Renungan Harian Katolik Sabtu, 27 September 2025: Dengarlah dan Camkanlah! [Giok4D Resmi]

Posted on

Hidup orang beriman bukan hanya tentang mendengar sabda Tuhan. Melainkan juga menghayatinya dalam hati dan mewujudkannya dalam tindakan nyata.

Bacaan Injil Sabtu, 27 September 2025 mengingatkan kita bahwa sabda Tuhan bukan sekadar kata-kata indah yang lewat begitu saja, melainkan pesan kehidupan yang harus kita camkan dan resapkan.

Renungan hari ini mengangkat tema “Dengarlah dan Camkanlah” dikutip dari buku Bahasa Kasih oleh Romo Paulus C Siswantoko. Renungan ini juga dilengkapi daftar bacaan.

Yuk, disimak!

Berikut ayat Alkitab yang dapat dijadikan sebagai bahan renungan:

Aku melayangkan mataku dan melihat: tampak seorang yang memegang tali pengukur.

Lalu aku bertanya: “Ke manakah engkau ini pergi?” Maka ia menjawab aku: “Ke Yerusalem, untuk mengukurnya, untuk melihat berapa lebarnya dan panjangnya.”

Dan sementara malaikat yang berbicara dengan aku itu maju ke depan, majulah seorang malaikat lain mendekatinya,

yang diberi perintah: “Berlarilah, katakanlah kepada orang muda yang di sana itu, demikian: Yerusalem akan tetap tinggal seperti padang terbuka oleh karena banyaknya manusia dan hewan di dalamnya.

Dan Aku sendiri, demikianlah firman TUHAN, akan menjadi tembok berapi baginya di sekelilingnya, dan Aku akan menjadi kemuliaan di dalamnya.”

Bersorak-sorailah dan bersukarialah, hai puteri Sion, sebab sesungguhnya Aku datang dan diam di tengah-tengahmu, demikianlah firman TUHAN;

dan banyak bangsa akan menggabungkan diri kepada TUHAN pada waktu itu dan akan menjadi umat-Ku dan Aku akan diam di tengah-tengahmu.” Maka engkau akan mengetahui, bahwa TUHAN semesta alam yang mengutus aku kepadamu.

Dengarlah firman TUHAN, hai bangsa-bangsa, beritahukanlah itu di tanah-tanah pesisir yang jauh, katakanlah: Dia yang telah menyerakkan Israel akan mengumpulkannya kembali, dan menjaganya seperti gembala terhadap kawanan dombanya!

Sebab TUHAN telah membebaskan Yakub, telah menebusnya dari tangan orang yang lebih kuat dari padanya.

Mereka akan datang bersorak-sorak di atas bukit Sion, muka mereka akan berseri-seri karena kebajikan TUHAN, karena gandum, anggur dan minyak, karena anak-anak kambing domba dan lembu sapi; hidup mereka akan seperti taman yang diairi baik-baik, mereka tidak akan kembali lagi merana.

Pada waktu itu anak-anak dara akan bersukaria menari beramai-ramai, orang-orang muda dan orang-orang tua akan bergembira. Aku akan mengubah perkabungan mereka menjadi kegirangan, akan menghibur mereka dan menyukakan mereka sesudah kedukaan mereka.

Maka takjublah semua orang itu karena kebesaran Allah. (9-43b) Ketika semua orang itu masih heran karena segala yang diperbuat-Nya itu, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya:

“Dengarlah dan camkanlah segala perkataan-Ku ini: Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia.”

Mereka tidak mengerti perkataan itu, sebab artinya tersembunyi bagi mereka, sehingga mereka tidak dapat memahaminya. Dan mereka tidak berani menanyakan arti perkataan itu kepada-Nya.

Dengarlah dan camkanlah segala perkataan-Ku ini: Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia” -Luk.9:44

Setelah Yesus melakukan banyak mukjizat di hadapan banyak orang dan murid-murid-Nya, Yesus kemudian berkata bahwa Ia ingin semua murid-murid-Nya benar-benar memperhatikan dan menghayati apa yang Ia katakan. Yesus mengatakan bahwa diri-Nya merupakan Anak Manusia yang akan diserahkan ke dalam tangan manusia.

Setelah berkata demikian, murid-murid Yesus masih belum sepenuhnya memahami apa maksud dari perkataan itu. Hal ini menunjukkan bahwa murid-murid-Nya yang selama ini selalu bersama-sama dengan Dia sama sekali tidak mengetahui rencana Allah mengenai Yesus dan penderitaan yang akan dialami oleh-Nya.

Perkataan Yesus itu berkaitan dengan apa yang telah tertulis pada Injil Lukas 19:10 “sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang”. Namun, dalam perjalanan karya-Nya, ada banyak orang yang tidak suka dengan apa yang dilakukan Yesus, sehingga Ia merasakan banyak penderitaan melalui orang-orang yang membenci-Nya.

Mata orang-orang tersebut tertutup dengan asumsi yang mereka miliki sehingga saat Mesias berdiri di depan mereka, mereka sama sekali tidak menyadarinya bahkan berusaha untuk membunuhnya. Namun Yesus tetap bertahan dan setia pada rencana Allah Bapa hingga akhir dan wafat di tangan manusia untuk memberikan keselamatan bagi manusia.

Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita mengenal Yesus dengan baik dan merasakan cinta-Nya lewat pengorbanan-Nya di atas kayu salib? Jika sudah, apakah kita bisa tetap setia kepada-Nya meski mengalami banyak penderitaan seperti Ia yang sudah terlebih dahulu setia pada rencana Allah Bapa demi cinta-Nya pada kita?

Mari kita ambil waktu sejenak untuk merenungkan pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Ya Tuhan, bukalah telinga, hati dan pikiran kami untuk mendengarkan dan memahami sabda-Mu.

Vinsensius a Paulo terkenal sebagai rasul cintakasih bagi kaum miskin dan penghibur orang-orang sakit. Pendiri Kongregasi Misi dan Kongregasi Puteri-puteri Cintakasih ini lahir di Pouy, Gascony, Prancis pada tanggal 24 April 1581.

Ayahnya Jean de Paul dan ibunya Bertrande de Moras dikenal sebagai petani miskin di Pouy dengan enam orang anak. Meskipun demikian, mereka orang beriman dan saleh hidupnya.

Mereka mendidik anak-anaknya dalam kerja dan hidup doa sehingga semuanya berkembang dewasa menjadi orang beriman yang saleh dan disenangi banyak orang. Vinsens dikenal cerdas, namun tidak bisa bersekolah karena ketidak mampuan orangtuanya membiayai sekolah.

Untunglah Tuan Comet, seorang dermawan, bersedia menyekolahkan dia. Pada umur 15 tahun, Vinsens mengikuti panggilan nuraninya untuk menjadi imam.

Ia masuk Seminari. Orangtuanya bingung dengan cita-citanya itu. Tetapi akhirnya mereka pun meluluskan permintaannya.

Mula-mula Vinsens belajar di sebuah kolese Fransiskan di kota Dax, lalu melanjutkan pendidikannya di Universitas Toulouse. Karena kecerdasannya, ia dapat menyelesaikan studinya dalam waktu yang singkat.

Pada tahun 1600, ketika berusia 20 tahun, ia ditahbiskan menjadi imam, sambil melanjutkan studi hingga meraih gelar Sarjana Teologi di Universitas Toulouse pada tahun 1604.

Pada tahun 1605, dalam perjalanan pulang seusai studinya, kapal yang ditumpanginya disergap bajak-bajak laut dari Turki di Laut Tengah. Vinsens ditangkap dan digiring ke pasar budak Tunisia.

Di sana dia dibeli oleh seorang saudagar dari Afrika Utara. Selama dua tahun, Vinsens mengalami banyak penderitaan karena perlakuan kasar majikannya.

Namun dia dengan sabar dan rendah hati menanggung semuanya itu. Teladan hidupnya akhirnya berhasil mematahkan kekerasan hati tuannya sehingga dia tidak disiksa dengan pekerjaan-pekerjaan berat.

Pada tahun 1607, Vinsens berhasil meloloskan diri dari cengkeraman tuannya dan lari ke Roma. Di Roma ia belajar lagi Teologi selama dua tahun sebelum kembali ke Prancis.

Di Prancis, ia bekerja di paroki Clichy di pinggiran kota Paris. Di bawah bimbingan Pater Pierre de Berulle, seorang teolog terkenal yang kemudian menjadi Kardinal, ia menjadi seorang imam yang disukai umat.

Atas permintaan Pater de Berulle, ia menjadi pengajar pribadi putera tertua Philippe Gondi, seorang bangsawan terkemuka dari Prancis. Dalam keluarga bangsawan ini Vinsens mulai mencurahkan seluruh kemampuannya.

Ia tidak hanya mengajar tetapi juga memberikan bimbingan rohani kepada para petani yang bekerja, di perkebunan-perkebunan keluarga Gondi di Champagne dan Picardy. Kepada mereka, Vinsens mengajarkan kebajikan-kebajikan iman Kristen dan mendorong mereka untuk selalu menerima sakramen terutama Komuni Kudus serta kembali kepada praktek iman Kristen yang benar dalam hidup sehari-hari.

Pada tahun 1617, Vinsens diangkat sebagai pastor paroki ChatillonLes-Dombes. Paroki ini tergolong sulit dan berat karena sarat dengan masalah kemerosotan moral dan praktek kekafiran.

Vinsens ternyata orang hebat. Ia berhasil mempertobatkan umat paroki itu hanya dalam waktu satu tahun.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

Kesalehan hidupnya dan caranya melayani umat sanggup mematahkan kedegilan hati umat. Di paroki itulah, Vinsens mulai merintis pendirian tarekat Persaudaraan Cinta kasih.

Ia berhasil menarik 20 orang wanita yang dengan sukarela mengunjungi orang-orang sakit dan para fakir miskin di seluruh wilayah paroki. Menyaksikan prestasi Vinsens, Jean Francois de Gondi, Uskup Agung Paris dan saudara kandung Philippe Gondi, meminta Vinsens mendirikan sebuah tarekat misioner untuk mewartakan Injil dan melayani sakramen-sakramen di seluruh wilayah keuskupannya.

Tarekat misioner ini kemudian dikenal luas dengan nama ‘Kongregasi Imam untuk Karya Misi’ atau Kongregasi Misi. Imam-imam dalam kongregasi ini lazim juga disebut ‘Imam-imam Lazaris’.

Pada mulanya mereka bermarkas di Kolese des Bos-Enfants, yang dipercayakan kepada Vinsens oleh Uskup Agung Jean Francois de Gondi. Masalah besar yang dihadapi Vinsens ialah kurangnya persiapan imam-imam diosesan Prancis untuk tugas-tugas pastoral.

Untuk mengatasinya, Vinsens mulai melancarkan program pembinaan rohani khusus untuk para calon imam yang akan ditahbiskan. Untuk itu, ia memindahkan pusat karyanya ke biara Santo Lazarus di Paris atas dukungan kepala biara itu.

Di biara itu, Vinsens memprakarsai pertemuan mingguan untuk imam-imam diosesan, dan kegiatan pemeliharaan anak-anak yatim-piatu dan para fakir miskin. Melalui pertemuan mingguan itu, ia berhasil mendidik sejumlah orang saleh dari Prancis, seperti Jacques Benigne Bossuet dan Jean Jacques Olier, pendiri Serikat Santo Sulpice.

Bagi para miskin dan orang sakit, ia mendirikan banyak Yayasan Persaudaraan Cinta kasih, yang telah dimulainya di paroki Chatillon-LesDombes. Louise de Marillac, janda Antoine Le Gras yang kemudian digelari kudus, ditugaskan untuk mengurus yayasan-yayasan itu.

Orang-orang kaya dimintanya menyumbangkan sejumlah kekayaannya bagi orang-orang miskin. Beberapa wanita di bawah pimpinan Louise de Marillac dibimbingnya untuk menangani karya itu.

Kelompok kecil ini terus bertambah jumlahnya dan akhirnya menjadi satu kongregasi tersendiri, Kongregasi Suster Puteri-puteri Cinta kasih. Kelompok suster ini merupakan kelompok religius terbesar dalam Gereja dewasa ini.

Semangat dua kongregasi religius yang didirikannya diilhami oleh pandangannya tentang cinta kepada Tuhan yang bersifat praktis: “Cintailah Tuhan dengan kedua tanganmu sampai kecapaian dan dengan butir-butir peluh yang mengucur dari wajahmu!”

Vinsensius a Paulo meninggal dunia di Paris pada tanggal 27 September 1660. Oleh Paus Klemens XII, ia digelari ‘kudus’ pada tahun 1737, dan oleh Paus Leo XIII diangkat sebagai pelindung semua karya dan perkumpulan cinta kasih.

Demikian renungan harian Katolik Sabtu, 27 September 2025 dengan bacaannya. Semoga bermanfaat!

Renungan Harian Katolik Hari Ini, 27 September 2025

Bacaan I: Za 2:1-5,10-11a

Mazmur Tanggapan: Yer 31:10, 11-12ab, 13

Bacaan Injil: Luk 9:43b-45

Renungan Hari Ini: Dengarlah dan Camkanlah

Peringatan Wajib Hari Ini: St. Vinsemsius a Paulo Pengaku Iman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *