Beredar video di media sosial seorang juru parkir (jukir) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), mengaku mendapat Rp 300 ribu per hari, tetapi hanya menyetor Rp 35 ribu ke Pemkot. Perumda Parkir Makassar Raya menjelaskan setoran itu merupakan target harian yang dibebankan kepada jukir.
“Kalau yang disebut Rp 35 ribu ke pemda itu kemungkinan adalah target yang dibebankan sebagai kewajibannya ketika bertugas di situ,” ujar Humas Perumda Parkir Makassar Raya Asrul kepada wartawan, Jumat (17/10/2025).
Asrul mengatakan target setiap jukir berbeda-beda tergantung potensi titik parkir. Penetapan angka itu didasarkan pada hasil uji petik di lapangan.
“Beda targetnya berdasarkan potensi dan hasil uji petik di lapangan. Penentuan target itu setelah dilakukan uji petik minimal 14 hari kerja supaya kita dapat angka rata-rata berapa sebenarnya potensi riil di titik tersebut,” jelasnya.
Dia menyebut jumlah Rp 35 ribu yang disetor itu tidak bergantung pada besaran pendapatan jukir. Jika hasil parkirnya, misalnya mencapai Rp 150 ribu atau lebih, setoran ke Pemkot tetap Rp 35 ribu sesuai ketentuan.
“Iya,” ucap Asrul ketika dikonfirmasi apakah setoran tetap Rp 35 ribu meski pendapatan lebih besar.
Asrul kemudian mencontohkan setiap jukir memiliki target yang bervariasi. Angkanya ditentukan setelah dilakukan uji petik di berbagai lokasi.
“Misalnya yang ini jukir Rp 35 ribu, terus jukir lainnya Rp 50 ribu. Beda-beda, tergantung potensi (titik parkir),” lanjutnya.
Perumda Parkir juga menyoroti video si jukir yang memperlihatkan dia bertugas tidak di lokasi semestinya di Jalan AP Pettarani, Makassar. Asrul menyebut titik itu merupakan area parkir insidental yang bersifat tentatif.
“Itu sifatnya dia tentatif, tidak tiap hari. Kemungkinan dia dipanggil untuk bertugas di situ,” sebutnya.
Pihaknya akan mengidentifikasi siapa jukir yang bertugas dan memastikan kesesuaian identitasnya dengan ID card yang dipakai. Asrul menegaskan hanya jukir yang namanya tertera di kartu resmi yang berhak bertugas.
“Makanya kami akan diidentifikasi dulu jukir ini, siapa yang arahkan ke situ dan apakah memang ID card yang digunakan itu punya dia atau temannya,” terangnya.
“Sesuai SOP tidak benar seperti itu. Artinya yang melekat, yang ada namanya di ID card, maka dia yang berhak tugas di lapangan. Jadi, tidak dibenarkan, katakanlah misalnya si fulan punya nama, kemudian orang lain yang bertugas di lapangan. Itu tidak benar,” tambahnya.
Terkait lokasi, Asrul mengakui ruas Jalan AP Pettarani termasuk dalam area larangan parkir sesuai Perwali 64 Tahun 2011. Namun, parkir di depan Hotel Claro disebut sebagai pengecualian karena sifatnya insidentil.
“Betul bahwa ruas jalan tersebut masuk dalam area Perwali 64 Tahun 2011 tentang 5 ruas jalan larangan parkir. Cuma di satu sisi setiap ada event yang berlangsung di Claro itu kan tidak menampung semua kendaraan pengunjung sehingga akibatnya dimanfaatkanlah tepi jalan sebagai area parkir,” paparnya.
Menurut Asrul, pihak Hotel Claro biasanya bersurat ke Perumda Parkir saat ada kegiatan besar. Pihaknya kemudian menugaskan jukir resmi untuk membantu pengaturan kendaraan.
“Ini masuk kategori parkir insidentil. Dari manajemen Claro itu biasanya melakukan persuratan tentang adanya aktivitas itu sehingga kami dari PD Parkir memfasilitasi jukir untuk mengatur kendaraan yang parkir di situ. Jadi, sebenarnya tidak ada yang salah,” jelasnya.
Dalam video beredar di media sosial, terlihat seorang jukir diinterogasi petugas Dinas Perhubungan (Dishub) Makassar saat melakukan inspeksi mendadak (sidak). Petugas awalnya menanyakan soal ID card jukir yang tidak sesuai dengan nama maupun titik parkir.
Jukir itu kemudian mengaku bahwa dia hanya menggantikan pemilik ID card atas perintah yang bersangkutan dengan kesepakatan bagi hasil 50:50 dari pendapatan parkir. Dalam interogasi itu pula, dia membeberkan jumlah uang yang diperolehnya dan nominal yang disetorkan ke pihak Pemkot.
“Kalau dapat Rp 300 (ribu) toh bagi 2 uangnya (dengan pemilik ID card). Lain pemda, pemda ini Rp 35 (ribu),” ujarnya.
Terkait lokasi, Asrul mengakui ruas Jalan AP Pettarani termasuk dalam area larangan parkir sesuai Perwali 64 Tahun 2011. Namun, parkir di depan Hotel Claro disebut sebagai pengecualian karena sifatnya insidentil.
“Betul bahwa ruas jalan tersebut masuk dalam area Perwali 64 Tahun 2011 tentang 5 ruas jalan larangan parkir. Cuma di satu sisi setiap ada event yang berlangsung di Claro itu kan tidak menampung semua kendaraan pengunjung sehingga akibatnya dimanfaatkanlah tepi jalan sebagai area parkir,” paparnya.
Menurut Asrul, pihak Hotel Claro biasanya bersurat ke Perumda Parkir saat ada kegiatan besar. Pihaknya kemudian menugaskan jukir resmi untuk membantu pengaturan kendaraan.
“Ini masuk kategori parkir insidentil. Dari manajemen Claro itu biasanya melakukan persuratan tentang adanya aktivitas itu sehingga kami dari PD Parkir memfasilitasi jukir untuk mengatur kendaraan yang parkir di situ. Jadi, sebenarnya tidak ada yang salah,” jelasnya.
Dalam video beredar di media sosial, terlihat seorang jukir diinterogasi petugas Dinas Perhubungan (Dishub) Makassar saat melakukan inspeksi mendadak (sidak). Petugas awalnya menanyakan soal ID card jukir yang tidak sesuai dengan nama maupun titik parkir.
Jukir itu kemudian mengaku bahwa dia hanya menggantikan pemilik ID card atas perintah yang bersangkutan dengan kesepakatan bagi hasil 50:50 dari pendapatan parkir. Dalam interogasi itu pula, dia membeberkan jumlah uang yang diperolehnya dan nominal yang disetorkan ke pihak Pemkot.
“Kalau dapat Rp 300 (ribu) toh bagi 2 uangnya (dengan pemilik ID card). Lain pemda, pemda ini Rp 35 (ribu),” ujarnya.