Petugas BPJS di Makassar Tolak Layani Pasien Sakit Kronis karena Diwakilkan

Posted on

Warga bernama Latifa Walangadi mengeluhkan petugas BPJS di Poliklinik Balai Kesehatan Kulit, Kelamin, dan Kosmetika Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), menolak melayani karena mewakili ibunya, Fien Walangadi (86). Latifa mewakili ibunya untuk kontrol atas saran dokter karena kondisi sang ibu sudah tidak bisa bangun dari tempat tidurnya.

Peristiwa itu dialami Latifa Walangadi saat hendak kontrol pada Selasa (17/6). Dia mengatakan petugas BPJS di poliklinik tersebut menolak memberikan pelayanan karena pasien tidak dihadirkan secara langsung.

“Saya sudah perlihatkan foto-foto ibu saya kepada petugas, bahkan saya memberikan nomor handphone sebagai bentuk tanggung jawab jika ada hal-hal yang dianggap melanggar. Namun, tetap ditolak,” kata Latifa dalam keterangannya, Kamis (19/6/2025).

Latifa mengaku kesal karena sempat disuruh menunggu hingga tiga jam untuk memastikan apakah dirinya bisa dilayani. Petugas tersebut mengaku harus berkoordinasi terlebih dahulu ke bagian pengaduan di Kantor Cabang BPJS Makassar.

“Tiga jam saya menunggu, ternyata tidak ada hasilnya,” ujar Latifa yang juga mantan pegawai Dinas Kesehatan di RS Labuang Baji ini.

Latifa menjelaskan, pasien memang tidak didatangkan saat kontrol karena berdasarkan saran dari dokter. Dia menyebut dokter hanya meminta diperlihatkan foto perkembangan luka pasien untuk kemudian diberikan resep obat, setelah pada 26 Mei lalu hadir langsung bertemu dokter.

“Dijadwalkan kontrol lanjutan pada 17 Juni. Karena kondisi pasien yang kronis, dokter menyarankan agar cukup mengirimkan foto perkembangan luka untuk kemudian diberikan resep obat,” kata Latifa.

Namun, saat Latifa mendaftar, ia diminta melapor ke bagian BPJS, yang kemudian menolak pelayanan tanpa kehadiran pasien. Akhirnya, Latifa kembali menemui dokter dan berhasil mendapatkan resep obat di luar prosedur BPJS.

“Saya bisa menebus resep obat di apotek tanpa pakai BPJS, hanya saja karena BPJS itu merupakan hak pasien makanya saya berusaha untuk meminta pelayanan BPJS,” katanya.

Terpisah, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Makassar, Muhammad Aras menegaskan peserta JKN dalam mendapatkan pengobatan wajib mengikuti ketentuan yang berlaku. Termasuk keharusan peserta untuk hadir langsung saat pelayanan kesehatan guna menjamin keabsahan identitas dan kebutuhan indikasi medis yang akurat sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pedoman Indonesian Case Base Groups (INA-CBG) dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan terkait ketentuan episode rawat jalan.

“Demikian halnya untuk kemudahan dan kecepatan layanan saat ini telah diterapkan validasi biometrik melalui pemanfaatan Face Recognition (Frista) atau Finger Print sekaligus untuk memastikan Eligibilitas Peserta yang akan mendapatkan pelayanan. Langkah ini merupakan bagian dari transformasi digital sistem JKN dalam menjamin ketepatan layanan dan mencegah potensi penyalahgunaan hak penjaminan,” kata Aras dalam keterangannya.

Dalam sistem penjaminan JKN, kata dia, penggunaan validasi biometrik dalam penerbitan Surat Eligibitas Peserta (SEP) dapat dikecualikan dalam kondisi darurat pada pelayanan gawat darurat (UGD) yang tidak memungkinkan penggunaan validasi biometrik.

“Pernyataan ini disampaikan menyusul adanya pemberitaan mengenai keluarga peserta yang merasa kesulitan saat ingin melanjutkan pengobatan orang tuanya yang sudah lanjut usia. Keluarga peserta tersebut meminta pelayanan tanpa kehadiran pasien dan menyampaikan dokumentasi foto kondisi pasien sebagai pengganti pemeriksaan langsung. Namun permintaan tersebut ditolak oleh petugas karena tidak sesuai prosedur,” ujar dia.

Pihaknya mengaku memahami kondisi pasien yang sudah lanjut usia. Namun dia meminta agar menggaris bawahi bahwa secara ketentuan, layanan penjaminan memerlukan kehadiran peserta untuk diperiksa langsung oleh dokter.

“Ini menjadi dasar penjaminan yang sah agar tidak terjadi kesalahan diagnosis ataupun potensi penyalahgunaan. Bahwa saat ini belum ada ketentuan penunjang yang memperbolehkan pengobatan JKN dapat diwakilkan kepada orang lain tanpa kehadiran pasien, dan harus melalui pemeriksaan dokter yang merawatnya,” pungkas Aras.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *