Bagi umat Katolik, renungan harian adalah cara untuk memperdalam relasi pribadi dengan Allah. Melalui renungan ini, umat diajak untuk merenungkan sabda Tuhan secara lebih personal, menanggapi panggilan-Nya, serta membawanya ke dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan kalender liturgi 2025 yang disusun oleh Komisi Liturgi KWI, Jumat, 12 Desember 2025 adalah peringatan Santa Perawan Maria Gaudalupe. Adapun bacaan yang menjadi perenungan hari ini adalah Sir 48:1-4.9-11; Mzm 80:2ac.3b.15-16.18-19; Mat 17:10-13.
Renungan Katolik 12 Desember 2025 mengangkat tema “Berdamai dengan Keadaan” dikutip dari buku Renungan Tiga Titik oleh Fellicia Fenny. Nah, artikel ini juga memuat informasi:
Yuk, disimak!
Sebelum membaca renungan harian hari ini baca terlebih dahulu sabda-sabda Tuhan lewat bacaan hari ini, antara lain:
Lalu tampillah nabi Elia TlO bagaikan api, yang perkataannya laksana obor membakar.
Kelaparan didatangkan-Nya atas mereka, dan jumlah mereka dijadikannya sedikit berkat semangatnya.
Atas firman Tuhan langit dikunci olehnya, dan api diturunkannya sampai tiga kali.
Betapa mulialah engkau, hai Elia, dengan segala mujizatmu, dan siapa boleh bermegah-megah bahwa sama dengan dikau?
Dalam olak angin berapi engkau diangkat, dalannkereta dengan kuda-kuda berapi.
Engkau tercantum dalam ancaman-ancaman tentang masa depan untuk meredakan kemurkaan sebelum meletus, dan mengembalikan hati bapa kepada anaknya serta memulihkan segala suku Yakub. n Berbahagialah orang yang telah melihat dikau, dan yang meninggal dengan kasih mereka, sebab kamipun pasti akan hidup pula.
di depan Efraim dan Benyamin dan Manasye! Bangkitkanlah keperkasaan-Mu dan datanglah untuk menyelamatkan kami.
Ya Allah, pulihkanlah kami, buatlah wajah-Mu bersinar, maka kami akan selamat.
batang yang ditanam oleh tangan kanan-Mu!
Mereka telah membakarnya dengan api dan menebangnya; biarlah mereka hilang lenyap oleh hardik wajah-Mu!
maka kami tidak akan menyimpang dari pada-Mu. Biarkanlah kami hidup, maka kami akan menyerukan nama-Mu.
Ya TUHAN, Allah semesta alam, pulihkanlah kami, buatlah wajah-Mu bersinar, maka kami akan selamat.
Lalu murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: “Kalau demikian mengapa ahli-ahli Taurat berkata bahwa Elia harus datang dahulu?”
Jawab Yesus: “Memang Elia akan datang dan memulihkan segala sesuatu
dan Aku berkata kepadamu: Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia, dan memperlakukannya menurut kehendak mereka. Demikian juga Anak Manusia akan menderita oleh mereka.”
Pada waktu itu mengertilah murid-murid Yesus bahwa Ia berbicara tentang Yohanes Pembaptis.
Renungan Harian: Berdamai dengan Keadaan
Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, damai sejahteramu akan seperti sungai, dan kesejahteraanmu akan berlimpah seperti gelombang-gelombang laut. (Yes. 48:18)
Tuhan Allah melalui nabi Yesaya menyampaikan sebuah pesan yang penuh anugerah untuk menopang dan menghibur mereka yang menderita. Pesan ini diawali dengan identitas Allah sebagai guru yang mengajarkan tentang hal-hal yang berfaedah, hal-hal yang perlu untuk damai sejahtera dan kebahagiaan manusia.
Dengan anugerah-Nya Ia menuntun umat-Nya di jalan kewajiban yang harus ditempuh; melalui pemeliharaan-Nya Ia membimbing umat-Nya di jalan pembebasan yang membawa damai sejahtera. Dia tidak hanya menerangi mata hati, tetapi juga membimbing langkah-langkah mereka.
Inilah kehendak baik Allah kepada milik-Nya, “Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, damai sejahteramu akan seperti sungai, dan kesejahteraanmu akan berlimpah seperti gelombang-gelombang laut.” Allah sungguh-sungguh berharap supaya kita taat pada jalan-jalan yang diajarkannya agar tercipta damai dan kebahagiaan. Berbahagialah orang yang berada di bawah bimbingan seperti itu!
Sekitar pertengahan tahun 2025, Lagu berjudul “Mangu”, yang dibawakan oleh Fourtwnty ft. Charita Utami viral dan banyak digunakan oleh pengguna di berbagai media sosial. Merujuk dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ‘Mangu’ merupakan kata dasar dari termangu.
Yang berarti termenung atau terdiam, biasanya dirasakan saat seseorang merasa sedih, kecewa, bingung, hingga terkejut. Orang dapat menjadi ‘termangu’ umumnya karena adanya perbedaan yang memicu jurang pemisah dalam sebuah relasi.
Saat satu pihak berusaha menggenggam, sedangkan yang lain justru menerimanya begitu saja tanpa adanya ‘kasih’. Situasi tersebut tercermin dalam penggalan lirik, “Kau menggenggam, kumenadahnya.” Di sanalah ego dan air mata yang bicara.
Bagian refrein dari lagu Mangu yang menjadi viral “Berdamai dengan apa yang terjadi, kunci dari semua masalah ini”. Kata-kata sederhana dengan nada ringan namun memiliki makna yang dalam, menimbulkan kesadaran bahwa kunci dari semua masalah yang menyebabkan penderitaan adalah berdamai.
Kebahagiaan baru dapat dialami saat kita berdamai dengan keadaan, diri sendiri, dan orang-orang di sekitar. Berdamai artinya berusaha menerima perbedaan tanpa menggenggam erat pendapat sendiri, tetapi menadahkan tangan sebagai tanda keterbukaan untuk membangun jembatan kasih menuju kebahagiaan.
Bapa yang kami kenal dan kami sembah di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Kami bersyukur memiliki guru pembimbing seperti Engkau yang penuh kasih. Ajar kami selalu taat menuruti perintahmu dan hidup dalam perdamaian yang benar tanpa kompromi, dengan diri kami, sesama kami dan dunia ini. Terima kasih Bapa. Amin.
Jeanne Francoise Fremio de Chantal (Yohanna Fransiska) lahir di kota Dijon, Prancis pada tanggal 28 Januari 1527. Ayahnya Benignus Fremyot, menjadi presiden parlemen; pengadilan tinggi Burgundy dan sangat berjasa kepada gereja dan negara.
Ibunya, Margaretha de Barbisy, meninggal dunia ketika Yohanna masih berumur 2 tahun. Pada usia 20 tahun Yohanna menikah dengan Kristophorus de Rabutin, yang disebut juga Pangeran de Chantal.
Mereka dikaruniai 7 orang anak; tiga orang dari ketujuh anaknya itu kemudian meninggal dunia sewaktu masih bayi. Sebagaimana biasanya kehidupan ibu-ibu rumah tangga pada zaman Pertengahan, Yohanna bekerja sebagai ibu rumah tangga, bekerja di ladang, memelihara ternak dan mengawasi pembantu-pembantunya.
Sedang suaminya pergi berburu atau berperang untuk membela tanah air. Semua tugas itu dilaksanakannya dengan baik sekali.
Anak-anaknya dibesarkan dan dididik dengan penuh kasih sayang. Selain tugas-tugas kerumah tanggaan, ia tidak lupa menjalankan juga tugas-tugas kerohanian bersama anak-anaknya dan para pembantunya.
Lebih dari itu ia bahkan berjanji kepada Tuhan untuk memperhatikan nasib para pengemis dan orang-orang miskin yang datang meminta bantuannya. Sebagai pahalanya, Tuhan mengaruniakan kedamaian dan kebahagiaan di dalam rumah tangganya.
Tetapi suasana keluarga yang bahagia itu sekonyong-konyong pupus tatkala suaminya, Pangeran de Chantal, tertembak mati oleh kawannya sendiri sewaktu mereka berburu di hutan. Peristiwa naas ini sungguh menyedihkan. Yohanna menjadi janda.
Hatinya memang sedih oleh peristiwa pahit itu, namun sesungguhnya peristiwa tragis itu merupakan awal penuh rahmat bagi kehidupan Yohanna. Ia berusaha menahan diri, dan mengampuni si penembak.
Yohanna kemudian terpaksa tinggal bersama mertuanya laki-laki, seorang yang berwatak bejat. Tujuh tahun lamanya ia tinggal di sana dalam suasana batin yang sungguh menyiksa.
