Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) merespons gugatan staf distributor pupuk bernama Amrina Warham Rachmi (40) kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jeneponto senilai Rp 2 miliar. Gugatan itu dilayangkan Amrina usai dipenjara selama 10 bulan di kasus korupsi pupuk senilai Rp 6 miliar, namun divonis bebas oleh Mahkamah Agung (MA).
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulsel Soetarmi mengungkapkan kasus ini mulai diselidiki Kejari Jeneponto pada 2021 lalu. Amrina selaku perwakilan distributor pupuk PT Koperasi Perdagangan Indonesia (KPI) lalu ditetapkan sebagai tersangka.
“Setelah melalui proses pemeriksaan Perkara terdakwa di Pengadilan Tingkat Pertama Pengadilan Tipikor Klas IA Khusus Makassar maka Majelis hakim menjatuhkan Putusan Bebas (Vrijspraak/Prispraak) kepada Amrina,” jelas Soetarmi kepada infoSulsel, Sabtu (13/12/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jeneponto lalu melakukan upaya kasasi ke MA atas putusan bebas PN Makassar itu. Dalam putusan MA, kata Soetarmi, terjadi dissenting opinion dari salah satu hakim anggota.
“Atas Putusan bebas tersebut penuntut umum melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam putusan Mahkamah Agung telah terjadi dissenting opinion dari salah satu hakim anggota menyatakan bahwa perbuatan terdakwa selaku perwakilan KPI di wilayah Kabupaten Jeneponto menyalahgunakan kewenangannya,” kata Soetarmi.
Usai putusan inkrah tersebut, Amrina lalu mengajukan permohonan ganti kerugian dan rehabilitasi. Saat ini persidangan gugatan tersebut tengah berproses di PN Makassar.
“Saat ini saudara Amrina mengajukan permohonan ganti kerugian/rehabilitasi yang masih dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Makassar,” katanya.
Pihaknya mengaku menghargai langkah hukum Amrina ini. Sementara terkait nilai ganti rugi Rp 2 miliar, Soetarmi mengaku tak berkapasitas memberi penilaian wajar atau tidak wajar.
“Itu hak (mantan) tersangka atau terdakwa menuntut rehabilitasi. (Ganti rugi) Saya tidak dalam kapasitas menilai,” katanya.
Sementara Amrina, mengaku melakukan langkah hukum menuntut Kejari Jeneponto karena merasa telah dirugikan secara moril dan materil setelah tidak terbukti bersalah. Dia dipenjara 10 bulan tanpa penangguhan meski sudah 6 kali mengajukan permohonan.
“Saya mengajukan penangguhan penahanan 6 kali, tidak pernah diberikan. Anakku masih kecil, saya katanya ditakutkan kabur sama bikin ricuh. Padahal saya ini mau kabur ke mana, saya cuma seorang ibu-ibu,” kata Amrina.
Dia juga mengungkap kerugian yang dialami selama dipenjara. Di antaranya, kesempatan untuk jadi PPPK di salah satu puskesmas pupus, anaknya di-bully di sekolah. Bahkan saat sudah bebas, dia mengaku tetap dicemooh oleh orang lain.
“Kalau duit mungkin bisa dicari tapi imbasnya ke keluarga, anakku di-bully di sekolah. Terus pandangan orang ke saya, ini saja sudah vonis bebas, orang sudah cap, biar bagaimana sudah dipenjara 10 bulan,” katanya.
“Saya bicara sekarang karena tidak ada mi baikku di mata orang. Hancur saya rasa, anak ku di-bully di sekolah. Anakku itu hari masih SD kelas 6, yang satu kelas 2 SD dan satu lagi mau masuk TK,” pungkas Amrina.
Diketahui, MA menolak permohonan kasasi yang diajukan JPU Kejari Jeneponto dalam perkara tindak pidana korupsi dengan terdakwa Amrina Rachmi Warham. Putusan tersebut tertuang dalam petikan putusan Nomor 6322 K/Pid.Sus/2025 yang diputus pada 9 Juli 2025.
Dalam amar putusan, majelis hakim yang dipimpin Jupriyadi menyatakan menolak permohonan kasasi jaksa dan membebankan biaya perkara kepada negara. Dengan demikian, putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar Nomor 86/Pid.Sus-TPK/2024/PN Mks yang dibacakan pada 17 Februari 2025 tetap berlaku.
Amrina merupakan perwakilan distributor KPI wilayah Jeneponto dan telah menjalani penahanan di Rumah Tahanan Negara sejak 25 April 2024 hingga 17 Februari 2025.
Putusan tersebut ditandatangani secara elektronik oleh Panitera Pengganti Dr. Meni Warlia serta Ketua Majelis Jupriyadi sebagaimana dokumen petikan yang dikeluarkan Mahkamah Agung.







