Bagi umat Katolik renungan harian mengajak umat untuk merenungkan bacaan Kitab Suci dan membangun relasi pribadi dengan Tuhan. Renungan Katolik biasanya disertai dengan bacaan dan doa.
Renungan Hari Selasa, 21 Oktober 2025, Yesus mengingatkan murid-murid-Nya agar selalu berjaga-jaga dan siap sedia, sebab kita tidak tahu kapan Sang Tuan datang. Sikap ini mengajarkan kita untuk tidak hidup dalam kelengahan, tetapi terus berbuat baik dalam hal-hal kecil sekalipun
Renungan Katolik hari ini mengangkat tema “Setia Menanti, Siap Melayani” dikutip dari buku Inspirasi Pagi (LBI) Oleh Bernardus Bria Seram. Renungan ini juga dilengkapi daftar bacaan.
Yuk, disimak!
Berikut bacaan hari ini:
Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.
Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus.
Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus.
Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup.
Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar.
Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah,
supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.
Lalu aku berkata: “Sungguh, aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang aku;
aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku.”
aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku.”
Aku mengabarkan keadilan dalam jemaah yang besar; bahkan tidak kutahan bibirku, Engkau juga yang tahu, ya TUHAN.
Keadilan tidaklah kusembunyikan dalam hatiku, kesetiaan-Mu dan keselamatan dari pada-Mu kubicarakan, kasih-Mu dan kebenaran-Mu tidak kudiamkan kepada jemaah yang besar.
Aku ini sengsara dan miskin, tetapi Tuhan memperhatikan aku. Engkaulah yang menolong aku dan meluputkan aku, ya Allahku, janganlah berlambat!
“Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala.
Dan hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetok pintu, segera dibuka pintu baginya.
Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka.
Dan apabila ia datang pada tengah malam atau pada dinihari dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah mereka.
Setiap orang pasti pernah mengalami masa menunggu. Menunggu bisa menjadi hal yang membosankan, apalagi kalau kita tidak tahu sampai kapan harus menunggu.
Menunggu seseorang datang tanpa kepastian waktu bisa membuat kita gelisah, lelah, dan bahkan tidak sabar. Yesus dalam bacaan Injil hari ini mengajarkan bahwa menunggu tidak boleh dilakukan dengan pasif, tetapi dengan sikap berjaga.
Yesus berkata, “Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala.” Perintah ini mengajak kita untuk selalu siap siaga.
Orang yang berikat pinggang berarti siap bekerja atau berjalan, sementara pelita yang menyala berarti tetap hidup dalam terang. Yesus melanjutkan pengajaran-Nya dengan perumpamaan tentang hamba-hamba yang setia menanti tuannya pulang dari pesta perkawinan.
Mereka tidak tahu kapan tuan mereka pulang, bisa malam, bisa dini hari, tetapi mereka tetap berjaga. Yang menarik, Yesus menambahkan janji: Hamba-hamba yang berjaga akan diperlakukan dengan penuh kasih, bahkan si tuan sendirilah yang akan melayani mereka.
Perikop ini muncul dalam pengajaran Yesus kepada murid-murid-Nya tentang kewaspadaan akan kedatangan Anak Manusia. Orang Yahudi pada zaman itu terbiasa dengan pesta perkawinan yang bisa berlangsung lama, sehingga waktu kepulangan tuan rumah tidak dapat dipastikan.
Gambaran ini sangat relevan: Murid-murid dipanggil untuk siap sedia, sebab tidak ada seorang pun yang tahu waktu kedatangan Kristus kembali. Fokus utamanya bukan kapan tuan itu datang, melainkan bagaimana sikap para hamba selama menunggu.
Hidup sebagai murid Kristus berarti belajar untuk selalu berjaga, bukan hanya menunggu secara pasif. Menjaga pelita tetap menyala berarti menjaga iman tetap hidup dengan doa, firman, dan perbuatan kasih.
Mengikat pinggang berarti siap melayani kapan saja. Janji Yesus bahwa la sendiri akan melayani orang yang berjaga adalah penghiburan besar, sebab itu berarti kesetiaan kita, sekecil apa pun, tidak sia-sia di hadapan-Nya.
Di tengah kehidupan modern yang sering membuat kita lengah, sibuk dengan pekerjaan, urusan dunia, atau keinginan pribadi, hari ini kita diingatkan: Jangan sampai kita kehilangan sikap berjaga.
Kedatangan Tuhan bisa saja terjadi secara tiba-tiba. Pada saat itu, semoga Ia mendapati kita tetap setia, tetap menyala, dan tetap melayani.
Hidup sebagai murid Kristus berarti belajar untuk selalu berjaga, bukan hanya menunggu secara pasif. Menjaga pelita tetap menyala berarti menjaga iman tetap hidup dengan doa, firman, dan perbuatan kasih.
Mengikat pinggang berarti siap melayani kapan saja. Janji Yesus bahwa la sendiri akan melayani orang yang berjaga adalah penghiburan besar, sebab itu berarti kesetiaan kita, sekecil apa pun, tidak sia-sia di hadapan-Nya.
Di tengah kehidupan modern yang sering membuat kita lengah, sibuk dengan pekerjaan, urusan dunia, atau keinginan pribadi, hari ini kita diingatkan: Jangan sampai kita kehilangan sikap berjaga.
Kedatangan Tuhan bisa saja terjadi secara tiba-tiba. Pada saat itu, semoga Ia mendapati kita tetap setia, tetap menyala, dan tetap melayani.
Hilarion berasal dari Gaza, Palestina dan dikenal sebagai murid Santo Antini. Keluarganya masih kafir. Ketika menanjak remaja, ia dikirim belajar di Aleksandria.
Di sana ia menjadi seorang yang berbudi luhur dan menjadi Kristen. Cita-citanya ialah menjadi seorang pertapa.
Pada masa itu rahib Antonius dari Mesir sangat terkenal. Terdorong oleh cita-citanya itu, Hilarion mengunjungi Antonius di pertapaannya, dan bermaksud menjadi muridnya.
Antonius menerima dan mendidiknya menjadi seorang pertapa yang saleh. Hilarion kemudian bertapa di Mayuma, Palestina.
Harta warisan orangtuanya dibagi-bagikan kepada orang-orang miskin. Untuk kebutuhannya sendiri, ia harus bekerja keras.
Ia banyak membuat mujizat dan memberi bimbingan rohani kepada banyak orang. Konon, karena terlalu banyak orang datang kepadanya memintai nasehat dan bimbingan serta mengakukan dosanya, maka Hilarion terpaksa berpindah-pindah tempat: Mesir, Sisilia, Yugoslavia dan Sirpus.
Ketika mendekati ajalnya pada usia 80 tahun, ia berdoa: “Keluarlah hai jiwaku, janganlah kautakuti kematian. Kristus Tuhan yang kausembah menantimu dengan gembira di surga.” Hilarion meninggal dunia pada abad ke-4.
Kisah kehidupan Ursula tidak banyak diketahui. Kisah yang diturunkan di sini sudah bercampur sedikit dengan cerita legenda.
Namun hal itu tidak mengurangi nilai keperawanan dan kemartiran Ursula dkk. Nama Ursula dikenal luas karena usahanya untuk membela ajaran iman dan mempertahankan kemurnian dirinya.
Diilhami oleh kepribadiannya itu, Santa Angela Merici tidak segan-segan memilih Ursula sebagai pelindung bagi tarekat religius suster-suster yang didirikannya di Brescia pada tahun 1535.
Tarekat suster-suster itu kini lazim dikenal dengan nama “Tarekat Suster-suster Ursulin” (OSU). Tarekat ini berkarya juga di beberapa wilayah keuskupan di Indonesia.
Konon, Ursula hidup pada abad ke-4. Ia dikenal sebagai puteri seorang raja Inggris.
Banyak pemuda tertarik padanya karena parasnya yang sangat cantik. Suatu ketika seorang raja yang masih kafir ingin meminangnya.
Namun ia menolaknya dengan tegas. Untuk menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan, Ursula bersama para pembantunya melarikan diri ke Eropa. Setelah lama berlayar, mereka tiba di Koln, Jerman.
Di sana ia bersama pembantu-pembantunya ditangkap oleh orang-orang dari suku bangsa Hun. Mereka dipaksa untuk menyangkal imannya dan berusaha merampas keperawanannya.
Ursula dengan gigih membela diri. Akhirnya ia bersama kawan-kawannya dibunuh. Jenazah mereka kiranya dimakamkan oleh orang-orang Kristen yang ada di sana.
Pada tahun 1155, orang menemukan relikuinya di sebuah kuburan di dekat gereja Koln. Di dekat gereja itu memang ada kuburan dari abad ke-4 dengan keterangan bahwa kuburan itu adalah kuburan beberapa orang gadis yang dibunuh.
Kebenaran cerita ini sangat diragukan. Namun bukan itulah yang penting. Yang penting ialah bahwa kepahlawanannya dalam membela imannya dan mempertahankan kemurnianriya, membuat Ursula bersama kawan-kawannya dihormati Gereja sebagai orang kudus.
Perlindungannya yang suci atas tarekat Ursulin yang didirikan Santa Angela Merici membuat tarekat itu berkembang menjadi suatu lembaga religius yang besar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Demikian renungan harian Katolik Selasa, 21 Oktober 2025 dengan bacaannya. Semoga Tuhan Memberkati Kita.