Dalam keadaan pedih itu ia tetap berusaha sekuat tenaga untuk hidup sebaik mungkin dan terutama berjuang memelihara anak-anaknya. Ia rajin bekerja dan berdoa. Dan ternyata cara hidupnya itu sangat berkenan kepada Tuhan. Tuhan memberinya jalan kesempurnaan.
Ketika Uskup Geneve, Fransiskus dari Sales, datang ke Dijon untuk memberikan renungan puasa, Yohanna pergi menemuinya untuk berbicara dan memperoleh bimbingan. Pertemuan ini melahirkan dalam batinnya suatu cita-cita luhur, yakni pengabdian diri seutuhnya kepada Tuhan dan sesama.
Inilah awal hidupnya yang baru sebagai seorang janda kudus. Fransiskus dari Sales tertarik padanya dan bersedia membimbing dia ke arah kesempurnaan hidup di dalam Allah.
Kepada Yohanna, Fransiskus menekankan pentingnya cinta kasih, kerendahan hati dan kesabaran, matiraga dan puasa, doa dan perbuatan amal kepada sesama. Atas bantuan rahmat Allah, Yohanna dengan tekun mengikuti nasehat-nasehat Fransiskus dan mengamalkannya dalam hidup sehari-hari.
Kepribadiannya yang baru sebagai Abdi Allah dibangun di atas dasar teladan hidup Fransiskus dari Sales. Sebaliknya bagi Fransiskus, berbagai pengalaman rohani yang timbul dari hubungan pribadi dengan Yohanna sungguh mengilhami tulisan-tulisannya.
Pada tahun 1640, lima tahun setelah pertemuannya dengan Fransiskus, Yohanna mendirikan biara pertama dari Ordo Suster-suster Visitasi di kota Anecy atas desakan Fransiskus. Tujuan ordo ini ialah memberi pertolongan kepada orang-orang yang berada di dalam kesusahan seperti sakit atau usia lanjut dan memelihara anak-anak yatim-piatu.
Yohanna sendiri bertindak sebagai pemimpin biara selama 30 tahun. Dua orang puterinya telah menikah dan puteranya yang bungsu dipercayakan kepada ayah kandungnya.
Ordo ini segera tersebar dan diminati banyak orang. Para uskup pun merasakan manfaat dan pengaruh ordo baru ini.
Mereka mengajukan permohonan kepada Yohanna agar suster-suster dari Ordo Visitasi ini berkarya juga di keuskupannya. Sejak saat itu dibangunlah banyak biara Ordo Visitasi di setiap keuskupan.
Pada tahun 1622, sepeninggal Fransiskus dari Sales, telah berdiri 13 buah biara Ordo Visitasi. Jumlah biara ini meningkat menjadi 90 buah ketika Yohanna sendiri meninggal dunia pada tanggal 13 Desember 1641.
Meskipun tampaknya Yohanna sangat berhasil dalam karyanya, namun ia sendiri tidak luput dari berbagai rintangan dan kesulitan, lebih-lebih setelah kematian pembimbingnya Fransiskus dari Sales. Kesedihan besar menimpanya lagi ketika seorang anaknya dan beberapa rekan sebiara meninggal dunia.
Ketika ia wafat, Santo Vinsensius a Paulo hadir juga untuk memberikan penghormatan terakhir kepadanya. Tentang Yohanna, Vinsensius berkata: “Dia adalah orang yang sungguh beriman; berbagai penderitaan yang menghiasi sebagian besar hidupnya dihadapinya dengan kesabaran dan iman yang teguh.
Ia tak pernah lalai dalam kesetiaannya kepada Tuhan yang memanggilnya. Maka saya anggap dia adalah orang yang paling suci yang saya jumpai di bumi ini.”
Dalam sebuah ekstase yang dialaminya, Vinsensius melihat sebuah bola api melayang ke udara, lalu melebur ke dalam sebuah bola api lainnya dan akhirnya menghilang dalam cahaya api ilahi. Penglihatan ini disusuli oleh suatu penerangan ilahi tentang arti kedua bola api itu: bola api pertama adalah jiwa Yohanna Fransiska yang disambut oleh jiwa Fransiskus dari Sales, bola api kedua.
Mereka bersama-sama berbaur menyatu dan masuk ke dalam cahaya api surgawi. Yohanna tinggal di kota Moulins dan di sana pulalah ia wafat pada tanggal 13 Desember 1641.
Demikian renungan harian Katolik Jumat, 12 Desember 2025. Semoga bermanfaat!
