Yang disoalkan sama mereka itu bukan soal bayar pajak atau tidak, ada bukti yang berbeda antara huruf ya, itu yang jadi masalah, kalau soal bayar pajaknya tidak dipermasalahkan, itu yang harus dijelaskan,” kata Saldi.

“Ini kan setelah rekomendasi Bawaslu keluar, itu kan dilakukan klarifikasi terhadap Ibu Naili, itu disampaikan lagi diperbaiki atau bagaimana itu terhadap dokumen tersebut?” ujar pihak termohon menimpali.

Ahmad Adiwijaya kemudian menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan klarifikasi langsung ke KPP Pratama. Langkah yang sama dilakukan KPU Palopo ke pihak Naili Trisal.

“Ya baik, di waktu bersamaan kami berdua Ibu Kadiv Hukum melakukan klarifikasi ke KPP Pratama juga klarifikasi di kantor KPU Kota Palopo terhadap LO paslon dan Ibu Naili dan dinyatakan sudah benar,” ujar Ahmad Adiwijaya.

“Dan kemudian tadi, izin Yang Mulia, terkait perbedaan tanggal itu memang ada Yang Mulia, yang awalnya di sistem kita 25 Februari 2025, kemudian ada yang benar, yakni di tanggal 6 Maret 2025, sebelum masa pendaftaran dibuka,” jawabnya.

Ketua KPU Sulsel Hadir Sebagai Pemberi Keterangan

KPU Sulsel soal Status Ome Sebagai Eks Terpidana

KPU Sulsel soal SPPT Naili

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *