Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sulawesi Selatan (DLHK Sulsel), meminta Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengevaluasi hingga mencabut izin pengelolaan perhutanan sosial oleh Koperasi Serba Usaha (KSU) Jaya Abadi di Kabupaten Gowa. Usulan tersebut buntut aktivitas pembalakan hutan lindung seluas 1 hektare yang dikelolanya.
“Nanti tinggal keputusannya kementerian, dalam hal ini Ditjen Perhutanan Sosial. Apakah diberi sanksi berupa pencabutan izin atau seperti apa,” ujar Plt Kepala UPTD Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Jeneberang DLHK Sulsel Khalid Ibnul Wahab kepada infoSulsel, Jumat (26/12/2025).
Khalid mengatakan DLHK Sulsel tengah menyusun laporan kronologi perambahan hutan lindung untuk diserahkan ke pemerintah pusat. Evaluasi izin didorong karena KSU Jaya Abadi dinilai melakukan pelanggaran berat dalam pengelolaan hutan.
“Waktu habis kejadian (sidak di hutan lindung), ini kan viral dan kita sudah laporkan juga ke atas bagaimana untuk dievaluasi izin KSU itu,” katanya.
Dia mengungkapkan KSU Jaya Abadi mengantongi izin pengelolaan hutan kemasyarakatan seluas 3.000 hektare sejak 2019 dengan masa berlaku 35 tahun dan dapat diperpanjang 35 tahun lagi. Namun, penggunaan alat berat di kawasan hutan lindung disebut pelanggaran serius dalam skema perhutanan sosial.
“Terus di dalam pengelolaan izinnya, dilarang menggunakan alat berat. Dia (KSU) gunakan itu. Jadi itu yang dilanggar sebenarnya. Berat (pelanggarannya) itu karena memang dilarang keras menggunakan alat berat,” tegasnya.
Kemenhut juga telah merespons laporan tersebut dengan menurunkan tim Ditjen Perhutanan Sosial ke Desa Erelembang, Kecamatan Tombolo Pao. Tim pusat melakukan pengecekan langsung untuk menilai kerusakan hutan dan dugaan penyimpangan izin.
“Dan sudah turun, dua hari setelah itu setelah kejadian, turun tim dari kementerian, Ditjen Perhutanan Sosial. Turun tim untuk melihat kondisi atau melihat masalah itu,” bebernya.
DLHK Sulsel menyinggung kewajiban pemegang izin yang dinilai tidak dijalankan secara maksimal. Menurut Khalid, selama ini KSU Jaya Abadi hanya melaporkan hasil produksi getah pinus tanpa menyertakan kondisi riil hutan di lapangan.
“Selama ini yang ada itu laporannya itu berupa laporan produksi getahnya (pohon pinus). Karena cuma itu yang fokus mereka lakukan,” ucapnya.
Diketahui, kasus dugaan illegal logging terungkap usai Polres dan Pemkab Gowa melakukan inspeksi mendadak di hutan lindung Desa Erelembang, Kecamatan Tombolo Pao, Jumat (12/12) dini hari. Usut punya usut, lokasi yang dibabat masuk dalam kawasan izin perhutanan sosial yang dikelola KSU.
Khalid sebelumnya menyebut KSU Jaya Abadi tidak mengetahui adanya aktivitas pembalakan liar di lokasi sampai ditemukan alat berat. Kendati begitu, hal ini masih akan diusut lebih lanjut.
“Sebenarnya KSU yang dirugikan kalau dia tidak tahu terkait aktivitas alat berat itu di arealnya. Tapi kan nanti polisi yang buktikan betulkah ini KSU pemilik izin, tidak tahu,” ucap Khalid saat dihubungi, Selasa (16/12).
Khalid mengungkapkan KSU Jaya Abadi memiliki izin perhutanan sosial seluas 3.000 hektare. Namun lahan seluas 1 hektare di antaranya dididuga dibabat oleh oknum warga yang mengklaim kepemilikan lahan tersebut.
“Jadi lokasinya berada di Malenteng, Desa Erelembang, Tombolo Pao, Kabupaten Gowa. Luas lokasi yang dibuka 1,075 hektare sesuai pengukurannya teman-teman di KPH Jeneberang,” tuturnya.
“Dalam kawasan ini kan ada mi masyarakat yang ongko-ongko (mengklaim), yang mengaku punya itu lahan walaupun sebenarnya itu kawasan hutan milik negara. Tapi ada yang mengaku milik neneknya dulu,” imbuh Khalid.
Sementara itu, proses hukum pidana terus berjalan di Polres Gowa terkait dugaan illegal logging. Polisi telah memeriksa tiga orang terduga pelaku dan menemukan alat berat ekskavator yang digunakan di wilayah Kabupaten Bone.
“Benar, kami sudah temukan itu alat. Pemiliknya kooperatif. Dia (pemilik) kan hanya disewa sama pelaku,” kata Kasat Reskrim Polres Gowa AKP Bahtiar kepada infoSulsel, Kamis (25/12).
Bahtiar menyebut ketiga terduga pelaku berinisial S, MY, dan M telah diperiksa sebagai saksi. Penyidik masih melengkapi proses penyelidikan sebelum menentukan status hukum kasus tersebut.
“Masih penyelidikan. Belum penetapan tersangka. Mungkin menunggu beberapa hari lagi,” terangnya.
KSU Tak Tahu Hutan Digunduli

Diketahui, kasus dugaan illegal logging terungkap usai Polres dan Pemkab Gowa melakukan inspeksi mendadak di hutan lindung Desa Erelembang, Kecamatan Tombolo Pao, Jumat (12/12) dini hari. Usut punya usut, lokasi yang dibabat masuk dalam kawasan izin perhutanan sosial yang dikelola KSU.
Khalid sebelumnya menyebut KSU Jaya Abadi tidak mengetahui adanya aktivitas pembalakan liar di lokasi sampai ditemukan alat berat. Kendati begitu, hal ini masih akan diusut lebih lanjut.
“Sebenarnya KSU yang dirugikan kalau dia tidak tahu terkait aktivitas alat berat itu di arealnya. Tapi kan nanti polisi yang buktikan betulkah ini KSU pemilik izin, tidak tahu,” ucap Khalid saat dihubungi, Selasa (16/12).
Khalid mengungkapkan KSU Jaya Abadi memiliki izin perhutanan sosial seluas 3.000 hektare. Namun lahan seluas 1 hektare di antaranya dididuga dibabat oleh oknum warga yang mengklaim kepemilikan lahan tersebut.
“Jadi lokasinya berada di Malenteng, Desa Erelembang, Tombolo Pao, Kabupaten Gowa. Luas lokasi yang dibuka 1,075 hektare sesuai pengukurannya teman-teman di KPH Jeneberang,” tuturnya.
“Dalam kawasan ini kan ada mi masyarakat yang ongko-ongko (mengklaim), yang mengaku punya itu lahan walaupun sebenarnya itu kawasan hutan milik negara. Tapi ada yang mengaku milik neneknya dulu,” imbuh Khalid.
Sementara itu, proses hukum pidana terus berjalan di Polres Gowa terkait dugaan illegal logging. Polisi telah memeriksa tiga orang terduga pelaku dan menemukan alat berat ekskavator yang digunakan di wilayah Kabupaten Bone.
“Benar, kami sudah temukan itu alat. Pemiliknya kooperatif. Dia (pemilik) kan hanya disewa sama pelaku,” kata Kasat Reskrim Polres Gowa AKP Bahtiar kepada infoSulsel, Kamis (25/12).
Bahtiar menyebut ketiga terduga pelaku berinisial S, MY, dan M telah diperiksa sebagai saksi. Penyidik masih melengkapi proses penyelidikan sebelum menentukan status hukum kasus tersebut.
“Masih penyelidikan. Belum penetapan tersangka. Mungkin menunggu beberapa hari lagi,” terangnya.







