Remaja bernama Rifqillah Ruslan (16) tewas usai diduga dianiaya Kepala Desa (Kades) Seppong inisial IM di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel). Keluarga merasa ada yang janggal lantaran kades sudah tersangka namun tidak kunjung ditahan.
Kasus ini bermula ketika korban yang mengendarai sepeda motor menabrak kepala desa tersebut pada Rabu (28/5) sekitar pukul 18.00 Wita. Korban mengalami luka parah sehingga dibawa ke RSUD Batara Guru untuk mendapatkan pertolongan.
“Anak saya memang awalnya yang tabrak ini kepala desa, kemudian dibawa oleh temannya ke rumah sakit Batara Guru,” kata ayah korban, Ruslan (50) kepada infoSulsel, Kamis (16/10/2025).
Ruslan mengatakan dugaan penganiayaan terjadi ketika anaknya berada di IGD. Saat itu, pelaku datang dan melakukan penganiayaan terhadap korban.
“Nah, kemudian menurut saksi mata, temannya, anak saya dianiaya di IGD oleh kepala desa itu. Pengakuan yang lihat ada 2 orang, anak saya dipukul berulang kali pada bagian wajah,” ungkap Ruslan.
Korban kemudian dikabarkan hilang keesokan harinya, tepatnya pada Kamis (29/5). Keluarga korban yang kesal mendengar adanya penganiayaan tersebut melaporkan kades itu ke Polres Luwu.
“Saat sudah ditanya ka sama temannya anakku yang lihat kejadian, nanti Sabtu (31/5) saya melaporkan secara resmi kepala Desa Seppong itu atas penganiayaan yang menyebabkan kematian anak saya,” bebernya.
Ruslan menjelaskan, dirinya seringkali menanyakan perkembangan kasus tersebut kepada pihak Polres Luwu. Menurutnya, kepala desa tersebut telah ditetapkan tersangka sejak Agustus, namun belum ditahan.
“Kasar mungkin kalau saya bilang tiap harika tanya penyidiknya sampai di mana mi kasusnya anakku, karena terkesan lamban sekali. Sejak Agustus dia sebut kades sudah tersangka, tapi faktanya masih berkeliaran,” cetusnya.
Selain itu, Ruslan juga menyinggung terkait adanya dugaan pihak kepolisian yang ikut bermain dalam kasus tersebut. Dia mengungkapkan, beberapa barang bukti pada kasus itu hilang secara mendadak.
“Kemarin itu ada CCTV-nya itu IGD, saya mau lihat pihak kepolisian bilang biar saya simpan supaya aman. Tapi minggu lalu secara tiba-tiba penyidiknya bilang, kalau gambar tersebut hilang karena memori penyimpanan rumah sakit rusak, itukan janggal, patut kami curiga. Ini masalah nyawa anak saya,” kesalnya lagi.
Kasat Reskrim Polres Luwu AKP Jody Dharma mengatakan kades IM telah ditetapkan tersangka. Namun tersangka tidak ditahan karena dianggap kooperatif.
“Dari sisi subjektif dan objektif penahanan belum diperlukan karena tersangka bersikap kooperatif, memiliki tempat tinggal tetap dan tidak berpotensi melarikan diri maupun menghilangkan barang bukti,” kata Jody kepada infoSulsel, Kamis (16/10).
Jody menegaskan bahwa tidak semua tersangka wajib menjalani penahanan di sel. Dia menuturkan penahanan akan dilakukan oleh penyidik dengan mempertimbangkan proses penyidikan.
“Penahanan terhadap tersangka bukanlah kewajiban hukum, melainkan kewenangan penyidik yang dilakukan secara selektif dengan memperhatikan kebutuhan proses penyidikan,” bebernya.
Dia juga memastikan pihaknya tidak tebang pilih dalam menangani kasus Kades Seppong tersebut. Dia berdalih proses hukum dalam kasus ini sudah berjalan sebagaimana mestinya.
“Proses penyidikan tetap berjalan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Kami memastikan tidak ada perlakuan khusus kepada siapa pun, termasuk kepada tersangka yang berstatus kepala desa. Semua langkah kami dasarkan pada asas profesionalitas, proporsionalitas, dan akuntabilitas penyidikan,” tegasnya.
Polisi juga membantah tudingan menghilangkan barang bukti rekaman CCTV penganiayaan. Polisi menyebut tidak ada rekaman CCTV di IGD RSUD Batara Guru.
“Terkait pernyataan bahwa CCTV di RSUD Batara Guru hilang, perlu kami luruskan bahwa sejak awal kami melakukan olah TKP dan koordinasi dengan pihak rumah sakit, memang tidak ada rekaman CCTV di ruang IGD yang dimaksud,” kata Jody.
Jody mengaku penyidik telah melakukan olah TKP dan mencari bukti-bukti terkait penganiayaan itu di rumah sakit. Namun, CCTV di IGD rumah sakit tersebut tidak merekam peristiwa dugaan penganiayaan itu.
“Jadi bukan karena dihilangkan, tetapi memang tidak terekam sejak awal,” tegasnya.
Menurutnya, isu bahwa polisi menghilangkan barang bukti rekaman CCTV tidak benar. Dia mengungkap penyidik telah mencari file CCTV yang dibantu langsung pihak rumah sakit.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
“Justru keberadaan CCTV akan sangat membantu penyidik apabila memang ada rekaman, karena itu bisa menjadi alat bukti yang objektif. Kami sudah melakukan pengecekan langsung bersama pihak RSUD dan hasilnya sama, tidak ada rekaman pada waktu kejadian tersebut. Jadi tudingan bahwa polisi menghilangkan barang bukti itu tidak benar dan tidak berdasar,” pungkasnya.
Kasi Humas Polres Luwu, Iptu Yakobus Rimpung membenarkan adanya insiden penganiayaan oleh kades tersebut. Dia menyebut kasusnya kini sisa menunggu pelimpahan berkas ke kejaksaan.
“Benar, sudah lama berkasnya dilimpah ke kejaksaan, tinggal menunggu P21,” kata Yakobus.
Yakobus menuturkan, saat ini pelaku sudah ditetapkan tersangka. Namun tersangka belum dilakukan penahanan, melainkan hanya wajib lapor.
“Tidak dilakukan penahanan tapi wajib lapor dua kali seminggu,” jelasnya.
Keluarga Korban Merasa Penanganan Janggal
Kades Tak Ditahan karena Kooperatif
Polisi Bantah Hilangkan Bukti CCTV
Kasus Tunggu Pelimpahan
Korban kemudian dikabarkan hilang keesokan harinya, tepatnya pada Kamis (29/5). Keluarga korban yang kesal mendengar adanya penganiayaan tersebut melaporkan kades itu ke Polres Luwu.
“Saat sudah ditanya ka sama temannya anakku yang lihat kejadian, nanti Sabtu (31/5) saya melaporkan secara resmi kepala Desa Seppong itu atas penganiayaan yang menyebabkan kematian anak saya,” bebernya.
Ruslan menjelaskan, dirinya seringkali menanyakan perkembangan kasus tersebut kepada pihak Polres Luwu. Menurutnya, kepala desa tersebut telah ditetapkan tersangka sejak Agustus, namun belum ditahan.
“Kasar mungkin kalau saya bilang tiap harika tanya penyidiknya sampai di mana mi kasusnya anakku, karena terkesan lamban sekali. Sejak Agustus dia sebut kades sudah tersangka, tapi faktanya masih berkeliaran,” cetusnya.
Keluarga Korban Merasa Penanganan Janggal
Selain itu, Ruslan juga menyinggung terkait adanya dugaan pihak kepolisian yang ikut bermain dalam kasus tersebut. Dia mengungkapkan, beberapa barang bukti pada kasus itu hilang secara mendadak.
