Polda Sulsel Persuasif Redam Kericuhan Aksi 1 Desember Mahasiswa Papua

Posted on

Aksi 1 Desember mahasiswa Papua di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), sempat diwarnai kericuhan tatkala massa aksi melempari polisi dengan botol air mineral dan batu. Pendekatan persuasif kepolisian membantu meredam situasi dan mencegah ketegangan berkembang lebih jauh.

“Kita menjaga dialog terbuka, mendengarkan aspirasi mahasiswa, serta memastikan seluruh prosedur pengamanan dilakukan secara proporsional dan tidak represif,” kata Dirintelkam Polda Sulsel Kombes Hajat Mabrur Pujangga kepada infosulsel, Selasa (2/12/2025).

“Pendekatan ini terbukti efektif meredam potensi gesekan dan menumbuhkan rasa saling percaya antara aparat dan massa aksi,” sambungnya.

Menurut Kombes Hajat, pendekatan pihaknya mendapat apresiasi langsung dari mahasiswa Papua. Mereka menilai kehadiran pejabat Polda Sulsel di lapangan membantu menjaga komunikasi selama aksi berlangsung.

“Menurut para mahasiswa, keberadaan pejabat kepolisian yang mau berinteraksi langsung tanpa jarak menunjukkan bahwa Polri tidak hanya mengawal keamanan, tetapi juga menghargai ruang demokrasi dan kemanusiaan,” jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, aksi 1 Desember mahasiswa Papua berlangsung di sekitar Asrama Mahasiswa Papua, Jalan Lanto Daeng Pasewang, Makassar, Senin (1/12). Terlihat massa awalnya mulai menggelar aksi damai sekitar pukul 08.00 Wita, dengan membentuk barisan dan berorasi tepat di sekitar asrama.

Suasana mulai memanas saat massa aksi diminta mundur oleh koordinator aksi sekitar pukul 10.45 Wita. Tapi beberapa massa menolak hingga terjadi ketegangan yang memicu serangan ke blokade polisi yang berjaga hingga melempari polisi dengan air gelas mineral hingga batu.

Beruntung, demo ricuh ini tidak berlangsung lama usai ditenangkan oleh koordinator aksi dan polisi yang berjaga. Ketegangan tersebut juga tidak dibalas oleh polisi yang berjaga.

Penanggung jawab aksi, Andarias (23) mengungkapkan demo ini dalam rangka memperingati Deklarasi Kemerdekaan Bangsa Papua Barat 1 Desember. Mereka menilai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tak mampu menyelesaikan masalah penindasan yang dialami rakyat Papua.

“Terkait dengan tuntutan hari ini, ini hari refleksi kritis terhadap kondisi penindasan yang dialami rakyat Papua. Yang negara buta untuk menyelesaikan masalah-masalah substansi di tanah Papua itu sendiri,” kata Andarias kepada wartawan di lokasi.