Warga Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel), dihebohkan dengan keributan terkait hak asuh anak oleh relawan Gerak Pakai Hati (GPH) dengan keluarga dua anak bernama Tisya (12) dan Tiara (9). Pihak relawan mengaku mendapatkan wasiat dari ibu kedua anak tersebut sebelum meninggal.
“Jadi yang video beredar itu sudah mediasi karena kakak dari kedua anak itu mengaku keberatan (hak asuh 2 anak),” ujar Ketua GPH Feliana Mrissa kepada infoSulsel, Jumat (23/5/2025).
Dia mengatakan mediasi hak asuh anak tersebut terjadi di Dusun Labalakang, Desa Amassangang, Kecamatan Lanrisang pada Sabtu (17/5) lalu. Saat mediasi, hadir tim relawan GPH dan keluarga kedua anak tersebut dengan disaksikan pihak pemerintah setempat dan aparat kepolisian.
“Kami juga kaget tiba-tiba ada yang protes. Jadi dilakukan mediasi. Dan itu hari diberikan kesempatan kepada keluarga untuk bertemu kakaknya baru diambil keputusan,” imbuhnya.
Hanya saja kata dia, kakak dari kedua anak tersebut mengambil salah satu anak yakni Tiara dan dibawa ke Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng). Sementara Tisya tetap diasuh relawan dan masuk pesantren.
“Sudah di pesantren. Kalau Tiara dibawa ke Morowali sama kakaknya. Kami juga tidak diberitahu saat ternyata diambil padahal wasiat ibunya jangan pisahkan ini anak,” paparnya.
Felina menuturkan pihaknya awalnya membantu ibu kedua anak tersebut bernama Nursina karena menderita kanker. Sebelum meninggal, Nursina meminta kepada relawan agar anaknya dibawa ke pesantren dan tidak diberikan ke pihak keluarga.
“Mengenai wasiat sebelum beliau wafat berpesan agar anak-anaknya dititipkan di pondok pesantren saja, karena beliau tidak mempercayai keluarga dan tidak ingin anak-anaknya dipisahkan,” jelasnya.
“Kami ada video saat almarhumah menandatangani wasiat tersebut. Sebagai bukti bahwa memang kami diamanahkan mengurus anak ini,” tambahnya.
Feli juga menjelaskan saat mendampingi Nursina terkumpul donasi dari Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Pinrang sebesar Rp 60 juta. Uang tersebut yang kemudian dianggap akan diambil relawan.
“Anak-anak ini mendapatkan donasi sebesar Rp 60 juta dari seorang pengusaha beras. Ternyata ini kakaknya diprovokasi bahwa itu donasi akan diambil relawan jadi mending dia yang rawat adiknya,” jelasnya.
“Bahkan relawan difitnah akan menjual organ tubuh. Padahal niat kami tulus ingin membantu. Sebab ini almarhumah sebelumnya hanya dirawat kedua anaknya di rumah dan tinggal di bawah kolong rumah warga,” imbuhnya.
Sementara itu, Camat Lansirang Bachrun Syah membenarkan terkait mediasi antara relawan dan pihak keluarga dari anak tersebut. Untuk sementara kata dia diserahkan kepada anak itu memilih ikut ke kakak tirinya atau sekolah.
“Ada dua kali pertemuan. Di pertemuan kedua saya hadir dan dikasih pilihan ke anak dia mau ke mana. Kan lebih bagus lagi kalau ini anak yang menentukan sikap. Jadi yang anak pertama ke pesantren dan yang anak kedua ikut kakak tirinya,” tegasnya.
Adapun terkait hak asuh dari kedua anak tersebut, dia mengaku perlu dibahas secara lebih serius. Termasuk nantinya perlu ada penguatan dari pengadilan.
“Kita apresiasi bantuan relawan. Tetapi kalau bicara hak asuh tidak boleh dikesampingkan ahli waris (kakak tiri dari 2 anak).Kalau bicara hak asuh ya harus melalui pengadilan. Untuk solusi paling dekat ikuti keinginan anak,” paparnya.
Dalam video yang beredar, terlihat relawan GPH dan keluarga Tisya dan Tiara bertemu di bawah kolong rumah panggung. Terlihat beberapa orang pria dari keluarga Nursina emosi hingga nyaris membanting kursi.
Bahkan pihak keluarga Nursina menyinggung pertemuan tersebut hendak mediasi atau justru mencari keributan. Warga yang turut hadir dalam pertemuan mediasi tersebut terlihat berupaya menenangkan keluarga Nursina.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.