“Kemarin itu ada CCTV-nya itu IGD, saya mau lihat pihak kepolisian bilang biar saya simpan supaya aman. Tapi minggu lalu secara tiba-tiba penyidiknya bilang, kalau gambar tersebut hilang karena memori penyimpanan rumah sakit rusak, itukan janggal, patut kami curiga. Ini masalah nyawa anak saya,” kesalnya lagi.
Kasat Reskrim Polres Luwu AKP Jody Dharma mengatakan kades IM telah ditetapkan tersangka. Namun tersangka tidak ditahan karena dianggap kooperatif.
“Dari sisi subjektif dan objektif penahanan belum diperlukan karena tersangka bersikap kooperatif, memiliki tempat tinggal tetap dan tidak berpotensi melarikan diri maupun menghilangkan barang bukti,” kata Jody kepada infoSulsel, Kamis (16/10).
Kades Tak Ditahan karena Kooperatif
Jody menegaskan bahwa tidak semua tersangka wajib menjalani penahanan di sel. Dia menuturkan penahanan akan dilakukan oleh penyidik dengan mempertimbangkan proses penyidikan.
“Penahanan terhadap tersangka bukanlah kewajiban hukum, melainkan kewenangan penyidik yang dilakukan secara selektif dengan memperhatikan kebutuhan proses penyidikan,” bebernya.
Dia juga memastikan pihaknya tidak tebang pilih dalam menangani kasus Kades Seppong tersebut. Dia berdalih proses hukum dalam kasus ini sudah berjalan sebagaimana mestinya.
“Proses penyidikan tetap berjalan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Kami memastikan tidak ada perlakuan khusus kepada siapa pun, termasuk kepada tersangka yang berstatus kepala desa. Semua langkah kami dasarkan pada asas profesionalitas, proporsionalitas, dan akuntabilitas penyidikan,” tegasnya.
Polisi juga membantah tudingan menghilangkan barang bukti rekaman CCTV penganiayaan. Polisi menyebut tidak ada rekaman CCTV di IGD RSUD Batara Guru.
“Terkait pernyataan bahwa CCTV di RSUD Batara Guru hilang, perlu kami luruskan bahwa sejak awal kami melakukan olah TKP dan koordinasi dengan pihak rumah sakit, memang tidak ada rekaman CCTV di ruang IGD yang dimaksud,” kata Jody.
Jody mengaku penyidik telah melakukan olah TKP dan mencari bukti-bukti terkait penganiayaan itu di rumah sakit. Namun, CCTV di IGD rumah sakit tersebut tidak merekam peristiwa dugaan penganiayaan itu.
“Jadi bukan karena dihilangkan, tetapi memang tidak terekam sejak awal,” tegasnya.
Menurutnya, isu bahwa polisi menghilangkan barang bukti rekaman CCTV tidak benar. Dia mengungkap penyidik telah mencari file CCTV yang dibantu langsung pihak rumah sakit.
“Justru keberadaan CCTV akan sangat membantu penyidik apabila memang ada rekaman, karena itu bisa menjadi alat bukti yang objektif. Kami sudah melakukan pengecekan langsung bersama pihak RSUD dan hasilnya sama, tidak ada rekaman pada waktu kejadian tersebut. Jadi tudingan bahwa polisi menghilangkan barang bukti itu tidak benar dan tidak berdasar,” pungkasnya.
Polisi Bantah Hilangkan Bukti CCTV
Kasi Humas Polres Luwu, Iptu Yakobus Rimpung membenarkan adanya insiden penganiayaan oleh kades tersebut. Dia menyebut kasusnya kini sisa menunggu pelimpahan berkas ke kejaksaan.
“Benar, sudah lama berkasnya dilimpah ke kejaksaan, tinggal menunggu P21,” kata Yakobus.
Yakobus menuturkan, saat ini pelaku sudah ditetapkan tersangka. Namun tersangka belum dilakukan penahanan, melainkan hanya wajib lapor.
“Tidak dilakukan penahanan tapi wajib lapor dua kali seminggu,” jelasnya.