Hari-hari menjelang Natal adalah momen tepat bagi umat Katolik untuk merenungkan kehadiran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Renungan hari ini, Selasa 23 Desember 2025, mengajak kita memahami bahwa setiap peristiwa dalam hidup memiliki waktunya menurut rencana Tuhan.
Berdasarkan kalender liturgi 2025 yang disusun oleh Komisi Liturgi KWI, Selasa, 23 Desember 2025 adalah peringatan wajib Santo Yohanes dari Kety. Adapun bacaan yang menjadi perenungan hari ini adalah Mal 3:1-4;4:5-6; Mzm 25:4bc-5ab-8-9.10.14;Luk 1;57-66.
Renungan Katolik 23 Desember 2025 mengangkat tema “Waktu Tuhan” yang dikutip dari buku Renungan Tiga Titik oleh Kayus Mulia. Nah, artikel ini juga memuat informasi:
Sebelum membaca renungan harian hari ini baca terlebih dahulu sabda-sabda Tuhan lewat bacaan hari ini, antara lain:
Lihat, Aku menyuruh utusan-Ku, supaya ia mempersiapkan jalan di hadapan-Ku! Dengan mendadak Tuhan yang kamu cari itu akan masuk ke bait-Nya! Malaikat Perjanjian yang kamu kehendaki itu, sesungguhnya, Ia datang, firman TUHAN semesta alam.
Siapakah yang dapat tahan akan hari kedatangan-Nya? Dan siapakah yang dapat tetap berdiri, apabila Ia menampakkan diri? Sebab Ia seperti api tukang pemurni logam dan seperti sabun tukang penatu.
Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak; dan Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak, supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN.
Maka persembahan Yehuda dan Yerusalem akan menyenangkan hati TUHAN seperti pada hari-hari dahulu kala dan seperti tahun-tahun yang sudah-sudah.
Sesungguhnya Aku akan mengutus nabi Elia kepadamu menjelang datangnya hari TUHAN yang besar dan dahsyat itu.
Maka ia akan membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya supaya jangan Aku datang memukul bumi sehingga musnah.
Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, tunjukkanlah itu kepadaku.
Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan aku, Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari.
TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat.
Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati.
Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya.
TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka.
Kemudian genaplah bulannya bagi Elisabet untuk bersalin dan iapun melahirkan seorang anak laki-laki.
Ketika tetangga-tetangganya serta sanak saudaranya mendengar, bahwa Tuhan telah menunjukkan rahmat-Nya yang begitu besar kepadanya, bersukacitalah mereka bersama-sama dengan dia.
Maka datanglah mereka pada hari yang kedelapan untuk menyunatkan anak itu dan mereka hendak menamai dia Zakharia menurut nama bapanya,
tetapi ibunya berkata: “Jangan, ia harus dinamai Yohanes.”
Kata mereka kepadanya: “Tidak ada di antara sanak saudaramu yang bernama demikian.”
Lalu mereka memberi isyarat kepada bapanya untuk bertanya nama apa yang hendak diberikannya kepada anaknya itu.
Ia meminta batu tulis, lalu menuliskan kata-kata ini: “Namanya adalah Yohanes.” Dan merekapun heran semuanya.
Dan seketika itu juga terbukalah mulutnya dan terlepaslah lidahnya, lalu ia berkata-kata dan memuji Allah.
Maka ketakutanlah semua orang yang tinggal di sekitarnya, dan segala peristiwa itu menjadi buah tutur di seluruh pegunungan Yudea.
Dan semua orang, yang mendengarnya, merenungkannya dan berkata: “Menjadi apakah anak ini nanti?” Sebab tangan Tuhan menyertai dia.
Seketika itu juga terbukalah mulutnya dan terlepaslah lidahnya, lalu ia berkata-kata dan memuji Allah. (Luk. 1:64)
Peristiwa kelahiran anak pertama adalah suatu peristiwa yang selalu dirindukan para orang tua. Tidak terkecuali bagi Zakharia dan Elisabet.
