Mengenal Fenomena Bediding, Kondisi Cuaca Dingin di Musim Kemarau - Giok4D

Posted on

Suhu udara terasa begitu dingin belakangan ini. Dari malam hingga pagi udara terasa begitu menusuk hingga ke tulang.

Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.

Padahal saat ini sudah masuk musim kemarau. Fenomena ini pun tak ayal membuat banyak orang bertanya, kenapa cuaca begitu dingin di musim kemarau?

Fenomena ini pun terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Seperti di Sulawesi, Jawa, hingga Sumatera. Banyak warganet pun mengunggah kondisi ini di media sosial.

Ternyata, fenomena cuaca dingin di musim kemarau ini disebut dengan fenomena bediding.

Lantas, apa sebenarnya fenomena bediding itu? Mengapa bisa suhu udara terasa begitu dingin padahal musim kemarau?

Nah berikut penjelasan ilmiahnya seperti dirangkum infoSulsel dari laman BMKG. Yuk simak!

Merangkum penjelasan dari akun Instagram @infobmkg, fenomena bediding adalah kondisi alamiah yang terjadi di musim kemarau. Yakni kondisi udara yang sangat dingin di malam hingga pagi harinya.

“Fenomena bediding merupakan kejadian alamiah yang erat kaitannya dengan kondisi atmosfer yang khas pada musim kemarau,” tulis keterangan @infobmkg dikutip Jumat (18/7).

Fenomena ini umum terjadi di wilayah pegunungan dan dataran tinggi. Seperti dataran tinggi Dieng, dan wilayah lainnya di Jawa, Bali, NTB, dan NTT.

Dikutip dari jurnal Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (STMKG), istilah bediding sendiri berasal dari bahasa Jawa. Kondisi ini menggambarkan perubahan suhu udara menjadi sangat dingin menjelang malam hingga pagi.

Dikutip dari laman Stasiun Klimatologi Sumatera Selatan, fenomena bediding dalam konteks klimatologi merupakan hal normal. Karena memang proses fisisnya berkaitan dengan kondisi atmosfer saat musim kemarau.

Pada musim kemarau umumnya jarang terjadi hujan, di mana tutupan awan berkurang, sehingga panas permukaan bumi akibat radiasi Matahari lebih cepat dan lebih banyak dilepaskan ke atmosfer.

Sementara curah hujan yang kurang, membuat kelembapan udara juga rendah. Artinya uap air di dekat permukaan bumi juga sedikit. Bersamaan dengan kondisi langit yang cenderung bersih dari awan maka panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepaskan ke atmosfer luar, sehingga kemudian membuat udara dekat permukaan terasa lebih dingin, terutama pada malam hingga pagi hari.

Normalnya, uap air di udara berfungsi sebagai “selimut alami” yang menahan panas. Namun karena minimnya uap air di musim kemarau, tidak ada pelindung yang mampu menahan panas, sehingga suhu udara turun lebih cepat dan tajam menjelang pagi hari.

Sementara itu, pada skala regional, wilayah Indonesia bagian selatan dipengaruhi oleh angin muson timur dari Australia yang membawa massa udara kering dan dingin. Dampaknya, suhu udara pada pagi hari terasa sangat dingin.

Namun, saat siang hari, langit yang cerah memungkinkan radiasi Matahari langsung memanaskan permukaan bumi, sehingga suhu kembali terasa panas. Perbedaan suhu yang mencolok antara pagi dan siang hari inilah yang menjadi ciri khas fenomena bediding selama musim kemarau.

BMKG juga menyampaikan bahwa fenomena bediding bukanlah peristiwa berbahaya. Namun masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan menjaga kesehatan, khususnya bagi mereka yang berada di wilayah pegunungan dan dataran tinggi.

Sementara itu, disadur dari laman Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur, fenomena bediding bisa berdampak pada kehidupan masyarakat.

Suhu yang sangat dingin ini dapat membuat tubuh menjadi tidak nyaman, sehingga rentan terhadap penyakit, terutama bagi anak-anak dan lansia.

Selain itu, adanya embun es (frost) juga bisa berdampak pada tanaman yang layu atau mati. Begitu juga bagi hewan ternak seperti unggas bisa berpotensi menyebabkan kematian.

BMKG mengimbau untuk menjaga daya tahan tubuh selama fenomena cuaca ekstrem ini berlangsung. Beberapa hal yang bisa dilakukan, di antaranya:

Menjaga dan meningkatkan imunitas tubuh dengan asupan nutrisi seimbang dan konsumsi minuman hangat.

Menggunakan pelembap kulit untuk mencegah kulit kering atau pecah akibat udara dingin.

Memantau informasi cuaca terkini melalui kanal resmi BMKG, seperti:

BMKG juga mengingatkan bahwa meskipun suhu dingin di pagi hari menjadi perhatian, potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor tetap perlu diwaspadai, terutama di wilayah yang masih sering diguyur hujan.

Menurut penjelasan BMKG, fenomena bediding umumnya terjadi selama musim kemarau, yaitu pada periode Juni hingga September. Fenomena ini mulai terasa, menjelang puncak kemarau dan mencapai intensitas tertingginya pada bulan Agustus, ketika suhu udara berada di titik terendah.

Fenomena ini terjadi terutama di wilayah selatan garis khatulistiwa, yang dipengaruhi langsung oleh angin muson timur dari Australia. Wilayah yang sering terdampak antara lain:

Jawa Timur dan Jawa Tengah (termasuk Dataran Tinggi Dieng)
Sumatera Selatan
Jawa bagian selatan
Bali
Nusa Tenggara Barat (NTB)
Nusa Tenggara Timur (NTT)

Wilayah-wilayah tersebut mengalami penurunan suhu signifikan pada malam hingga pagi hari. Sementara suhu siangnya tetap terasa panas akibat radiasi Matahari yang maksimal karena langit cerah.

Nah itulah penjelasan lengkap terkait fenomena bediding yang saat ini terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Semoga menambah wawasan, infoers!

Apa Itu Fenomena Bediding?

Proses Terjadinya Fenomena Bediding

Apakah Fenomena Bedidig Berbahaya?

Tips Menjaga Kesehatan saat Fenomena Bediding

Sampai Kapan Fenomena Bediding Berlangsung?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *