Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan (Sulsel), memiliki lahan budi daya rumput laut seluas lebih dari 3.000 hektare. Lahan ini tersebar di sejumlah kecamatan pesisir dan kepulauan yang menjadi sentra penghasil rumput laut.
Kepala Bidang Pengelolaan Perikanan Budi Daya Dinas Perikanan Takalar M Misbah mengatakan total luas area budi daya mencapai 3.046 hektare. Wilayah terluas berada di Kecamatan Laikang dan Kepulauan Tanakeke.
“3.046 hektare tersebar di Kecamatan Laikang 1.380,4 hektare, Kecamatan Kepulauan Tanakeke 1.249 hektare, Kecamatan Mappakasunggu 56,1 hektare, Kecamatan Galesong Utara 86,9 hektare, dan Kecamatan Sanrobone 274,3 hektare,” ujar Misbah kepada infoSulsel, Jumat (31/10/2025).
Misbah menjelaskan jumlah pembudi daya rumput laut di Takalar mencapai belasan ribu orang. Dia menyebut aktivitas ini menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat pesisir.
“Pembudi daya rumput laut 9.360 orang dari total pembudi daya semua komoditas 11.424 orang,” katanya.
Dia menuturkan produksi rumput laut di Takalar terus menunjukkan tren positif. Dalam 3 tahun terakhir, peningkatan produksi mencapai rata-rata 1-2 persen.
“Tren produksi dalam 3 tahun terakhir mengalami peningkatan rata-rata sebesar 1-2% di tengah persaingan dan tekanan pasar internasional. Takalar juga menyumbang produksi 14,9% budi daya di Sulsel tahun 2024,” jelasnya.
Data Dinas Perikanan menunjukkan, total produksi rumput laut Takalar pada 2023 mencapai 617.810 ton dan meningkat menjadi 619.801 ton pada 2024. Sementara hingga September 2025 produksinya sudah mencapai 463.155 ton.
Misbah menyebut jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di Takalar adalah Eucheuma cottoni dan Gracilaria sp. Kedua jenis ini mendominasi hasil panen sepanjang tahun.
“Eucheuma cottoni 313.871 ton dan Gracilaria sp 67.581 ton (data per Januari-September 2025),” ungkapnya.
Dia menambahkan pemerintah daerah terus mendorong pengembangan hilirisasi rumput laut untuk meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat. Dukungan diberikan melalui bantuan alat, bibit, hingga pembinaan UMKM.
“Pemberian bantuan sarana dan prasarana selama 3 tahun terakhir, berupa tali, bibit rumput laut, dan pelampung yang bersumber dari DAK, DAU, dan APBD Sulsel,” tuturnya.
Saat ini terdapat 7 UMKM olahan rumput laut di Takalar yang mengembangkan produk turunan seperti makanan ringan dan olahan khas laut. Produk-produk ini tersebar di beberapa kecamatan pesisir.
“Olahan rumput laut menjadi makanan, seperti stik rumput laut, dodol rumput laut, dan bakso rumput laut di Kecamatan Laikang, Mappakasunggu, Polongbangkeng Selatan, Galesong Utara, dan Kepulauan Tanakeke,” terangnya.
Misbah menyebut jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di Takalar adalah Eucheuma cottoni dan Gracilaria sp. Kedua jenis ini mendominasi hasil panen sepanjang tahun.
“Eucheuma cottoni 313.871 ton dan Gracilaria sp 67.581 ton (data per Januari-September 2025),” ungkapnya.
Dia menambahkan pemerintah daerah terus mendorong pengembangan hilirisasi rumput laut untuk meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat. Dukungan diberikan melalui bantuan alat, bibit, hingga pembinaan UMKM.
Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.
“Pemberian bantuan sarana dan prasarana selama 3 tahun terakhir, berupa tali, bibit rumput laut, dan pelampung yang bersumber dari DAK, DAU, dan APBD Sulsel,” tuturnya.
Saat ini terdapat 7 UMKM olahan rumput laut di Takalar yang mengembangkan produk turunan seperti makanan ringan dan olahan khas laut. Produk-produk ini tersebar di beberapa kecamatan pesisir.
“Olahan rumput laut menjadi makanan, seperti stik rumput laut, dodol rumput laut, dan bakso rumput laut di Kecamatan Laikang, Mappakasunggu, Polongbangkeng Selatan, Galesong Utara, dan Kepulauan Tanakeke,” terangnya.
