Kekhawatiran Pemkab Bone di Balik Sikap Ketua DPRD Bone Tolak APBD Perubahan

Posted on

Ketua DPRD Kabupaten Bone menolak menyetujui dokumen penyempurnaan hasil evaluasi Ranperda Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2025. Kondisi ini membuat Pemkab Bone khawatir realisasi anggaran dan program kegiatan molor hingga tertunda karena APBD-P telat disahkan.

Polemik ini bermula dari rapat paripurna terkait persetujuan Ranperda APBD Perubahan 2025 di gedung DPRD Bone pada Jumat (28/9). Dalam rapat itu, ketua DPRD Bone menyatakan sikap menolak menyetujui setelah memilih walkout atau meninggalkan sidang sebelum berakhir.

“Ini kan dia (ketua DPRD Bone) tidak mengutamakan kepentingan masyarakat, buktinya dia tidak menyetujui,” kata anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bone Adriani Alimuddin Page kepada infoSulsel, Selasa (21/10/205).

Rapat terpaksa diambil alih pimpinan DPRD Bone lainnya hingga Ranperda APBD-P tetap disetujui tanpa kehadiran ketua DPRD Bone. Ranperda kemudian diajukan ke Pemprov Sulsel melalui Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) untuk dievaluasi.

Hasil evaluasi lalu ditindaklanjuti dalam rapat Banggar DPRD Bone terkait penyempurnaan Ranperda APBD Perubahan pada Senin (20/1). Ketua DPRD Bone hadir memimpin rapat meski sebelumnya tidak menyetujui Ranperda APBD Perubahan.

Andi Tenri Walinonong pun mengetuk palu tanda disahkannya dokumen penyempurnaan hasil evaluasi Ranperda APBD-P. Namun ketua DPRD Bone dinilai tidak konsisten karena justru menolak menandatangani berita acara penetapan dokumen tersebut.

“Yang paling lucu ketua DPRD tidak menyetujui APBD Perubahan (dalam rapat paripurna), dan dia memimpin rapat (Banggar DPRD) menyampaikan persetujuan soal evaluasi, ketuk palu, dan kemudian tidak mau tanda tangani itu berita acara, lucu sekali,” beber Adriani.

Sikap ketua DPRD Bone yang tidak menandatangani berita acara itu menghambat tahapan penetapan dan pengesahan APBD-P 2025 menjadi perda. Anggaran dan program kegiatan yang telah direncanakan pemerintah otomatis belum bisa dilaksanakan.

“Padahal yang dilakukan ini menyelesaikan semua mekanisme agar program semua bisa terlaksana, tapi selama ini kan ulahnya dia (ketua DPRD Bone) selalu ter-pending,” tegas Adriani.

APBD Perubahan yang belum ditetapkan dan disahkan berdampak pada pembiayaan hingga membuat program kegiatan sulit direalisasikan. Pemkab Bone kini kebingungan mencari cara menjalankan program sembari menunggu APBD-P 2025 ditetapkan.

“Iya, pasti berdampak. Sementara ini kita konsultasikan di BKAD Provinsi soal solusinya itu,” ujar Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemkab Bone Andi Saharuddin kepada infoSulsel, Selasa (21/10).

Penjabat (Pj) Sekda Bone itu khawatir kondisi tersebut bisa berdampak pada layanan publik. Pasalnya, ada sejumlah program yang terkait dengan pelayanan tertunda dilaksanakan karena APBD Perubahan telat disahkan.

“Dampaknya nanti ini pembiayaan semua kegiatan tertunda karena masalah tanda tangan itu. Tapi semoga ada solusi dari BKAD biar tidak molor semua program, karena imbasnya juga ke masyarakat,” paparnya.

Salah satu program yang tertunda direalisasikan adalah pembayaran gaji ke-13 dan tunjangan guru sebesar Rp 80 miliar, serta pembayaran BPJS Kesehatan Rp 26 miliar. Padahal Pemkab Bone berencana langsung menyalurkannya begitu APBD-P sudah ditetapkan.

“Pasti mengalami keterlambatan (pembayaran tunjangan guru Rp 80 miliar), termasuk pembayaran BPJS yang kita sudah siapkan di (APBD) Perubahan sebanyak Rp 26 miliar,” ucap Andi Saharuddin.

Anggota Banggar DPRD Bone Rismono Sarlim turut menyesalkan sikap ketua DPRD Bone. Rismono beranggapan kondisi ini dianggap bisa merugikan kinerja pemerintah karena tidak bisa merealisasikan anggaran dan program kegiatan yang diakomodir di APBD-P.

“Saya sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh ketua DPRD Bone dengan tidak menandatangani APBD Perubahan. Bukan hanya program prioritas yang berdampak, tetapi gaji 13 dan tunjangan bagi guru sebanyak Rp 80 miliar dan pembayaran BPJS Kesehatan Rp 26 miliar,” jelas Rismono.

Ketua Komisi I DPRD Bone ini mengaku khawatir layanan di sektor pendidikan terganggu. Hal ini dipicu kesejahteraan tenaga pendidik belum bisa dipenuhi karena gaji dan tunjangan belum juga dibayarkan.

“Keterlambatan ini bukan sekadar masalah administrasi, tapi menyangkut kesejahteraan guru. Mereka sudah bekerja, tetapi haknya tertunda karena APBD Perubahan belum disahkan sepenuhnya,” tuturnya.

Rismono berharap agar ketua DPRD Bone bijak menanggapi situasi ini. Pihaknya tidak ingin masalah internal DPRD Bone berdampak luas ke masyarakat.

“Pendidikan adalah sektor vital, dan tunjangan guru tidak boleh menjadi korban tarik ulur politik, kami juga berharap ke pemerintah daerah untuk bisa mencarikan solusi soal ini termasuk itu pembayaran BPJS Rp 26 miliar,” jelas Rismono.

Sementara itu, Ketua DPRD Bone Andi Tenri Walinonong berdalih tidak ada niat untuk menghambat program kegiatan pemerintah. Dia beralasan tidak menandatangani dokumen penyempurnaan hasil evaluasi APBD-P karena prosesnya cacat prosedur.

“Yang saya tolak adalah proses yang cacat prosedur dan ilegal, serta tanpa mempertimbangkan catatan hasil evaluasi. Saya menolak untuk menandatangani keputusan sepenting APBD-P secara sepihak tanpa melalui mekanisme kelembagaan yang sah, yaitu rapat pimpinan DPRD,” imbuhnya.

Politisi Gerindra ini pun mengaku siap menandatangani APBD-P demi kepentingan masyarakat. Namun dia meminta agar penetapannya dilakukan sesuai prosedur dan dibahas bersama dalam rapat pimpinan DPRD yang sah sesuai tata tertib.

“Publik harus tahu bahwa keterlambatan ini bukan disebabkan oleh penolakan saya, melainkan oleh ada prosedur kelembagaan yang sah dan harus dilalui untuk sebuah keputusan yang mewakili lembaga,” pungkas Andi Tenri Walinonong.

Pembayaran Tunjangan Guru Tertunda

Anggota Banggar DPRD Bone Rismono Sarlim turut menyesalkan sikap ketua DPRD Bone. Rismono beranggapan kondisi ini dianggap bisa merugikan kinerja pemerintah karena tidak bisa merealisasikan anggaran dan program kegiatan yang diakomodir di APBD-P.

“Saya sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh ketua DPRD Bone dengan tidak menandatangani APBD Perubahan. Bukan hanya program prioritas yang berdampak, tetapi gaji 13 dan tunjangan bagi guru sebanyak Rp 80 miliar dan pembayaran BPJS Kesehatan Rp 26 miliar,” jelas Rismono.

Ketua Komisi I DPRD Bone ini mengaku khawatir layanan di sektor pendidikan terganggu. Hal ini dipicu kesejahteraan tenaga pendidik belum bisa dipenuhi karena gaji dan tunjangan belum juga dibayarkan.

“Keterlambatan ini bukan sekadar masalah administrasi, tapi menyangkut kesejahteraan guru. Mereka sudah bekerja, tetapi haknya tertunda karena APBD Perubahan belum disahkan sepenuhnya,” tuturnya.

Rismono berharap agar ketua DPRD Bone bijak menanggapi situasi ini. Pihaknya tidak ingin masalah internal DPRD Bone berdampak luas ke masyarakat.

“Pendidikan adalah sektor vital, dan tunjangan guru tidak boleh menjadi korban tarik ulur politik, kami juga berharap ke pemerintah daerah untuk bisa mencarikan solusi soal ini termasuk itu pembayaran BPJS Rp 26 miliar,” jelas Rismono.

Sementara itu, Ketua DPRD Bone Andi Tenri Walinonong berdalih tidak ada niat untuk menghambat program kegiatan pemerintah. Dia beralasan tidak menandatangani dokumen penyempurnaan hasil evaluasi APBD-P karena prosesnya cacat prosedur.

“Yang saya tolak adalah proses yang cacat prosedur dan ilegal, serta tanpa mempertimbangkan catatan hasil evaluasi. Saya menolak untuk menandatangani keputusan sepenting APBD-P secara sepihak tanpa melalui mekanisme kelembagaan yang sah, yaitu rapat pimpinan DPRD,” imbuhnya.

Politisi Gerindra ini pun mengaku siap menandatangani APBD-P demi kepentingan masyarakat. Namun dia meminta agar penetapannya dilakukan sesuai prosedur dan dibahas bersama dalam rapat pimpinan DPRD yang sah sesuai tata tertib.

“Publik harus tahu bahwa keterlambatan ini bukan disebabkan oleh penolakan saya, melainkan oleh ada prosedur kelembagaan yang sah dan harus dilalui untuk sebuah keputusan yang mewakili lembaga,” pungkas Andi Tenri Walinonong.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *