Pemerintah pusat menginstruksikan pemerintah daerah untuk menggratiskan biaya bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BHPTB) dan retribusi persetujuan bangunan gedung (PBG) demi mendukung program rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Namun, , rupanya belum menjalankan program bantuan subsidi tersebut.
Pembebasan BHPTB dan PBG tersebut sejatinya sudah diumumkan sejak Januari 2025, lalu. Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Gowa Indra Wahyudi Yusuf beralasan pihaknya khawatir program itu menyebabkan menurunnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Pada saat ada (subsidi untuk) MBR itu, kami langsung konsultasi ke Kemendagri karena BPHTB itu salah satu PAD primadonanya Gowa. Jadi kalau kami menjalankan tanpa adanya filter, kan di situ di aturan (syarat penerima subsidi gaji) Rp 8 juta ke bawah, kalau Rp 8 juta ke bawah itu banyak sekali. Biar saya belum sampai Rp 8 juta gajiku,” ujar Indra Wahyudi kepada infoSulsel, Selasa (7/10/2025) malam.
Indra mengklaim pihak Kemendagri telah memberikan kebijakan kepada pemerintah daerah untuk mengkaji program itu sebelum diterapkan. Menurutnya, pemerintah daerah diperbolehkan melakukan penyaringan terlebih dahulu terhadap data penerima program bantuan subsidi tersebut.
“Disampaikan oleh Kemendagri bahwa boleh daerah melakukan kanalisasi atau difilter, misalnya sesuai daftar orang miskin. Makanya itu Perbup-nya kami, kami tambah bahwa persyaratan yang akan menerima itu (bantuan subsidi) salah satunya bahwa merupakan keluarga miskin yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dinas sosial yang masuk dalam DTSN,” jelasnya.
Lebih lanjut dia mengaku sudah berkoordinasi dengan Dinas Sosial Gowa terkait daftar penerima yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Nasional (DTSN). Pihaknya mesti melakukan filterisasi terhadap data warga miskin agar program ini tepat sasaran dan tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan PAD.
“Belum ada masyarakat yang pernah mempertanyakan (soal pemberlakukan pembebasan BPHTB dan PBG). Jadi makanya kami filter seperti itu, karena kalau tidak difilter kita akan kehilangan 70 persen PAD dari BPHTB,” katanya.
“Iye, hilang 70 persen (potensi PAD dari BPHTB) kalau itu diterapkan. Karena yang banyak di Gowa itu rumah subsidi. Rumah subsidi biasa orang mampu, bukan rakyat kecil. Begitu caranya kalau dari kami,” tambah Indra.
Indra menganggap langkah yang diambil Pemkab Gowa tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat. Dia mengatakan pemerintah pusat telah meminta pemerintah daerah untuk mandiri usai dana transfer juga akan dipangkas pada 2026.
“Kan begini, kita dituntut kemandirian daerah, baru PAD-ta habis, belum lagi 2026 dikurangi transfer daerah,” jelasnya.
Dia menyadari kebijakan pusat tersebut bertujuan meringankan beban masyarakat kecil, namun baginya pembeli rumah subsidi di Gowa umumnya bukan dari kalangan miskin. Apalagi setiap pembelian rumah subsidi BPHTB ditanggung developer.
“Nah masyarakat kecil tidak ada mau beli rumah pi. Masyarakat beli rumah subsidi Rp 173 juta sekarang, itu include mi dengan biayanya. Kalau bisa jadi saya termasuk kelompok orang miskin, gajiku sekitar 4,6, jadi 0 rupiah,” papar Indra.
Di sisi lain, Indra menyebut kewenangannya hanya mengurusi retribusi PAD dari BHTPB, sedangkan PBG merupakan ranah Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Gowa. Namun menurutnya, Dinas Perkimtan Gowa akan beralasan sama dengannya terkait program bantuan subsidi pusat yang belum diterapkan.
“PBG itu di Perkimtan, (tetapi) pasti Perkimtan begitu juga jawabannya. Terus PPN juga bukan di kami, (tetapi) pajak. Dan mereka juga pasti begitu,” ujarnya.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Dukungan Percepatan Pelaksanaan Program Tiga Juta Rumah di Jakarta, Senin (25/11/2024).
SKB itu mengatur 3 poin penting yang membantu kelancaran program tiga juta rumah. Tiga poin itu adalah pembebasan BPHTB, penghapusan retribusi PBG untuk MBR, serta mempercepat perizinan PBG dari maksimal 28 hari menjadi 10 hari.
Dilansir dari infoProperti, Tito menegaskan aturan tersebut mulai berlaku pada Januari 2025. Pemerintah daerah diminta lebih dulu membuat Perkada turunan dari SKB yang ditargetkan selesai pada Desember 2024 silam.
“Untuk SKB ini berlaku jadi dasar bagi pemerintah daerah untuk mengeluarkan Perkada, berlaku terus sampai nanti ada pencabutan. Maka tadi saya sampaikan kepada teman-teman daerah, hati-hati. BPHTB, pembebasan BPTB dan PBG hanya untuk program rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Tito di Kementerian Dalam Negeri, Senin (25/11/2024).
Terpisah, Ara bersama Mendagri memastikan akan mengecek langsung sejumlah daerah yang belum merealisasikan program pembebasan BPHTB dan retribusi PBG untuk MBG. Hal ini setelah adanya keluhan dari sejumlah asosiasi pengembangan perumahan yang masih mengalami kendala terkait implementasi kebijakan tersebut.
“Saya bersama Mendagri telah bertemu dengan asosiasi pengembang yang menyampaikan data bahwa masih ada pemerintah daerah (pemda) yang belum melaksanakan pembebasan biaya BPHTB dan PBG, serta percepatan proses penerbitan PBG bagi MBR,” ujar Ara dikutip dari keterangan tertulis, dikutip Rabu (23/4/2025).
Ara menuturkan bahwa sejumlah perwakilan asosiasi pengembang telah menyampaikan data terkait pemerintah daerah yang sudah dan belum melaksanakan SKB terkait penghapusan BHPTB dan PBG. Kementerian PKP dan Kemendagri akan melakukan pengecekan di sejumlah daerah terkait data yang dimaksud.
Tentunya data dari asosiasi pengembang ini perlu di crosscheck dan diklarifikasi langsung ke daerah karena SKB 3 Menteri ini sudah ditandatangani dan harus dilaksanakan di lapangan,” tegasnya.
Ara menekankan program pembebasan BPHTB dan PBG bagian dari instruksi Presiden Prabowo Subianto. Dia menegaskan program ini untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk membeli rumah khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
“Kita kenal biasanya karpet merah itu hanya buat investor, tetapi di pemerintahan Presiden Prabowo diberikan kepada rakyat berpenghasilan rendah,” kata Ara kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, dilansir dari infoNews, Rabu (30/7).
Program sudah berlaku sejak periode Januari-Juni 2025. Namun pemerintah pun kembali memutuskan memperpanjang program bantuan subsidi ini hingga Desember 2025.
“BPHTB itu biasanya bayar 5%, ini sekarang 0%, kemudian PBG, PBG itu Persetujuan Bangunan Gedung, ini juga dibuat jadi 0. Kemudian yang ketiga PPN, PPN ditanggung pemerintah,” ungkapnya.
“Tadinya itu kebijakannya 0 itu dari Januari sampai Juni sudah dilaksanakan, baru Menko Perekonomian dan Ibu Menteri Keuangan sudah memutuskan Juli sampai Desember ini juga dilakukan gratis,” lanjut Ara.
Ara juga mengatakan bahwa pengusaha properti turut menunjukkan komitmen gotong royong. Menurutnya, mereka bersedia menanggung DP (uang muka) bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan demi mempercepat program ini.
“Para pengusaha ini luar biasa, mereka berbagi dengan cara membayarkan DP-nya, jadi DP-nya gratis, khusus buat anggota BPJS Ketenagakerjaan,” ungkapnya.
Pusat Akan Cek Daerah Belum Gratiskan BHTPB-PBG
Penghapusan BPHTB-PBG Berlaku hingga Desember 2025
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Dukungan Percepatan Pelaksanaan Program Tiga Juta Rumah di Jakarta, Senin (25/11/2024).
SKB itu mengatur 3 poin penting yang membantu kelancaran program tiga juta rumah. Tiga poin itu adalah pembebasan BPHTB, penghapusan retribusi PBG untuk MBR, serta mempercepat perizinan PBG dari maksimal 28 hari menjadi 10 hari.
Dilansir dari infoProperti, Tito menegaskan aturan tersebut mulai berlaku pada Januari 2025. Pemerintah daerah diminta lebih dulu membuat Perkada turunan dari SKB yang ditargetkan selesai pada Desember 2024 silam.
“Untuk SKB ini berlaku jadi dasar bagi pemerintah daerah untuk mengeluarkan Perkada, berlaku terus sampai nanti ada pencabutan. Maka tadi saya sampaikan kepada teman-teman daerah, hati-hati. BPHTB, pembebasan BPTB dan PBG hanya untuk program rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Tito di Kementerian Dalam Negeri, Senin (25/11/2024).
Terpisah, Ara bersama Mendagri memastikan akan mengecek langsung sejumlah daerah yang belum merealisasikan program pembebasan BPHTB dan retribusi PBG untuk MBG. Hal ini setelah adanya keluhan dari sejumlah asosiasi pengembangan perumahan yang masih mengalami kendala terkait implementasi kebijakan tersebut.
“Saya bersama Mendagri telah bertemu dengan asosiasi pengembang yang menyampaikan data bahwa masih ada pemerintah daerah (pemda) yang belum melaksanakan pembebasan biaya BPHTB dan PBG, serta percepatan proses penerbitan PBG bagi MBR,” ujar Ara dikutip dari keterangan tertulis, dikutip Rabu (23/4/2025).
Ara menuturkan bahwa sejumlah perwakilan asosiasi pengembang telah menyampaikan data terkait pemerintah daerah yang sudah dan belum melaksanakan SKB terkait penghapusan BHPTB dan PBG. Kementerian PKP dan Kemendagri akan melakukan pengecekan di sejumlah daerah terkait data yang dimaksud.
Tentunya data dari asosiasi pengembang ini perlu di crosscheck dan diklarifikasi langsung ke daerah karena SKB 3 Menteri ini sudah ditandatangani dan harus dilaksanakan di lapangan,” tegasnya.
Pusat Akan Cek Daerah Belum Gratiskan BHTPB-PBG
Ara menekankan program pembebasan BPHTB dan PBG bagian dari instruksi Presiden Prabowo Subianto. Dia menegaskan program ini untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk membeli rumah khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
“Kita kenal biasanya karpet merah itu hanya buat investor, tetapi di pemerintahan Presiden Prabowo diberikan kepada rakyat berpenghasilan rendah,” kata Ara kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, dilansir dari infoNews, Rabu (30/7).
Program sudah berlaku sejak periode Januari-Juni 2025. Namun pemerintah pun kembali memutuskan memperpanjang program bantuan subsidi ini hingga Desember 2025.
“BPHTB itu biasanya bayar 5%, ini sekarang 0%, kemudian PBG, PBG itu Persetujuan Bangunan Gedung, ini juga dibuat jadi 0. Kemudian yang ketiga PPN, PPN ditanggung pemerintah,” ungkapnya.
“Tadinya itu kebijakannya 0 itu dari Januari sampai Juni sudah dilaksanakan, baru Menko Perekonomian dan Ibu Menteri Keuangan sudah memutuskan Juli sampai Desember ini juga dilakukan gratis,” lanjut Ara.
Ara juga mengatakan bahwa pengusaha properti turut menunjukkan komitmen gotong royong. Menurutnya, mereka bersedia menanggung DP (uang muka) bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan demi mempercepat program ini.
“Para pengusaha ini luar biasa, mereka berbagi dengan cara membayarkan DP-nya, jadi DP-nya gratis, khusus buat anggota BPJS Ketenagakerjaan,” ungkapnya.