Kronologi Terkuaknya Sindikat Uang Palsu UIN Makassar, Bermula dari Agen Bank

Posted on

Salah satu anggota Polsek Palangga bernama Adrianto menjadi saksi dalam persidangan kasus uang palsu yang menjerat mantan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar, Andi Ibrahim yang merupakan salah satu dalang dalam perkara tersebut. Polisi tersebut menjelaskan kronologi terbongkarnya sindikat kasus uang palsu yang diproduksi di dalam kampus.

Hal itu dijelaskan Adrianto saat menjadi saksi dalam sidang dengan terdakwa Andi Ibrahim di Ruang Kartika, Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Rabu (7/5/2025). Adrianto menyebut penangkapan Andi Ibrahim merupakan pengembangan dari keterangan tersangka-tersangka sebelumnya.

Adrianto menjelaskan, kasus ini bermula ketika salah satu tersangka bernama Kamaran melakukan pembayaran angsuran di sebuah toko atau agen bank pada 2024 lalu. Namun, agen bank tersebut menaruh curiga pada uang yang digunakan oleh Kamaran.

Agen itu berkata pada Kamaran jika uang yang digunakan tersebut seperti uang palsu. Mendengar hal tersebut, Kamaran pun berdalih jika dirinya hanya disuruh lalu bergegas pulang.

“Kemudian agen BRILink tersebut menelepon ke tim saya (namanya) Pak Herman. Kemudian kami melakukan pengecekan CCTV, terdeteksi dengan nomor plat motor yang digunakan oleh Kamaran,” ujar Adrianto dalam persidangan.

Pihaknya pun mengamankan Kamaran dan melakukan interogasi. Dari interogasi tersebut, ditemukan informasi bahwa uang tersebut berasal dari Irfandi.

“Kemudian kami kembangkan ke Irfandi. Setelah itu kami mengamankan Irfandi, kemudian dilanjutkan ke saudara Mubin,” jelasnya.

Berdasarkan keterangan Mubin, dirinya mendapatkan uang palsu tersebut dari Andi Ibrahim. Pihaknya pun kemudian melakukan penggeledahan di rumah Andi Ibrahim.

Hasil penggeledahan tersebut, pihaknya menemukan selembar cetakan uang palsu di mobil Andi Ibrahim. Uang palsu tersebut belum dipotong, dalam selembar cetakan itu terdapat 4 uang palsu pecahan Rp 100 ribu, sehingga totalnya ada Rp 400 ribu.

“Setelah interogasi, terdakwa (Andi Ibrahim) menunjukkan satu kardus uang palsu yang disimpan di kampus UIN. Kami diperlihatkan juga ada sekitar Rp 400 juta sudah (digunting dalam kardus tadi),” tuturnya.

Adrianto menuturkan, kala itu Andi Ibrahim belum menunjukkan mesin pencetak uang palsu dalam perpustakaan kampus tersebut. Baru setelah melakukan pengembangan pada Muhammad Syahruna selaku yang memproduksi uang palsu, pihaknya menemukan mesin cetak tersebut.

“Pada saat itu belum (ditunjukkan mesin cetak uang palsu) di gedung perpustakaan (kampus UIN Alauddin Makassar),” tutur Adrianto.

“Kami melakukan interogasi kepada terdakwa (Andi Ibrahim) kemudian terdakwa mengakui uang tersebut dari Syahruna. Setelah melakukan pengembangan, kami menemukan mesin dan alat printnya ada di kampus (gedung perpustakaan UIN Alauddin Makassar),” ungkapnya.

Awalnya, Andi Ibrahim berdalih jika mesin tersebut digunakan untuk mencetak brosur ataupun keperluan kampus lainnya. Namun belakangan diketahui jika mesin tersebut digunakan untuk mencetak uang palsu.

“Kalau untuk mesin di kampus itu sempat ditanyakan kepada terdakwa (Andi Ibrahim), keterangan terdakwa (Andi Ibrahim) waktu itu hanya dipakai untuk kegiatan kampus, untuk mencetak brosur,” jelas Adrianto.

Selain itu, dia juga menemukan ruang tersebut dibuat menjadi ruangan kedap suara. Agar kegiatan di dalamnya tidak dapat didengar oleh mahasiswa atau pun pegawai lainnya.

“(Ada) gipsum, gabus, gipsum lagi (yang ditempelkan dalam ruangan mesin untuk meredam suara),” ucapnya.

Adrianto juga menyebut menemukan printer, tinta, alat pemotong, dan kertas pada ruangan tersebut. Menurutnya, kertas yang ditemukan itu sama dengan yang digunakan Syahruna dalam membuat uang palsu di rumahnya.

“Ada (ditemukan kertas) 1 lembar tapi tidak ada gambar uang, mirip kertasnya dengan yang didapat di Tallo (tempat Syahruna produksi uang palsu). Kami lihat ada tarikan talinya (dalam kertas itu),” katanya.

Atas keterangan saksi tersebut, Andi Ibrahim menyebut ada beberapa keterangan yang salah. Mulai dari penemuan tinta hingga printer di perpustakaan UIN Alauddin.

“Tinta itu didapat bukan di UIN tapi di rumah Syahruna saat penggeledahan. Kemudian WC (yang menjadi ruang mesin cetak) itu sudah tidak dipakai, memang dipakai untuk gudang. Semua orang bisa mengakses karena itu WC umum (di depan gedung), semua orang bisa lewat setiap saat,” kata Andi Ibrahim.

“Printer yang disita (polisi) adalah printer rusak, bukan yang dipakai (untuk uang palsu) tetapi printer yang dipakai oleh Syahruna itu ada di rumahnya,” tutupnya.

Sidang pun akan kembali dilanjutkan pada Rabu (14/5) dengan agenda pemeriksaan saksi. Ketua hakim Dyan Martha Budhinugraeny akan memimpin persidangan bersama dua anggota hakim lainnya yaitu Syahbuddin dan Yenny Wahyuningtyas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *