PT Hadji Kalla menegaskan lahan 16,4 hektare di Jalan Metro Tanjung Bunga, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), telah berada dalam penguasaan mereka sejak 1993. Kalla juga menyinggung manuver PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) dan Lippo Group yang dianggap menunjukkan arogansi dalam klaim kepemilikan lahan.
“Lahan 16,4 hektare yang berada di Jalan Metro Tanjung Bunga berada dalam penguasaan fisik Kalla sejak tahun 1993 dan memiliki sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan) yang diterbitkan oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional) dan telah diperpanjang sampai dengan tahun 2036 serta dokumen akta pengalihan hak,” ujar Chief Legal & Sustainability Officer Kalla, Subhan Djaya Mappaturung dalam keterangannya, Sabtu (15/11/2025).
Dia menegaskan pekerjaan pemagaran dan pematangan lahan bakal terus berjalan. Pihaknya menyebut proyek mixed use di lokasi itu merupakan bentuk konsistensi pembangunan perusahaan untuk Makassar.
“Proyek tersebut sebagai bentuk konsistensi Kalla dalam pembangunan terkhusus pengembangan Makassar dalam kurun waktu 73 tahun Kalla mengabdi untuk bangsa,” katanya.
Subhan juga membantah klaim eksekusi lahan yang disampaikan GMTD sebelumnya. Mereka menilai GMTD tidak mampu menunjukkan titik eksekusi yang dimaksud.
“Klaim penguasaan GMTD berdasarkan eksekusi telah mendapatkan bantahan resmi dari juru bicara PN (Pengadilan Negeri) Makassar, juga telah mendapatkan bantahan dari BPN bahwa objek eksekusi yang diklaim tersebut tidak pernah dilakukan konstatering,” ucapnya.
Dia menyinggung riwayat panjang keterlibatan mereka dalam pembangunan kawasan Tanjung Bunga sejak akhir 1980-an. Menurutnya, Kalla telah terlibat dalam proyek mitigasi banjir dan normalisasi Sungai Jeneberang.
“Kalla melalui PT Bumi Karsa sudah terlibat dalam pengembangan kawasan Tanjung Bunga di akhir tahun 1980-an melalui proyek normalisasi Sungai Jeneberang I-IV sebagai upaya mitigasi banjir yang kerap melanda wilayah Gowa dan Makassar, berlanjut pada pembangunan waduk Tanjung Bunga sebagai long storage untuk kepentingan umum,” bebernya.
Pada periode itu, Kalla juga disebut telah membebaskan lahan rawa-rawa sebagai lokasi pembuangan lumpur hasil pengerukan. Total pembebasan lahan mencapai sekitar 80 hektare.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
PT Hadji Kalla menuding GMTD-Lippo melakukan arogansi hukum terkait klaim perolehan lahan pada periode 1991-1998. Mereka menyebut penentuan keabsahan lahan adalah kewenangan pemerintah, bukan perusahaan.
“Klaim GMTD yang mengatakan perolehan lahan pihak lain di Tanjung Bunga pada periode 1991-1998 tidak sah dan perbuatan melawan hukum adalah bentuk arogansi, merasa GMTD-LIPPO berada di atas hukum,” ketus Subhan.
Dia turut menyinggung peran Lippo yang masuk ke GMTD sejak 1994 dan mengubah struktur kepemilikan saham. Mereka menyebut tujuan pendirian GMTD juga berubah dari sektor pariwisata menjadi real estate.
Perubahan itu disebut membuat kawasan Tanjung Bunga kini dipenuhi ekosistem bisnis Lippo. Dia menilai hal ini berbeda dari tujuan awal pembangunan kawasan yang dirancang pemerintah daerah.
“Sehingga tidak mengherankan di kawasan Tanjung Bunga yang terlihat menonjol adalah ekosistem bisnis Lippo, seperti RS Siloam, Sekolah Dian Harapan, GTC, dan kawasan real estate, bukan usaha kawasan pariwisata yang pada awalnya didambakan oleh pemerintah daerah dan warga Sulawesi Selatan,” beber Subhan.
PT Hadji Kalla menduga Lippo menjadikan GMTD seolah-olah milik pemerintah daerah untuk dijadikan tameng dalam tindakan merugikan pihak lain. Mereka menyebut ada pola tindakan sewenang-wenang dalam klaim lahan.
Sementara itu, GMTD dalam keterangannya mengklaim sebagai pemilik sah lahan 16,4 hektare di Tanjung Bunga berdasarkan pembebasan lahan pada 1991-1998. GMTD juga menuduh terjadi penyerobotan lahan sekitar 5 hektare oleh pihak tertentu dalam sebulan terakhir.
GMTD menyebut hanya mereka yang memiliki kewenangan legal untuk melakukan pembebasan lahan pada periode tersebut. Mereka meminta semua pihak menilai persoalan ini secara objektif berdasarkan dokumen hukum yang sah.
“Lahan 16 hektare dikuasai fisik oleh GMTD. Namun, terjadi pemaksaan penyerobotan secara fisik dan secara ilegal yang terdokumentarisir oleh pihak tertentu dalam terakhir satu bulan ini atas luasan kurang lebih 5.000 meter persegi dan sudah dilaporkan secara resmi kepada pihak Polda Sulsel maupun Mabes Polri di Jakarta,” ujar Presiden Direktur PT GMTD Ali Said dalam keterangannya, Jumat (14/11).
Perubahan itu disebut membuat kawasan Tanjung Bunga kini dipenuhi ekosistem bisnis Lippo. Dia menilai hal ini berbeda dari tujuan awal pembangunan kawasan yang dirancang pemerintah daerah.
“Sehingga tidak mengherankan di kawasan Tanjung Bunga yang terlihat menonjol adalah ekosistem bisnis Lippo, seperti RS Siloam, Sekolah Dian Harapan, GTC, dan kawasan real estate, bukan usaha kawasan pariwisata yang pada awalnya didambakan oleh pemerintah daerah dan warga Sulawesi Selatan,” beber Subhan.
PT Hadji Kalla menduga Lippo menjadikan GMTD seolah-olah milik pemerintah daerah untuk dijadikan tameng dalam tindakan merugikan pihak lain. Mereka menyebut ada pola tindakan sewenang-wenang dalam klaim lahan.
Sementara itu, GMTD dalam keterangannya mengklaim sebagai pemilik sah lahan 16,4 hektare di Tanjung Bunga berdasarkan pembebasan lahan pada 1991-1998. GMTD juga menuduh terjadi penyerobotan lahan sekitar 5 hektare oleh pihak tertentu dalam sebulan terakhir.
GMTD menyebut hanya mereka yang memiliki kewenangan legal untuk melakukan pembebasan lahan pada periode tersebut. Mereka meminta semua pihak menilai persoalan ini secara objektif berdasarkan dokumen hukum yang sah.
“Lahan 16 hektare dikuasai fisik oleh GMTD. Namun, terjadi pemaksaan penyerobotan secara fisik dan secara ilegal yang terdokumentarisir oleh pihak tertentu dalam terakhir satu bulan ini atas luasan kurang lebih 5.000 meter persegi dan sudah dilaporkan secara resmi kepada pihak Polda Sulsel maupun Mabes Polri di Jakarta,” ujar Presiden Direktur PT GMTD Ali Said dalam keterangannya, Jumat (14/11).







