Renungan Harian Katolik Jumat, 12 September 2025: Mawas Diri baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Hidup orang beriman tidak hanya soal berbuat baik di hadapan sesama, tetapi juga tentang kesediaan untuk mawas diri di hadapan Allah. Setiap langkah, perkataan, dan tindakan kita hendaknya menjadi cermin sejauh mana kasih Kristus sudah hidup dalam diri kita.

Renungan hari ini mengajak kita untuk berhenti sejenak dan menengok ke dalam hati. Adakalanya kita terlalu sibuk menilai kelemahan orang lain, padahal kita sendiri masih penuh keterbatasan.

Renungan hari Jumat, 12 September 2025 mengangkat tema “Mawas Diri” dikutip dari buku Renungan 3TiTiK oleh Ari Susanto. Renungan ini juga dilengkapi daftar bacaaan.

Yuk, disimak!

Berikut ayat Alkitab yang dapat dijadikan sebagai bahan renungan:

Dari Paulus, rasul Kristus Yesus menurut perintah Allah, Juruselamat kita, dan Kristus Yesus, dasar pengharapan kita,

kepada Timotius, anakku yang sah di dalam iman: kasih karunia, rahmat dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau.

Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku?

aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman.

Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus.

Miktam. Dari Daud. Jagalah aku, ya Allah, sebab pada-Mu aku berlindung.

Aku berkata kepada TUHAN: “Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!”

Ya TUHAN, Engkaulah bagian warisanku dan pialaku, Engkau sendirilah yang meneguhkan bagian yang diundikan kepadaku.

Aku memuji TUHAN, yang telah memberi nasihat kepadaku, ya, pada waktu malam hati nuraniku mengajari aku.

Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah.

Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.

Yesus mengatakan pula suatu perumpamaan kepada mereka: “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lobang?

Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi barangsiapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya.

Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui?

Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar yang ada di dalam matamu, padahal balok yang di dalam matamu tidak engkau lihat? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”

“Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, setelah itu engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan serpihan kayu itu dari mata saudaramu.”

(Luk. 6:42b)

Melalui perumpamaan dalam bacaan Injil hari ini, Yesus menegaskan bahwa manusia kerap gagal mencermati kesalahannya sendiri. Tetapi begitu cepat menunjuk kelemahan orang lain.

Yesus mengingatkan para murid agar terlebih dahulu berani memeriksa dan mengoreksi diri, sebelum menilai sesama. Orang yang munafik sesungguhnya dibutakan oleh dosanya sendiri, sehingga ia hanya senang menonjolkan kelemahan orang lain.

Karena itu, diperlukan kejujuran dan kerendahan hati untuk mawas diri, sebelum berani menegur sesama.

Yesus menyingkap dua bentuk kebutaan rohani para murid. Pertama, mereka tidak mampu menuntun orang lain karena belum menamatkan pengajaran dari Sang Guru.

Kedua, mereka sulit menegur orang lain karena belum menyadari kedosaan mereka sendiri yang memerlukan belas kasih Allah. Maka Yesus dengan sabar dan penuh belas kasih terus mendidik mereka, agar mata hati mereka terbuka.

Dengan demikian, para murid hendaknya bertekun, mengisi hati dengan kabar gembira, dan menghasilkan buah yang baik, yaitu menjadi teladan sekaligus memberi teguran yang membangun.

Dalam relasi sehari-hari, setiap orang pada dasarnya ingin berbuat baik, baik melalui perkataan maupun tindakan. Kita pun berusaha menekan dorongan negatif atau emosi yang meledak-ledak dan tak terkendali yang timbul dari dalam hati.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

Namun, sebagai pengikut Kristus, panggilan kita lebih dari sekadar “tidak berbuat jahat”. Kita dipanggil untuk melampaui kebaikan itu sendiri melalui kasih.

Hidup kristiani semestinya diwarnai oleh kasih Kristus yang hadir dan tinggal dalam hati kita. Dari kasih itulah lahir sikap mawas diri dan keberanian untuk melakukan autokritik, sehingga sikap dan perilaku kita sungguh mencerminkan kasih Kristus.

Sudahkah kita berani melakukan semuanya ini? Marilah kita dengan rendah hati mawas diri, menyadari kehadiran Kristus dalam diri kita, agar kasih benar-benar menjadi dasar dalam setiap relasi dengan orang lain!

Doa:

Ya Allah Yang Maha Rahim, ampunilah kebutaan kami yang tidak mampu melihat cacat cela dalam diri kami, namun mampu melihat kesalahan orang lain. Ajarkanlah kepada kami kerendahan hati untuk mawas diri agar mata kami terbuka dan dapat melihat cacat cela diri sendiri. Amin.

Menurut Santo Bernardus, nama ‘Maria’ berkaitan dengan kata ‘Mare’ yang berarti ‘laut’. Nama ini kemudian diabadikan dengan menjuluki Maria sebagai “Stella Maris” yang berarti “Bintang Laut”, sebagaimana dinyanyikan dalam hymne “Ave Bintang Laut, sungguh ibu Tuhan, dan tetap perawan, pintu gerbang surga.”

Menurut pengalaman iman banyak orang saleh, orang yang mengalami berbagai kesusahan dan kegelisahan akan terhibur bila memandang bintang itu sambil menyebut nama Maria Bunda Yesus.

Oleh karena itu nama manis ini dihormati umat di seantero dunia seperti yang sudah diramalkan Maria sendiri dalam “Magnificat”nya: “Sesungguhnya mulai dari sekarang sekalian bangsa akan menyebut aku berbahagia.” (Luk 1:48)

Santo Guido Anderlecht, Pengaku Iman Guido, yang lazim juga disebut Guy, lahir di Anderlecht, Brussels, Belgia. Hari kelahirannya tidak diketahui dengan pasti.

Orangtuanya miskin namun saleh. Oleh pendidikan orangtuanya ia berkembang dewasa menjadi seorang pemuda yang beriman dan taat agama.

Ia menerima kemiskinan orangtuanya dengan gembira. Dalam kondisi itu ia bercita-cita melayani orang-orang miskin dengan kemiskinannya.

Guido tergolong dalam bilangan para kudus yang termiskin. Ia seorang musafir miskin seperti Santo Benediktus Labre dan Matt Talbot, buruh miskin yang saleh itu.

Semenjak masa mudanya ia sudah menunjukkan keutamaan-keutamaan hidup yang mengagumkan teristimewa dalam hal doa dan pengabdian kepada sesama. Untuk melaksanakan cita-citanya itu secara lebih sempurna, ia meninggalkan kampung halamannya Anderlecht, dan pindah ke Laeken.

Di sana ia berkelana ke sana kemari dan menjadi pertapa yang saleh. Cara hidupnya ini menarik perhatian pastor paroki Laeken.

Akhirnya oleh Pastor itu ia diangkat menjadi sakristan di gereja Bunda Maria di Laeken. Seperti Samuel di dalam Bait Allah Yerusalem dahulu, Guido tinggal di dalam rumah Allah, melayani Misa Kudus, membersihkan dan menghiasi gereja.

Semua umat senang dengan Guido karena kerajinannya melayani Misa Kudus dan memelihara gereja. Banyak orang memberinya bantuan keuangan.

Dengan uang itu ia membantu orang-orang miskin. Agar lebih banyak membantu orang-orang miskin, ia diajak seorang saudagar kaya untuk ikut serta dalam usaha dagangnya.

Ia setuju dengan ajakan itu, lalu meninggalkan tugasnya sebagai pelayan Tuhan di gereja Laeken. Persekutuan dagang dengan saudagar kaya itu mengalami bangkrut mendadak.

Guido kewalahan dan kembali mengalami kemelaratan hidup seperti sediakala. Dalam keadaan itu ia memutuskan kembali lagi ke Laeken untuk menjadi Sakristan.

Tetapi tugas itu sudah diambilalih oleh orang lain. Ia semakin bingung dan mulai menyadari hal itu sebagai hukuman Tuhan atas dirinya.

Guido sungguh menyesal dan bertobat atas kebodohannya itu. Ia kemudian berziarah ke Roma dan Tanah Suci dengan berjalan kaki.

Setelah tujuh tahun berada di sana, ia kembali ke Anderlecht. Di sana ia meninggal dunia pada tahun 1012 karena penyakit yang dideritanya selama perjalanannya di Tanah Suci.

Ia dinyatakan ‘kudus’ karena berbagai mujizat yang terjadi di kuburnya bagi orang-orang yang berdoa di sana.

Demikian renungan harian Katolik Jumat, 12 September 2025 dengan bacaannya. Semoga Allah melindungi kita.

Renungan Harian Katolik Hari Ini, 12 September 2025

Bacaan I: 1 Tim. 1:1-2,12-14

Mazmur Tanggapan: Mzm. 16:1,2a,5,7-8,11

Bacaan Injil: Luk.6:39-42

Renungan Hari Ini: Mawas Diri

Perayaan Orang Kudus Hari Ini

Nama Tersuci Maria, Ibu Yesus

Santo Guido Anderlecht, Pengaku Iman Guido

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *