Fenomena gerhana bulan sering dihubungkan dengan berbagai mitos dan tradisi di masyarakat, termasuk keyakinan tentang mandi gerhana bulan untuk ibu hamil. Aktivitas ini dipercaya bisa memberi pengaruh pada keselamatan ibu dan bayi dalam kandungan.
Dalam perspektif Islam, setiap tradisi atau amalan perlu ditinjau berdasarkan dalil yang jelas. Oleh karena itu, penting untuk memahami apakah praktik mandi gerhana Bulan bagi ibu hamil ini memiliki dasar syariat atau sekadar kepercayaan turun-temurun.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Nah, berikut penjelasan mengenai mandi gerhana Bulan untuk ibu hamil menurut Islam. Simak, yuk!
Mandi gerhana Bulan untuk ibu hamil tidak memiliki dasar syariat dalam Islam. Begitu pula berbagai amalan lain yang dikaitkan khusus dengan ibu hamil saat terjadi gerhana Bulan, tidak ditemukan landasannya dalam Al-Qur’an, hadis, maupun pendapat ulama.
Namun, sebagian ulama memang menganjurkan mandi gerhana bagi kaum muslim secara umum, bukan khusus untuk ibu hamil. Anjuran ini dijelaskan dalam kitab Kifayatul Akhyar (Kelengkapan Orang Shalih) karya Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini.
Di dalamnya disebutkan bahwa mandi gerhana, baik gerhana Matahari maupun Bulan termasuk mandi yang disunahkan. Syaikh Abū Syuja’ mengatakan:
فَضْلٌ: وَ الْأَغْسَالُ الْمَسْنُوْنَةُ سَبْعَةَ عَشَرَ غُسْلًا: الْجُمُعَةُ، وَ الْعِيْدَانِ، وَ الْاِسْتِسْقَاءُ، وَ الْكُسُوْفُ، وَ الْخُسُوْفُ.
Artinya: “Mandi-mandi yang disunahkan ada tujuh belas. Yaitu mandi Jumat, mandi dua hari raya, mandi Istisqa’, mandi gerhana Matahari, dan mandi gerhana Bulan.”
Dengan demikian, dalam Islam tidak ada anjuran mandi gerhana Bulan yang dikhususkan bagi ibu hamil. Amalan mandi gerhana dianjurkan secara umum bagi umat muslim, sebagaimana pendapat sebagian ulama.
Bagi umat muslim yang hendak melaksanakan mandi gerhana Bulan harus mengetahui bacaan niatnya terlebih dahulu. Berikut niat mandi gerhana Bulan dikutip dari Facebook Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag RI:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِخُسُوْفِ القَمَرِ سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى
Arab Latin: Nawaitul ghusla li khusuufil qomari sunnatal lillaahi ta’aala.
Artinya: Aku niat mandi karena terjadi gerhana Bulan sunnah karena Allah Ta’ala.
Mandi gerhana Bulan untuk ibu hamil pada dasarnya merupakan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun. Kebiasaan ini muncul karena adanya mitos yang dipercaya oleh sebagian masyarakat.
Dikutip dari Jurnal Universitas Hasanuddin berjudul “Pengalaman Ibu Hamil Menjalani Tradisi Appassili Tujuh Bulanan pada Suku Makassar”, terdapat budaya yang berkembang di masyarakat bahwa ibu hamil harus melakukan ritual mandi ketika gerhana Bulan.
Tradisi serupa juga dijelaskan dalam Jurnal STIKes Dharma Husada Bandung berjudul “Perawatan Kehamilan dalam Perspektif Budaya Sunda di Desa Manyingsal dan Desa Wanasari, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang Tahun 2019”.
Disebutkan bahwa terdapat keyakinan bahwa ibu hamil harus mandi kembang tujuh rupa di bawah tempat duduk yang terbuat dari kayu (amben) saat gerhana. Konon, jika tidak mandi maka anak mereka akan terlahir dengan kulit hitam.
Aktivitas itu pun banyak dilakukan karena ibu hamil diliputi rasa khawatir akan mitos tersebut. Padahal, dari aspek kesehatan mandi di malam hari bagi ibu hamil akan menyebabkan kedinginan dan jika terlalu lama bisa kontraksi.
Selain itu, ada pula tradisi Bancakan Sega Ulih di Jawa yang dilakukan khusus untuk wanita hamil saat terjadi fenomena langit ini. Salah satu prosesi dalam tradisi ini adalah mandi kehamilan, sebagaimana dijelaskan dalam Jurnal Kebudayaan Jawa berjudul “Tradisi Bancakan Sega Ulih untuk Wanita Hamil di Desa Ngadirejo, Temanggung.”
Mandi kehamilan tersebut dilakukan tepat ketika gerhana berlangsung. Caranya seperti mandi biasa, hanya saja menggunakan tapihan (kain yang dililitkan pada tubuh seperti jarik) dan karung beras sebagai pelengkap prosesi.
Secara filosofi, mandi ini dimaknai sebagai sarana penyucian diri. Sementara penggunaan karung beras dimaksudkan untuk menimbulkan suara ketika terkena air, yang diyakini dapat “membangunkan” bayi dalam kandungan.
Dinukil dari buku Tuntunan Lengkap 99 Salat Sunah Superkomplet karya Ibnu Watiniyah, dalam Islam amalan utama yang dianjurkan ketika gerhana Bulan adalah salat sunah khusuf, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Salat ini diperintahkan langsung oleh Allah SWT sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an:
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمْرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan jangan pula kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.” (QS Fushshilat [41]: 37)
Selain melaksanakan salat, Rasulullah SAW juga menekankan agar umat muslim memperbanyak zikir dan mengingat Allah SWT ketika terjadi gerhana, baik Matahari maupun Bulan. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Nabi SAW bersabda:
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ، لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ.
Artinya: “Sesungguhnya Matahari dan Bulan itu adalah dua tanda kekuasaan Allah. Terjadinya gerhana Matahari dan Bulan itu bukanlah karena kematian atau kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika engkau melihatnya, ingatlah dan berzikirlah kepada Allah.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan data BMKG, puncak gerhana Bulan total tahun ini akan terjadi pada Senin, 8 September 2025 pukul 01.11 WIB atau 02.11 Wita, serta 03.11 WIT. Fase gerhana total dimulai pukul 00.30 WIB dan berakhir pada 01.53 WIB, dengan durasi totalitas mencapai 1 jam 22 menit 6 info.
Saat puncak gerhana Bulan total, Bulan akan tampak merah saat cuaca cerah akibat hamburan cahaya Matahari. Fenomena ini aman dilihat dengan mata telanjang atau lebih jelas dengan teleskop.
Itulah informasi seputar mandi gerhana Bulan untuk ibu hamil menurut Islam. Semoga berguna!