Warga bernama Emi Kamila diusir dari rumah yang dibelinya setelah melunasi kredit pemilikan rumah (KPR) senilai Rp 550 juta di Perumahan Aerohome Estate, Kota , Sulawesi Selatan (Sulsel). Usut punya usut, developer diduga menjual rumah kepada Emi yang diklaim kepemilikannya oleh orang lain lebih dulu.
Kisah tragis itu terungkap saat sejumlah warga Perumahan Aerohome Estate mengadu ke Komisi C DPRD Makassar, Kamis (26/6/2025). Emi merupakan salah satu dari sejumlah warga perumahan yang merasa dirugikan developer atau pengembang.
“Dalam satu bulan saya lunasi, melunasi seharga Rp 550 juta. Itu bukan uang sedikit untuk kami,” kata Emi kepada wartawan usai pertemuan di gedung DPRD Makassar.
Perumahan Aerohome Estate terletak di Kelurahan Sudiang, Kecamatan Biringkanaya, Makassar. Emi mengaku membeli satu unit rumah di lokasi tersebut pada Juli 2023 lalu.
“Yang lebih sedihnya saya adalah satu bulan saya menempati rumah itu, saya diusir orang, saya sudah disomasi untuk meninggalkan rumah saya. Karena ternyata rumah saya ada pemilik pertamanya,” tuturnya.
Emi meminta pertanggungjawaban developer karena tidak menyangka unit yang dibelinya berstatus kepemilikan ganda. Kondisi itu membuat Emi dengan orang yang juga mengklaim kepemilikan rumah, kerap terlibat cekcok.
“Developer-nya menjual kembali kepada saya dan saya sudah membelinya secara cash. Yang seperti saya bukan hanya saya saja, tapi banyak orang yang lebih dari satu pemiliknya, bahkan tiga,” katanya.
Situasi ini diperparah karena warga tidak kunjung menerima dokumen legalitas kepemilikan rumah. Emi menduga sertifikat rumah telah digadaikan pengembang Perumahan Aerohome State Makassar.
“Belum selesai di situ, sertifikat saya digadaikan juga ke perorangan tanpa sepengetahuan kami, padahal kami sudah melakukan pembayaran dengan lunas,” lanjut Emi.
Emi menceritakan, permasalahan bermula saat warga membeli unit pada 2019 saat lokasi masih berupa lahan kosong. Setelah selesai dibangun, developer mulai menyerahkan unit ke warga sejak 2021.
“Sebanyak 90 persen unit rumah telah kami bayar lunas kepada pengembang. Kami melakukan itu dengan harapan agar setelah pelunasan kami bisa hidup tenang tanpa terbebani lagi oleh cicilan atau utang,” terangnya.
Menurut Emi, developer belum memproses balik nama sertifikat atau pemindahan hak kepemilikan tanah. Sertifikat rumah masih atas nama PT Aero Multi Karya dan Direktur Utama bernama Asraf.
“Sertifikat hak milik atas rumah yang kami tempati belum juga diterbitkan (diserahkan) oleh pihak pengembang,” beber Emi.
Dokumen itu diklaim telah digadaikan ke sejumlah perorangan, koperasi, hingga perbankan. Emi juga menyayangkan sikap pengembang yang tidak kooperatif.
“Sampai kita ke rumahnya pun kita tidak dibukakan gerbang, kita seperti sampah, diusir-usir,” ungkap Emi.
Warga semakin sulit menagih pertanggungjawaban pengembangan perumahan setelah direktur utama PT Aero Multi Karya dikabarkan tersandung kasus pidana. Warga bingung menuntut haknya setelah kantor pengembang kosong dan staf menghilang.
“Sebanyak 90 persen unit rumah telah kami bayar lunas kepada pengembang. Kami melakukan itu dengan harapan agar setelah pelunasan kami bisa hidup tenang tanpa terbebani lagi oleh cicilan atau utang,” terangnya.
Tidak itu saja, masalah kian pelik setelah beberapa warga yang belum menerima unit, mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) ke pengadilan. Proses itu berujung pada kepailitan pengembang.
“Kondisi ini mengancam hak unit kami yang sudah ditempati karena secara hukum sertifikat masih atas nama PT Aero dan Asraf, sehingga berpotensi dijadikan bagian dari aset perusahaan yang dipailitkan,” beber Emi.
Warga Perumahan Aerohome Estate berharap DPRD Makassar mengawal permasalahan ini. Warga menuntut kejelasan status hukum atas rumah yang sudah mereka tempati selama bertahun-tahun.
“Kami ingin hidup tanpa rasa takut rumah yang kami tinggali digugat, dipermasalahkan, atau bahkan diambil alih karena ketiadaan bukti hukum,” tegas Emi.
Emi menegaskan warga Aerohome datang mengadu ke DPRD Makassar bukan untuk mencari keuntungan. Mereka ingin menuntut keadilan dan kepastian hukum.
“Kami di sini tidak cari untung. Kami datang ke sini hanya untuk menuntut hak kami, kembalikan sertifikat kami, kembalikan hak kami. Kami tidak menuntut lain selain itu,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Makassar Azwar Rasmin mengaku prihatin atas kondisi warga. Dia mendorong Pemkot Makassar untuk segera turun tangan dan mencari solusi.
“Dari cerita yang disebutkan bahwa mereka belum mendapatkan sertifikat walaupun sudah membayar semuanya. Jadi, sedih juga. Semua harus ada turun tangan, pemerintah kota, apalagi ini masyarakat di situ ada 100 rumah, warga Makassar,” tutur Azwar.
Komisi C DPRD Makassar akan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan menghadirkan pihak pengembang perumahan. Azwar menegaskan persoalan ini harus menjadi perhatian serius karena ada banyak warga yang dirugikan.
“Pemerintah kota mestinya hadir untuk bisa membantu meringankan, kalau bisa menyelesaikan, setidaknya meringankan masalah warga situ. Bisa jadi (RDP),” jelasnya.