Renungan Harian Kamis, 11 Desember 2025: Tangan yang Tak Pernah Melepas

Posted on

Bagi umat Katolik, renungan harian adalah cara untuk memperdalam relasi pribadi dengan Allah. Melalui renungan ini, umat diajak untuk merenungkan sabda Tuhan secara lebih personal, menanggapi panggilan-Nya, serta membawanya ke dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan kalender liturgi 2025 yang disusun oleh Komisi Liturgi KWI, Kamis, 11 Desember 2025 adalah peringatan wajib Santo Damasus I. Adapun bacaan yang menjadi perenungan hari ini adalah Yes 41;13-20; Mzm 145:1.9.10-11.12-13ab; Mat 11:11-15.

Renungan Katolik 10 Desember 2025 mengangkat tema “Tangan yang Tak Pernah Melepas” dikutip dari buku Renungan Tiga Titik oleh Isye Iriani. Nah, artikel ini juga memuat informasi:

Yuk, disimak!

Sebelum membaca renungan harian hari ini baca terlebih dahulu sabda-sabda Tuhan lewat bacaan hari ini, antara lain:

Sebab Aku ini, TUHAN, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: “Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau.”

Janganlah takut, hai si cacing Yakub, hai si ulat Israel! Akulah yang menolong engkau, demikianlah firman TUHAN, dan yang menebus engkau ialah Yang Mahakudus, Allah Israel.

Sesungguhnya, Aku membuat engkau menjadi papan pengirik yang tajam dan baru, dengan gigi dua jajar; engkau akan mengirik gunung-gunung dan menghancurkannya, dan bukit-bukitpun akan kaubuat seperti sekam.

Engkau akan menampi mereka, lalu angin akan menerbangkan mereka, dan badai akan menyerakkan mereka. Tetapi engkau ini akan bersorak-sorak di dalam TUHAN dan bermegah di dalam Yang Mahakudus, Allah Israel.

Orang-orang sengsara dan orang-orang miskin sedang mencari air, tetapi tidak ada, lidah mereka kering kehausan; tetapi Aku, TUHAN, akan menjawab mereka, dan sebagai Allah orang Israel Aku tidak akan meninggalkan mereka.

Aku akan membuat sungai-sungai memancar di atas bukit-bukit yang gundul, dan membuat mata-mata air membual di tengah dataran; Aku akan membuat padang gurun menjadi telaga dan memancarkan air dari tanah kering.

Aku akan menanam pohon aras di padang gurun, pohon penaga, pohon murad dan pohon minyak; Aku akan menumbuhkan pohon sanobar di padang belantara dan pohon berangan serta pohon cemara di sampingnya,

supaya semua orang melihat dan mengetahui, memperhatikan dan memahami, bahwa tangan TUHAN yang membuat semuanya ini dan Yang Mahakudus, Allah Israel, yang menciptakannya.

Puji-pujian dari Daud. Aku hendak mengagungkan Engkau, ya Allahku, ya Raja, dan aku hendak memuji nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya.

TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya.

Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau.

Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu,

untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu.

Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan. TUHAN setia dalam segala perkataan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya.

Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis, namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya.

Sejak tampilnya Yohanes Pembaptis hingga sekarang, Kerajaan Sorga diserong dan orang yang menyerongnya mencoba menguasainya.

Sebab semua nabi dan kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yohanes

dan jika kamu mau menerimanya?ialah Elia yang akan datang itu.

Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!

Sebab Aku, Tuhan, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu, “Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau.” (Yes. 41:13)

Yesaya bab 41 adalah nyanyian pengharapan bagi mereka yang letih dan kehilangan pegangan. Di tengah kepedihan dan kerapuhan manusia, Tuhan tidak datang dengan teguran, melainkan dengan kelembutan kasih.

Di saat hati manusia hancur, Ia tidak berdiri jauh. Ia hadir di sisi kita, seperti seorang Bapa yang menenangkan anaknya yang ketakutan.

Kesetiaan, penyertaan, dan kasih Tuhan adalah benang merah yang menjahit seluruh kisah Kitab Suci. Ironisnya, kebenaran yang seharusnya menjadi penghiburan sering hanya tinggal wacana religius, bukan pengalaman iman nyata, terutama ketika hidup sedang tidak baik-baik saja.

Saat membantu sebuah sekolah menghadapi anak-anak bermasalah, pernyataan di atas terkonfirmasi. Ada anak yang agresif, suka membuat keributan, berkelahi, dan membuli teman. Sebagian besar mereka tidak memiliki figur ayah.

Anak-anak dengan ADHD atau autisme, yang seharusnya mendapat dukungan dan kasih lebih, justru sering menerima perlakuan kasar dari orang-orang yang seharusnya melindungi mereka. Ada pula kisah tragis seorang remaja yang menghilang dari rumah karena tekanan keluarga, hingga yang paling menyayat: seorang anak yang mengakhiri hidup dari lantai delapan sekolahnya.

Akar dari semua itu sama: orang tua yang abai, tidak hadir, tidak mengenal cara mengasuh dengan kasih. Anak-anak tumbuh tanpa rasa aman, minim teladan kasih, tidak pernah mengenal sosok ‘Bapa yang memegang tangan kanan mereka’.

Padahal, orang tua seharusnya menjadi cermin kasih Allah, yang melalui mereka, anak belajar mengenal siapa Bapa yang pengasih itu. Maka, refleksi Firman hari ini menantang aku sebagai orang tua dan pendamping hidup: Sudahkah aku menjalankan tugas utama, menghadirkan kasih Allah di tengah keluarga inti? Amanat agung sejatinya panggilan untuk hadir di rumah, mendaur ulang emosi: mengubah kesedihan menjadi sukacita, frustrasi menjadi prestasi, dan tragedi menjadi komedi.

Seperti yang dicontohkan Bapa, menebus dan mengubah: ulat menjadi alat, gurun menjadi taman. Biarlah karya penebusan yang sama bergema dalam keluarga kita, tempat di mana kasih Allah pertama kali dikenali melalui tangan kita.

Ya Bapa yang penuh kasih, terima kasih karena Engkau tidak pernah melepaskan tangan kami, bahkan saat kami letih, takut, dan kehilangan arah. Di tengah gurun kehidupan, Engkau menumbuhkan harapan baru, di tengah luka, Engkau menyalakan kasih yang menyembuhkan. Ajarlah kami menjadi cerminan kasih-Mu, memegang tangan sesama dengan kelembutan, menguatkan yang rapuh, dan menghadirkan penghiburan di mana Engkau menempatkan kami. Amin.

Sebelum Yesus kembali kepada BapaNya, Ia bersabda: “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat 28:20) Betullah janji Yesus ini dialami Paus Damasus ketika ia dipilih menjadi Paus pada tanggal 1 Oktober 366, menggantikan Paus Liberius (352-366).

Pada masa itu bidaah Arianisme dan bidaah-bidaah lainnya berkembang pesat di mana-mana, dan berhasil mempengaruhi sejumlah besar uskup, imam dan umat Kristen. Terpilihnya Damasus sebagai pemimpin tertinggi Gereja Kristus sungguh tepat dengan situasi dan gejolak zaman saat itu.

Damasus terkenal cakap dan suci. Ia anak seorang imam Spanyol di Roma. Kemungkinan besar pada waktu itu Damasus berkarya sebagai diakon di wilayah gereja ayahnya sebelum ia diangkat menjadi Paus.

Ia menyuruh Santo Hieronimus, sekretarisnya, untuk menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Latin. Ia dengan gigih membela primat Paus dalam masalah-masalah Gerejawi.

Selama pontifikatnya, katakombe-katakombe dibuka kembali dan para peziarah di sana dibesarkan hatinya. Damasus menentang habis-habisdn tuntutan-tuntutan Ursinus, pendukung ulung Arianisme.

Situasi pertikaian semakin menjadi runyam oleh kenyataan bahwa Damasus didukung oleh Feliks II – Paus tandingan pada masa kepemimpinan Paus Liberius – dan Kaisar Valentianus mengasingkan Ursinus dan para pengikutnya. Usaha-usaha dari Ursinus dan pengikut-pengikutnya untuk menjelek-jelekkan ketenaran dan nama baik Damasus dibantah habis-habisan ketika suatu sinode yang diselenggarakan di Aquileia pada tahun 381 menemukan bahwa tuduhan-tuduhan kebejatan moral terhadap Paus Damasus sama sekali tidak beralasan.

Damasus menghukum doktrin-doktrin berikut: Arianisme yang menyangkal keilahian Kristus; Apollinarianisme yang menyangkal tidak hanya keilahian Kristus tetapi juga kemanusiaanNya; dan Macedonianisme, yang menyatakan bahwa Roh Kudus lebih rendah derajadNya daripada Putera. Dalam menghukum ajaran-ajaran ini, Paus Damasus bertindak dengan bijaksana sesuai dengan keputusan-keputusan yang dihasilkan oleh Konsili Konstantinopel pertama pada tahun 381.

Priscillian, seorang heretik asal Spanyol yang menganut paham Manicheisme juga dihukum oleh Paus Damasus. Dalam semua pertikaian ini, Damasus menuntut suatu pengakuan akan primat Uskup Roma dalam masalah-masalah Gerejawi.

Sebagai salah satu hasilnya, beberapa sejarawan menjuluki, Damasus sebagai pengasal klaim/tuntutan Paus akan supremasi di dalam Gereja. Ia secara konsekuen bertindak sebagai pemimpin Gereja sesuai apa yang dikatakannya.

Kesaksian hidup itu sungguh memperkokoh posisi Paus sebagai pemimpin tertinggi Gereja Kristus di dunia. Damasus tidak tanggung-tanggung di dalam usahanya untuk mempertinggi wibawa dan memperluas pengaruh Gereja.

Ia tidak ingin kalau pelayan-pelayan umat bertindak tidak sesuai dengan martabatnya. Ia tidak ingin kalau mereka tidak memperhatikan kaum miskin.

Oleh karena itu, ia bekerja sama secara erat dengan Kaisar Valentinianus untuk melarang rohaniwan-rohaniwan mengorbankan para janda dan anak-anak yatim-piatu. Damasus dianggap sebagai Paus, pertama yang mempekerjakan seorang delegatus apostolik di suatu wilayah yang berada di dalam kancah pertikaian.

Ia menunjuk Aschollius, Uskup Tesalonika, untuk tetap memangku yurisdiksi religius Roma di Ilyricum ketika wilayah itu berada di bawah pengaruh politik Konstantinopel. Kaisar Valentinianus menerbitkan satu edikta yang menyetujui yurisdiksi Uskup Roma atas semua kasus menyangkut Gereja.

Paus Damasus, seorang ahli Ilmu Ketuhanan dan Kitab Suci, serta mahir pula dalam Kesusastraan Latin dan Kebudayaan. Dalam masa pontifikatnya, ada juga bapa-bapa Gereja yang terkenal seperti Santo Anastasius, Ambrosius, Gregorius dari Nyssa, Basilius, Hieronimus, dan Gregorius dari Nazianz.

Damasus bersama Santo Hieronimus, sekretarisnya, mengusahakan suatu kanon Kitab Suci yang mendaftarkan buku-buku Kitab Suci. Kanon Kitab Suci itu diterima dalam Konsili Roma pada tahun 382.

Kemungkinan kanon Kitab Suci itulah warisannya yang terbesar untuk generasi kemudian. Sebelum kematiannya pada tahun 384, ia meminta agar jenazahnya tidak dimakamkan bersama Paus-Paus lain di pekuburan Santo Kallistus, tetapi bersama ibu dan saudarinya di sebuah gereja kecil di Via Ardeatina.

Permintaannya itu benar-benar dihargai. Relikuinya disemayamkan di sebuah gereja kecil yang ia dirikan, yaitu gereja Santo Lorenzo di Damaso.

Demikian renungan harian Katolik Kamis, 11 Desember 2025. Tuhan Yesus memberkati!

Renungan Harian Katolik Hari Ini 11 Desember 2025

Bacaan I: Yes 41;13-20

Mazmur Tanggapan: Mzm 145:1.9.10-11.12-13ab

Bacaan Injil: Mat 11:11-15

Renungan Hari Ini: Tangan yang Tak Pernah Melepas

Doa Penutup

Kisah Santo Damasus, Paus dan Pengaku Iman