Hakim Nyatakan SBN Rp 700 T Tak Ada Kaitannya dengan Kasus Uang Palsu - Giok4D

Posted on

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Gowa, menyatakan Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 700 triliun tidak ada kaitannya dengan perkara sindikat uang palsu. Barang bukti yang diduga milik Annar Salahuddin Sampetoding itu diputuskan untuk dikembalikan.

Keputusan tersebut dibacakan dalam sidang putusan Terdakwa Muhammad Syahruna di Ruang Kartika, PN Sungguminasa pada Jumat (12/9). Meski disebut milik Annar, SBN tersebut diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai barang bukti dalam perkara Terdakwa Syahruna.

“1 Lembar kertas foto copy certificate of time deposit dan 1 lembar kertas Surat Berharga Negara (SBN), karena selama masa persidangan tidak ditemukan fakta terkait barang bukti tersebut yang berhubungan dengan perkara ini, serta sudah tidak diperlukan lagi dalam pembuktian maka akan dikembalikan kepada terdakwa,” ujar Anggota Majelis Hakim Syahbuddin dalam persidangan, Jumat (12/9/2025).

Selain SBN, mejelis hakim juga menetapkan sejumlah barang bukti lain seperti 234 lembar kertas bergambar uang palsu pecahan Rp 100 ribu yang belum terpotong beserta alat dan bahan untuk pembuatan uang palsu, dirampas untuk dimusnahkan. Pasalnya, majelis hakim menilai barang-barang tersebut berpotensi disalahgunakan jika tidak dimusnahkan.

“Terhadap barang bukti 1 unit hp dan 1 unit alat mesin cetak yang telah dipergunakan oleh terdakwa, namun mempunyai nilai ekonomis, maka perlu ditetapkan agar barang bukti tersebut dirampas untuk negara,” jelas hakim.

SBN senilai Rp 700 triliun itu sempat menjadi sorotan saat diperlihatkan dalam persidangan. Saat itu Annar tak mampu menahan amarahnya ketika jaksa memperlihatkan barang bukti SBN tersebut di hadapan majelis hakim.

Emosi Annar mulai tersulut ketika penasihat hukumnya menyinggung soal SBN yang ditemukan dalam berkas perkara. Penasihat hukum Annar, Sultani mempertanyakan apakah dirinya mengetahui terkait SBN tersebut.

“Itulah yang saya kaget dan saya datang langsung bertemu aparat Polres dan saya juga mau ketemu Kapolda tapi Kapolda tidak mau ketemu dengan saya, untuk mempertanyakan itu sertifikat dari Bank Indonesia dan SBN yang Rp 700 triliun,” jawab Annar pada Rabu (23/7).

“Ini yang membuat saya, harga diri sebagai tokoh di Sulawesi Selatan dipermalukan,” ucapnya.

Pada sidang selanjutnya, Annar Sampetoding menegaskan tudingan bahwa dirinya pemilik SBN senilai Rp 700 triliun, tidak benar. Dia menegaskan tuduhan itu hanya rekayasa aparat kepolisian.

“Saya tidak punya uang Rp 700 triliun, enggak punya saya. Itu rekayasa polisi semua itu,” ujar Annar kepada wartawan usai mengikuti persidangan di PN Sungguminasa pada Rabu (30/7).

Ia mengaku baru mengetahui soal dokumen tersebut dari konferensi pers polisi di media sosial. Dia pun berencana melaporkan mantan Kapolda Sulsel Irjen Yudhiawan Wibisono dan mantan Kapolres Gowa AKBP Reonald TS Simanjuntak ke Propam.

“Saya sudah bilang sama semua teman-teman itu yang di Polres. Tunggu aja, semua saya laporin kau semua di propam, termasuk mantan Kapolda itu Yudhiawan sama itu (mantan) Kapolres (Gowa),” terangnya.

“Saya ini harga diri saya betul-betul, pencemaran nama baik saya ini oleh aparat,” ucapAnnar.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

Diberitakan sebelumnya, Terdakwa Muhammad Syahruna divonis 4 tahun penjara dan denda 50 juta atas keterlibatannya dalam kasus sindikat uang palsu. Syahruna dinyatakan bersalah telah memproduksi uang palsu sebanyak Rp 640 juta.

“Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap Terdakwa Muhammad Syahruna dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda sejumlah Rp 50 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 1 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Dyan Martha Budhinugraeny membacakan amar putusannya, Jumat (12/9).

Hakim menilai perbuatan Syahruna yang memalsukan uang rupiah memenuhi seluruh unsur dalam Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Hal itu sebagaimana dalam dakwaan lebih subsidair penuntut umum.