Pengawasan truk pengangkut material yang membandel di Poros BTP-Moncongloe sulit dilakukan dengan efektif. Perbedaan aturan antara Kota Makassar, Kabupaten Maros, dan Kabupaten Gowa menjadi salah satu kendala.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Makassar M Rheza mengatakan jam operasional truk merupakan hal yang paling dikeluhkan selama ini. Namun dia mengaku bingung sebab aturan jam operasional di Makassar berbeda dengan di Maros dan Gowa.
Kondisi inilah yang membuat truk-truk bandel kerap didapati melintas di area BTP Makassar di luar jam operasional yang telah ditentukan. Rheza menyebut jam operasional truk di Makassar diatur mulai pukul 22.00 Wita.
“Jadi, itu Bumi Tamalanrea Permai (jalur BTP-Moncongloe) memang kan jalur provinsi. Aturannya memang itu kan di atas jam 10 malam. Kita di Makassar itu dari dulu kondisinya seperti itu bahwa kita Pemkot mau menerapkan jam 10 malam baru buka, sementara kabupaten tetangga (Maros dan Gowa) itu bukanya pagi dan siang,” ujar Rheza kepada infoSulsel, Senin (15/9/2025).
Rheza mengaku sudah menempatkan personel di sejumlah titik perbatasan, seperti Barombong, Jalan Hertasning, Antang, hingga BTP. Dia menyebut para petugas bertugas menghalau truk besar yang nekat masuk kota sebelum waktunya.
“Saat ini anggota Dishub Makassar di perbatasan Gowa (Barombong), di Hertasning, Antang, kemudian di BTP situ tiap pagi. Saya melanjutkan kebijakan lama, saya baru 2,5 bulan di Dishub, itu sampai jam 9 pagi kita halau,” bebernya.
Rheza mengatakan kondisi itu membuat sopir truk juga terkadang menunggu di perbatasan sebelum masuk Makassar. Akibatnya, kendaraan yang parkir sembarangan di jalan kerap menimbulkan kemacetan.
“Jadi, kasihan juga orang yang membawa mobil itu. Untuk masuk Makassar, dia berada di tengah-tengah, kabupaten penyangga sudah buka, kita tutup. Mereka akhirnya selama ini menunggu di perbatasan. Di perbatasan itu dia bikin macet kalau dia parkir,” terangnya.
Rheza menegaskan hanya truk dengan kapasitas di bawah 8 ton yang diizinkan melintas di Makassar pada siang hari. Sementara truk besar akan diputar balik untuk menunggu jam operasional malam.
“Kalau ada mobil mau masuk itu kita larang itu. Kalau yang 8 ton atau 10 roda itu kita tahan, kita suruh mutar,” tegasnya.
Rheza berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel turun tangan memediasi perbedaan aturan antara Makassar dengan Gowa-Maros. Sebab, Dishub Makassar menilai situasi ini sudah menjadi dilema bagi sopir maupun pemerintah.
“Bagaimana jalan keluarnya karena Gowa dan Maros itu bisanya pagi, siang. Sementara kami ini Makassar malam. Ini kan dilema juga,” terangnya.
Sebagai informasi, aturan jam operasional truk di Makassar diatur dalam Perwali Nomor 94 Tahun 2013. Truk dengan tonase 8 ton atau lebih atau memiliki 10 roda hanya boleh beroperasi pukul 21.00 hingga 05.00 Wita.
Rezha juga mengungkap sopir truk membandel di Poros BTP-Moncongloe kerap mengaku dibekingi aparat. Alasan itu yang membuat mereka berani beroperasi di luar jam operasional.
“Ada proyek-proyek orang besar. Jual nama semua. Kemarin anak-anak (anggota Dishub) ribut dengan sopir truk. Dia (sopir truk) jual-jual nama semua. (Aparat) Ini yang pegang, ini yang pegang, tidak usah saya sebut,” ujar Rheza.
Dia menyebut pihaknya juga tidak bisa melakukan penilangan karena menjadi kewenangan kepolisian. Menurutnya, pihaknya hanya bisa mengantisipasi dan menghalau truk-truk yang akan melanggar.
“Hanya polisi yang bisa menilang. Ini juga kelemahan kita Dishub karena tidak bisa menilang, tidak bisa menindaki, paling kita halau. Apalagi kalau yang dibeking-beking sama aparat,” terangnya.
Sementara itu, Dishub Maros mengklaim pengawasan truk tambang yang mengangkut timbunan di Poros Moncongloe-BTP rutin dilakukan tiap hari. Hasil pengawasan oleh instansi terpadu dilaporkan melalui grup WhatsApp.
Kepala Dishub Maros Wempi Sumarlin mengungkapkan pengawasan rutin melalui WhatsApp itu diputuskan usai rapat koordinasi terpadu pada Jumat (5/9) lalu. Rakor tersebut dipimpin oleh Wakil Bupati Maros Andi Muetazim Mansyur dan dihadiri oleh unsur Kepolisian, Kejaksaan, TNI, Dinas PU, Dinas PMPTSP, Dinas Perhubungan, Satpol PP, dan Dinas Lingkungan Hidup.
“Dengan hasil agar segera melakukan pemantauan terhadap aktivitas tambang dan dilaporkan setiap hari melalui grup WhatsApp yang ada,” ujar Wempi dalam keterangan tertulisnya kepada infoSulsel,Senin (15/9).
Wempi juga mengungkapkan operasional truk pengangkut tambang ini diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) Maros Nomor 102 Tahun 2016 juncto Perbup 78/2019 tentang Penggunaan Jalan Umum Kabupaten untuk Angkutan Hasil Tambang dan Hasil Usaha Lainnya. Bupati Maros juga telah menerbitkan imbauan tentang angkutan material tambang terutama soal jadwal operasional dan larangan melebihi tonase yakni maksimal 8 ton.
“Mengingat tingginya tingkat kecelakaan akibat pengangkutan material tambang, sehingga direkomendasikan untuk setiap aktivitas pengangkutan material tambang dibatasi antara pukul 08.00 sampai dengan 16.00 Wita dan di luar jam-jam sibuk yakni bertepatan dengan jam masuk, jam istirahat dan jam pulang anak sekolah,” katanya.
Imbauan lainnya yakni membatasi kecepatan maksimal 40 km/jam, serta mewajibkan muatan ditutup terpal dan roda kendaraan dibersihkan sebelum keluar dari lokasi tambang. Kendaraan juga harus laik jalan sesuai aturan, dengan pengemudi yang memiliki SIM resmi, bukan di bawah umur, serta bebas dari pengaruh narkotika.
“Dalam pengangkutan material kecepatan maksimal kendaraan tidak melebihi 40 km/jam,” katanya.
Wempi juga mengklaim telah melakukan sosialisasi mengenai aturan pengangkutan material tambang di Kecamatan Moncongloe, Tanralili, dan Tompobulu bersama Polres Maros. Sementara untuk penambangan ilegal, kata dia, laporan dapat disampaikan langsung ke Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Selatan atau pihak berwenang lainnya.
“Dalam hal masyarakat mengetahui adanya pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan agar segera melaporkan kepada pihak yang berwenang untuk dapat ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Khusus untuk aktivitas penambangan ilegal, maka dapat dilaporkan kepada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulsel atau pihak berwenang lainnya,” pungkas Wempi.