Mereka sudah lelah menantikan kedatangan seorang putra dalam keluarga mereka, karena mereka sudah lanjut usia dan Elisabet juga sudah dianggap mandul. Suatu keadaan yang merupakan aib dalam masyarakat pada waktu itu.
Zakharia sebagai imam yang melayani Rumah Tuhan, selalu berdoa untuk mempunyai keturunan yang akan meneruskan nama keluarga mereka. Tuhan mendengar doa Zakharia dan mengirim malaikat-Nya untuk membawa kabar sukacita bagi keluarga Zakharia.
Ketika Zakharia diberi kabar oleh Malaikat Gabriel bahwa Elisabet akan mengandung dan mereka akan mendapat keturunan, Zakharia meragukan kabar itu. Mengingat usia mereka yang sudah lanjut dan Elisabet yang sudah disebut mandul.
Atas keraguan Zakharia dalam menerima kabar sukacita itu, Tuhan menghukumnya dan membuatnya menjadi bisu, sampai pada hari yang akan membuktikan kebesaran Tuhan. Zakharia memberi teladan bahwa kita harus berdoa dengan tak mengenal lelah.
Berdoa dengan tak jemu dan sampai menjadi putih rambut kita. Bukankah selama ini, bila kita berdoa, kita selalu menuntut agar Tuhan mengabulkan doa kita dengan segera, dan kalau belum dikabulkan, kita akan protes?
Ketidakpercayaan dapat mengakibatkan hukuman walau kemudian itu berakhir dengan sukacita. Zakharia dihukum Tuhan dengan mengunci lidahnya sampai pada waktu Tuhan membuktikan kebenaran dan kebesaran-Nya.
Kita harus yakin bahwa Tuhan selalu mendengar doa kita dan akan mengabulkannya pada waktunya. Waktu Tuhan tidak sama dengan waktu kita.
Dengan membuat Zakharia menjadi bisu, Tuhan menghendaki agar Zakharia sadar akan kebesaran Tuhan. Inilah waktu untuk kita merenung dan berkontemplasi, memikirkan apa maksud Tuhan dengan hidup kita.
Terkadang kita selalu merasa tidak puas dengan hidup kita. Kita lebih sering mengeluh dari pada bersyukur. Namun, janji Tuhan pasti terpenuhi pada waktu-Nya.
Contoh lain adalah ketika Abraham mengeluh, dan Tuhan menjawab doanya dalam kitab Kej. 15:2-4, terpenuhi dengan lahirnya anak-anak Abraham pada waktu Tuhan.
Allah Bapa di surga, ajarilah kami untuk selalu mensyukuri rahmat-Mu yang kami terima selama ini, dan tidak selalu menuntut-Mu untuk mengikuti waktu kami yang tidak selalu sesuai dengan waktu-Mu. Amin.
Yohanes Kansius adalah seorang pemuda kota yang berjiwa besar di kota dan Universitas Krakow, Polandia. Ia lahir di Kanty, Polandia pada tahun 1390.
Ia bercita-cita menjadi imam. Oleh karena itu, semasa mudanya ia belajar filsafat dan teologi di Krakow.
Di sekolah ia terkenal cerdas dan brilian sehingga dengan mudah menyelesaikan studinya dengan menyandang gelar doktor. Ia kemudian ditahbiskan menjadi imam, dan diangkat menjadi profesor Kitab Suci dan Teologi.
Ia disukai semua mahasiswa karena caranya mengajar yang sangat memikat dan mendalam serta cara hidupnya yang sesuai dengan apa yang ia ajarkan. Ia dikenal sebagai seorang-mahaguru yang murah hati dan gemar menolong para miskin dan mahasiswanya.
Setelah ditahbiskan menjadi imam ia terus belajar untuk memperdalam ilmunya. Perayaan Ekaristi harian yang dirayakannya dimaksudkan untuk memulihkan ke agungan Tuhan yang disepelekan baik oleh perbuatannya sendiri maupun perbuatan sesamanya.
Ia mempersembahkan dirinya sebagai pepulih dosa-dosa manusia demi keselamatan jiwa-jiwa. Dalam pada itu, ia menaruh devosi istimewa kepada Kristus yang bersengsara.
Ia rajin merenungkan makna kesengsaraan Kristus bagi keselamatan manusia. Kebaikan dan kehebatannya menimbulkan iri dan pertentangan dengan rekan profesor lainnya sehingga ia terpaksa dipindahkan ke Olkusz sebagai pastor paroki.
Sebagai pastor paroki, Yohanes ternyata seorang pastor yang bijaksana dan rendah hati. Ia disenangi umatnya. Ia senantiasa berhati-hati sekali di dalam melaksanakan tugasnya sebagai gembala umat, karena ia sadar bahwa apa yang dipandangnya baik bagi umat tidak selamanya berkenan di hati umat dan menjawabi kebutuhan umat.
Akan tetapi kerendahan hati dan kelemah-lembutannya akhirnya toh dapat menarik simpatik umatnya. Setelah berkarya beberapa lama di Olkusz ia dengan berat hati meninggalkan umatnya karena dipanggil kembali ke Krakow untuk mengajar Kitab Suci.
Tugas ini diembannya sampai akhir hidupnya. Yohanes Kansius, seorang imam yang serius dalam menjalankan tugasnya namun ia tetap rendah hati; kebaikan hatinya dikenal oleh semua umat di kota Krakow terutama mereka yang miskin dan malang yang mengalami berbagai kesulitan hidup.
Ia membantu orang-orang itu dengan harta dan uangnya. Untuk kebutuhan-kebutuhannya sendiri ia menyisihkan hanya sejumlah kecil uang.
Jam tidurnya hanya sedikit dan di lantai saja. Makanannya pun sangat sederhana tanpa lauk-pauk. Cintanya yang besar kepada Kristus tersalib mendorong dia beberapa kali berziarah ke Yerusalem untuk menyaksikan langsung jalan sengsara yang dilalui Yesus sewaktu memikul salib-Nya menuju Golgotha.
Ia dengan penuh semangat mewartakan Injil kepada bangsa Turki dengan harapan menjadi martir di tangan bangsa Turki yang Islam itu. Dalam ziarah-ziarah itu biasanya ia memikul sendiri bebannya.
Apabila ia ditegur dan dinasehati oleh atasannya agar memperhatikan kesehatannya, ia dengan tenang menjawab: “Hidup kita adalah dalam tangan Tuhan. Lihat saja pada para rahib yang hidup di padang gurun dengan matiraga dan puasa yang keras; namun mereka itu justru berumur panjang.”
Yohanes Kansius menanggung beban derita batin yang luar biasa karena kebencian orang lain, namun ia tenang saja menghadapi semuanya itu, malah dengan tekun bermatiraga dan berpuasa. Beberapa kali ia pergi ke Roma untuk bertemu dengan Sri Paus.
Ada suatu kejadian kecil yang dialaminya dalam suatu perjalanannya ke Roma. Dari kejadian itu dapat kita membayangkan kebaikan dan kemurahan hatinya: “Pada suatu perjalanannya ke Roma ia disergap dan ditodong oleh beberapa orang perampok. Mereka meminta dari padariya uang atau emas.
Dengan tenang ia mengatakan kepada perampok-perampok itu bahwa ia tidak punya apa-apa selain pakaian yang dikenakannya. Lalu ia melanjutkan perjalanannya tanpa memberi apa-apa kepada perampok-perampok itu.
Tetapi tak seberapa jauh dari penjahat-penjahat itu, teringatlah dia bahwa di dalam saku mantelnya ada sebutir emas. Maka ia segera kembali mendapatkan perampok-perampok itu untuk menyerahkan emas itu kepada mereka.
Perampok-perampok itu begitu malu dan tidak bersedia menerima emas yang disodorkan Yohanes. Mereka lalu membiarkan dia melanjutkan perjalanannya. Banyak sekali tanda heran yang terjadi atas namanya baik sebelum maupun sesudah kematiannya pada malam Natal 1473.
Demikian renungan harian Katolik Selasa, 23 Desember 2025. Semoga bermanfaat!







