Hubungan Pemkot Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel), dengan DPRD dinilai tidak harmonis selama masa kepimpinan Wali Kota Tasming Hamid. Hubungan tak harmonis itu disebut bisa berimbas pada terhambatnya investasi ke Parepare.
“Jika melihat aksi walk out, sepertinya hanya ada kepentingan yang tidak ketemu. Karena kalau di forum forkopimda mencairkan ji komunikasi. Namun menurut saya, menjelang 1 tahun TSM MO (Tasming-Hermanto) kesimpulan saya kurang harmonis,” kata Pakar Hukum Tata Negara IAIN Parepare, Rusdianto Sudirman kepada infoSulsel, Kamis (27/11/2025).
Rusdianto menjelaskan, belakangan ini Pemkot dan DPRD selalu terlibat polemik. Mulai dari efisiensi anggaran hingga buntutnya penetapan APBD akibat bantuan seragam SMA.
“Karena tidak pernah berhenti polemik. Mulai efisiensi, anggaran media, interpelasi, sampai seragam gratis,” ujarnya.
Menurutnya, hubungan Tasming dan DPRD tidak harmonis dipicu jajaran pejabat Pemkot yang masih belum loyal ke Wali Kota. Dia mengatakan, SKPD saat ini masih dipimpin pejabat era Taufan Pawe.
“Dan ini akibat pimpinan OPD yang masih banyak belum terganti. Sehingga banyak mempengaruhi kebijakan. Sebagian pimpinan OPD masih peninggalan Taufan Pawe pasti masih ada yang sebagian kurang loyal terhadap wali kota yang baru,” ungkapnya.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Selain itu, kekuatan politik Tasming di DPRD juga terbilang lemah dari total 25 kursi dewan. Tasming diusung 3 partai dengan jumlah 5 kursi, yakni NasDem 3 kursi, serta Hanura dan PDIP masing-masing 1 kursi.
“Secara politik memang agak tidak berimbang jika kita melihat peta koalisi yang ada di DPRD saat ini. Praktis hanya NasDem dan PDIP yang menjadi pendukung wali kota, yang lain cenderung oposisi,” katanya.
Dia mengungkapkan, kondisi Walkot dan DPRD yang tidak harmonis itu akan berimbas pada iklim investasi di Parepare. Menurutnya, investor akan berpikir masuk ke Parepare kalau politik daerah tidak stabil.
“Dampaknya Parepare akan minim investasi. Karena salah satu syarat investor masuk ke Parepare adalah stabilitas politik. Jika DPRD dan Wali Kota tidak harmonis para investor akan berpikir,” ujarnya.
Di sisi lain, kondisi itu juga bisa berdampak buruk bagi pembangunan dan kesejahteraan warga. Polemik antara Wali Kota dan DPRD yang terjadi terus menerus akan merugikan warga.
“Dan pada akhirnya masyarakat yang dirugikan,” jelasnya.
Olehnya itu, Rusdianto menilai perlu ada sosok yang menjadi penengah untuk kembali memperbaiki hubungan antara Wali Kota dan DPRD. Dia mengungkapkan, kondisi tak harmonis itu masih berpeluang bisa cair seperti saat interpelasi DPRD bisa redam.
“Perlu ada pihak yang menjadi play maker yang bisa menjembatani antara DPRD dan wali kota. Secara personal saya lihat sebenarnya masing-masing terbuka terbukti hak interpelasi berhasil redam,” ungkapnya.
Dia menuturkan, pihak DPRD dan Wali Kota harus menurunkan ego masing-masing. Kondisi itu bisa dicairkan dengan melakukan pertemuan rekonsiliasi membahas solusi dari sejumlah masalah yang terjadi.
“Pimpinan DPRD dan Wali Kota harus turunkan ego masing-masing, dan duduk bersama membicarakan hal-hal yang selama ini menjadi jurang pemisah di antara keduanya,” jelasnya.
Rusdianto menjelaskan, undang-undang tentang pemerintahan daerah sudah mengatur kedudukan DPRD dan kepala daerah. Begitu pula tentang status hubungan kemitraan lembaga eksekutif dan legislatif.
“Dalam UU Pemerintahan Daerah sebenarnya mengatur hubungan antara keduanya. Cuma memang saya lihat ada struktur pemerintahan bayangan yang mempengaruhi polemik ini, konsultan politik dan donatur politik sebaiknya jangan banyak mencampuri urusan pemerintahan,” imbuhnya.
Untuk diketahui, hubungan tak harmonis Walkot Tasming dan DPRD awalnya terlihat dari pengajuan hak interpelasi pada Rabu (29/10). Komunikasi Tasming disebut buruk dan dituding kerap mengabaikan saran dari DPRD.
“Saya anggap ini komunikasi yang sangat buruk yang dilakukan oleh pak wali. Pak wali itu kadang mengabaikan DPRD. Saya sebenarnya sangat jengkel melihat komunikasi yang dilakukan oleh wali kota, ini kesannya mengerdilkan DPRD,” ungkap Wakil Ketua DPRD Parepare, Yusuf Lapanna kepada infoSulsel, Kamis (30/10).
Pengajuan interpelasi itu akhirnya redam setelah Wali Kota Tasming bertemu dengan DPRD dalam rapat tertutup. Polemik kembali muncul setelah Sekda Parepare, Amarun Agung Hamka walk out saat pembahasan APBD 2026.
Terbaru, Tasming dan seluruh pejabat Pemkot memilih mangkir saat rapat paripurna penetapan APBD 2026. Akhirnya ranperda APBD 2026 itu disahkan oleh DPRD tanpa kehadiran Wali Kota.
