Nasib pilu menimpa nenek bernama Wahbah (85) digotong kerabat dan tetangganya untuk menerima bantuan beras di , Sulawesi Selatan (Sulsel). Wahbah terpaksa ke kantor kelurahan karena perwakilan keluarganya ditolak saat mengambil bantuan.
Peristiwa tersebut terjadi di Kelurahan Maricaya Baru, Kecamatan Makassar, Selasa (16/12/2025). Wahbah diantar menuju kantor Kelurahan Maricaya Baru meski dalam kondisi sakit dan kesulitan berjalan.
Menantu Wahbah bernama Emmi (65) mengaku awalnya meminta tolong kepada adiknya, Ati bersama mantan ketua RT yang merupakan tetangganya untuk mewakilkan Wahbah mengambil bantuan. Namun mereka pulang dengan tangan kosong karena ditolak.
“Bilang tidak bisa ambil beras, tidak bisa. Saya bilang kenapa? Ditolak. Harus katanya yang bersangkutan. Jadi bilang Ati, harus bawa KTP-nya mama, karena KTP sebagai tanda ganti diri kan,” ucap Emmi kepada wartawan, Rabu (17/12/2026).
Keluarga pun kembali ke kantor kelurahan dengan membawa KTP namun penolakan kembali terjadi. Emmi pun turun tangan ke kantor kelurahan mempertanyakan hal tersebut namun dia justru mendapat perlakuan tidak mengenakkan dari staf kelurahan.
“Bukannya menerima dengan baik atau sopan ngomongnya malah menunjukkan muka-muka beringas. Saya juga orangnya karena gimana yah, karena mewakili orang tua tanya kenapa itu adek dipermainkan,” tuturnya.
“Tetangga sudah datang tidak dikasih, adik yang dipercayakan sudah bawa KTP. (Tetapi) dia (staf kelurahan) bilang harus yang bersangkutan,” ucap Emmi.
Emmi mengaku heran dengan pelayanan kelurahan yang dinilai mempersulit warganya untuk mendapatkan haknya. Padahal kondisi kesehatan mertuanya belum membaik setelah baru keluar dari rumah sakit.
“Yang bersangkutan ini (Wahbah) baru keluar rumah sakit. Sudah tidak bisa jalan. Tetap dia bilang tidak bisa. Saya bilang kenapa dulu-dulu dapat, sekarang tidak dapat,” ujarnya.
Akhirnya situasi itu membuat keluarga terpaksa membawa Wahbah ke kantor kelurahan. Keluarga sempat menggendong Wahbah keluar dari rumah, kemudian ikut digotong tetangganya menuju jalan raya untuk naik bentor.
“Masyarakat yang gotong ini mama ke kantor lurah dibawa pakai bentor,” tambah Emmi.
Wahbah pun didampingi menuju kantor Kelurahan Maricaya Baru. Sesampainya di lokasi, Emmi kembali dibuat heran setelah bertemu lurah yang meminta mertuanya untuk tidak usah repot-repot datang mengambil bantuan.
“Pak lurah keluar bilang ‘tidak usah, bu, nanti saya kunjungan’. Saya bilang, ‘nanti heboh begini pak lurah baru mau kunjungan’. Sudah ada ini orang sakit, karena pak lurah tidak percaya ini orang sakit makanya masyarakat bawa langsung,” jelasnya.
Emmi mengaku sempat terbawa emosi karena sempat ditolak setelah bolak-balik kantor kelurahan. Dia mengaku kecewa karena merasa sudah menjalankan petunjuk pihak kelurahan dengan membawa KTP, malah masih ditolak.
“Jadi saya bilang (ke lurah), ‘kalau pun bapak tidak ada, harusnya kasih tahu stafnya bahwa kalau orang bawa KTP kasih haknya orang. Sementara saya ngotot begitu, saya marah juga karena sudah capek adik ini bolak balik hanya beras 2 karung,” jelasnya.
Akhirnya, pihak Kelurahan Maricaya Baru menyerahkan bantuan kepada Wahbah. Nenek tersebut menerima bantuan dua karung beras seberat total 20 kilogram dan empat liter minyak goreng.
Menanggapi hal itu, Lurah Maricaya Baru, Budianto mengaku persoalan itu hanya miskomunikasi. Dia berdalih staf kelurahannya hanya menjalankan aturan dalam petunjuk teknis (juknis) bantuan agar diserahkan langsung ke penerima tanpa diwakili.
“Miskomunikasi ji sebenarnya antara yang bawa KK (kartu keluarga) dengan staf. Mungkin staf berdiri untuk (mempertahankan) juknis, tidak mungkin staf tidak kasih kalau memang haknya. Administrasi mungkin,” kata Budianto kepada infoSulsel, Rabu (17/12).
Budianto mengaku baru tahu kejadian warga protes pembagian sembako usai pulang rapat di Balai Kota, Selasa (16/12) sore. Saat tiba di kantornya, dia langsung mendapati kerabat dari nenek tersebut dalam kondisi emosi.
“Dia bilang ada kudengar informasi tidak bisa diwakili kalau pembagian beras. Saya bilang, sebenarnya di juknis memang tidak bisa kalau orang lain (yang wakili),” katanya.
Menurut Budianto, pemberian bantuan bisa saja diwakili dengan syarat perwakilan keluarga terdaftar dalam kartu keluarga (KK) penerima bantuan. Namun warga yang protes tersebut hanya menerima informasi tidak bisa diwakili dari pihak lain.
“Kalau ada di dalam di KK-nya bisa. Saya tanya, itu infonya dari mana. Dia bilang ada katanya, katanya, katanya. Ternyata (informasi) dari istrinya itu si Pj RT yang lama, itu yang menyampaikan bahwasanya begitu, bukan staf,” ucap Budianto.
Namun Budianto menegaskan persoalan itu sudah diatasi. Dia langsung memerintahkan stafnya agar menyerahkan bantuan kepada Wahbah dan kerabatnya yang sudah telanjur datang ke kantornya.
“Jadi saya suruh itu ibu menunggu dan langsung masuk. Saya bilang sama staf bagikan haknya orang. Kalau ada di data itu haknya orang bagikan, nanti saya tanggung jawab administrasinya,” jelasnya.
Sehari setelah kejadian itu, Budianto mengunjungi kediaman nenek Wahbah di Jalan Monginsidi Baru, Rabu (19/12) pagi. Budianto datang bersama sejumlah stafnya dan pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Maricaya Baru.
“Jadi kami mewakili teman-teman di kelurahan memohon maaf kepada keluarga kalau ada pelayanan kami kemarin yang kurang bagus,” ujar Budianto saat berkunjung ke rumah nenek Wahbah, Rabu (17/12).
Budianto mengklaim persoalan ini sudah diselesaikan dengan keluarga Wahbah. Pihak keluarga nenek Wahbah juga telah memaafkan pelayanan staf kelurahan yang kurang baik
“Saya klarifikasi sekarang bahwa itu semuanya sudah selesai karena pihak keluarga juga sudah memaafkan pihak kelurahan dan kita sudah berkunjung ke nenek ini yang sakit,” paparnya.
Budianto juga mengarahkan agar nenek Wahbah mendapat perawatan di rumah sakit. Namun pihak keluarga sudah pasrah karena umur nenek yang lanjut usia.
“Kita arahkan ke rumah sakit tapi katanya memang rumah sakit sudah tolak karena umur mungkin,” pungkasnya.
Lurah Ungkap Aturan Penerima Bantuan
Lurah Maricaya Baru Minta Maaf
Menanggapi hal itu, Lurah Maricaya Baru, Budianto mengaku persoalan itu hanya miskomunikasi. Dia berdalih staf kelurahannya hanya menjalankan aturan dalam petunjuk teknis (juknis) bantuan agar diserahkan langsung ke penerima tanpa diwakili.
“Miskomunikasi ji sebenarnya antara yang bawa KK (kartu keluarga) dengan staf. Mungkin staf berdiri untuk (mempertahankan) juknis, tidak mungkin staf tidak kasih kalau memang haknya. Administrasi mungkin,” kata Budianto kepada infoSulsel, Rabu (17/12).
Budianto mengaku baru tahu kejadian warga protes pembagian sembako usai pulang rapat di Balai Kota, Selasa (16/12) sore. Saat tiba di kantornya, dia langsung mendapati kerabat dari nenek tersebut dalam kondisi emosi.
“Dia bilang ada kudengar informasi tidak bisa diwakili kalau pembagian beras. Saya bilang, sebenarnya di juknis memang tidak bisa kalau orang lain (yang wakili),” katanya.
Menurut Budianto, pemberian bantuan bisa saja diwakili dengan syarat perwakilan keluarga terdaftar dalam kartu keluarga (KK) penerima bantuan. Namun warga yang protes tersebut hanya menerima informasi tidak bisa diwakili dari pihak lain.
“Kalau ada di dalam di KK-nya bisa. Saya tanya, itu infonya dari mana. Dia bilang ada katanya, katanya, katanya. Ternyata (informasi) dari istrinya itu si Pj RT yang lama, itu yang menyampaikan bahwasanya begitu, bukan staf,” ucap Budianto.
Namun Budianto menegaskan persoalan itu sudah diatasi. Dia langsung memerintahkan stafnya agar menyerahkan bantuan kepada Wahbah dan kerabatnya yang sudah telanjur datang ke kantornya.
“Jadi saya suruh itu ibu menunggu dan langsung masuk. Saya bilang sama staf bagikan haknya orang. Kalau ada di data itu haknya orang bagikan, nanti saya tanggung jawab administrasinya,” jelasnya.
Sehari setelah kejadian itu, Budianto mengunjungi kediaman nenek Wahbah di Jalan Monginsidi Baru, Rabu (19/12) pagi. Budianto datang bersama sejumlah stafnya dan pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Maricaya Baru.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
“Jadi kami mewakili teman-teman di kelurahan memohon maaf kepada keluarga kalau ada pelayanan kami kemarin yang kurang bagus,” ujar Budianto saat berkunjung ke rumah nenek Wahbah, Rabu (17/12).
Budianto mengklaim persoalan ini sudah diselesaikan dengan keluarga Wahbah. Pihak keluarga nenek Wahbah juga telah memaafkan pelayanan staf kelurahan yang kurang baik
“Saya klarifikasi sekarang bahwa itu semuanya sudah selesai karena pihak keluarga juga sudah memaafkan pihak kelurahan dan kita sudah berkunjung ke nenek ini yang sakit,” paparnya.
Budianto juga mengarahkan agar nenek Wahbah mendapat perawatan di rumah sakit. Namun pihak keluarga sudah pasrah karena umur nenek yang lanjut usia.
“Kita arahkan ke rumah sakit tapi katanya memang rumah sakit sudah tolak karena umur mungkin,” pungkasnya.
