Pemerintah Kota (Pemkot) Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel), bakal menertibkan asetnya di lahan reklamasi Cempae atas rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rencana tersebut berbuntut 117 sertifikat hak milik (SHM) tanah milik warga yang berada di lahan tersebut dibekukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Berdasarkan data yang ada pada Kantor Pertanahan Kota Parepare, pada lokasi dimaksud (reklamasi Cempae) telah terbit sertifikat hak milik pada kurun waktu tahun 1981 sampai dengan tahun 2019,” kata Kepala Kantor BPN ATR Parepare, Ridwan Jali Nurcahyo, Kamis (26/6/2025).
Ridwan mengatakan, sertifikat itu untuk sementara dibekukan berdasarkan surat dari Pemkot Parepare. Pembekuan sertifikat tanah itu juga berdasarkan hasil pertemuan Pemkot dan KPK.
“Kita tindak lanjuti berdasarkan surat dari Pemkot Parepare tanggal 17 September 2019 perihal identifikasi dan pembekuan izin pensertifikatan di atas lokasi Cempae. Hal itu menindaklanjuti hasil pertemuan Evaluasi dan Monitoring KPK dengan Pemerintah Kota Parepare,” jelasnya.
Dia mengatakan, hingga saat itu pihak BPN tidak lagi melayani penerbitan sertifikat yang berada di atas lahan reklamasi Cempae. Sehingga Pemkot Parepare bisa melakukan penertiban tanah yang tercatat sebagai aset pemerintah.
“Maka Kantor Pertanahan Kota Parepare belum dapat melaksanakan pelayanan pertanahan dan penerbitan sertifikat hak atas tanah pada lokasi tersebut,” pungkasnya.
Kabid Aset Badan Keuangan Daerah (BKD) Parepare, Musdaliah Karim mengungkapkan, pihaknya juga telah membentuk tim untuk melakukan sensus Barang Milik Daerah (BMD). Tim nantinya akan menertibkan aset milik Pemkot Parepare yang dipakai oleh pihak lain.
“Sementara ini tim saya turun melakukan sensus BMD selama 1 bulan. Nanti akan ketahuan aset mana yang dikuasai secara sepihak tanpa ada perjanjian ataupun izin penggunaan ke Pemda,” ungkap Musdaliah.
Musdaliah mengatakan penertiban aset akan dilakukan secara umum, termasuk lahan reklamasi Cempae. Dia mengungkapkan ada 117 sertifikat yang diterbitkan di lokasi reklamasi Cempae.
“Kalau data dari BPN itu ada 117 (sertifikat),” singkatnya.
Plh Sekda Parepare, Amarun Agung Hamka mengatakan lahan reklamasi tersebut terletak di Jalan Petta Unga Cempae, Kelurahan Watang Soreang, Kecamatan Soreang. Dia menyebut rekomendasi KPK untuk melakukan penertiban setelah melalui Monitoring Center for Prevention (MCP).
“Penertiban aset ini adalah bentuk nyata komitmen Pemerintah Kota dalam menindaklanjuti rekomendasi dari lembaga negara, yaitu KPK melalui Monitoring Center for Prevention (MCP),” kata Amarun.
Simak respons warga di halaman selanjutnya.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Warga yang tinggal di lahan tersebut heran sertifikat miliknya tiba-tiba disebut dibekukan tanpa pemberitahuan. Dia menegaskan lahan yang ia miliki telah mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) serta pajak bumi dan bangunan (PBB).
“Kurang tahu juga (kenapa dibekukan). Kita di sini membangun berdasarkan sertifikat hak milik, IMB dan PBB-nya juga ada,” ungkap salah seorang warga bernama Ardiansyah kepada infoSulsel, Sabtu (28/6).
Ardiansyah menjelaskan, tanah itu dibeli dari warga yang mengantongi sertifikat hak milik (SHM) tahun 2014 lalu. Bahkan dia sudah mengurus balik nama sertifikat tersebut.
“Tahun 2014 (dibeli) dari warga yang punya sertifikat di bibir pantai. Iya (sudah dibalik nama),” katanya.
Dia juga mengaku heran karena Pemkot mengklaim tanah itu sebagai aset daerah. Ardiansyah menegaskan tanah miliknya tidak mungkin memiliki sertifikat ganda.
“Aset yang mana? Terus kenapa diterbitkan sertifikat? Mungkin yang dimaksud aset pemerintah yang tidak bersertifikat. SHM tidak mungkin bisa dobel,” imbuhnya.
Menurutnya, jika Pemkot Parepare ingin melakukan penertiban bagi warga yang punya sertifikat, harus memberikan ganti untung. Dia menegaskan membangun di tanah tersebut karena mengantongi sertifikat.
“Kalau mau ditertibkan yah ganti untung toh. Kita membangun karena ada sertifikat,” ujarnya.