Mantan Lurah Tombolo berinisial A di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel), ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pungutan liar (pungli) program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Tersangka diduga melakukan mark up biaya PTSL hingga 20 kali lipat dan menyebabkan kerugian total mencapai Rp 307,750 juta.
“Berhasil mengamankan satu orang terduga pelaku yang mana terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi ataupun pungutan liar dalam kegiatan pendaftaran tanah sistematis lengkap atau PTSL,” ujar Kapolres Gowa AKBP Muhammad Aldy Sulaiman saat rilis pers di Mapolres Gowa, Selasa (18/11/2025).
Dia mengungkapkan tersangka melakukan penyimpangan dalam pembayaran program PTSL tersebut. Tersangka A saat itu menjabat sebagai Lurah Tombolo pada tahun 2024.
“Dan dapat kami sampaikan juga bahwa tersangka ini pada tahun 2024 menjabat sebagai lurah di Kelurahan Tombolo. Jadi, pada tahun 2024 tersangka ini menjabat sebagai lurah di Kelurahan Tombolo,” katanya.
Aldy menjelaskan program PTSL seharusnya hanya memberikan beban biaya kepada masyarakat penerima manfaat sejumlah Rp 250 ribu per bidang. Namun, mantan lurah tersebut mematok biaya yang sangat jauh berbeda dari ketentuan yang berlaku.
“Akan tetapi, terduga pelaku ataupun tersangka ini mark up sampai dengan rata-rata Rp 5 juta,” sebutnya.
Pungutan liar itu terjadi pada 78 bidang tanah yang menyebabkan total nilai kerugian mencapai ratusan juta rupiah. Polisi saat ini telah menyita sejumlah barang bukti dari kasus tersebut.
“Sampai saat ini sudah 78 bidang tanah yang memang saat ini kami lakukan pemeriksaan dan total nilai hasil pungutan liar tersebut adalah sejumlah Rp 307,750 juta,” jelasnya.
Kasat Reskrim Polres Gowa AKP Bahtiar menjelaskan program PTSL yang menjadi objek pungli ini adalah program pemerintah pusat yang sebetulnya bertujuan untuk memberikan sertifikat tanah gratis kepada warga. Pihaknya menemukan barang bukti berupa sisa pungutan senilai Rp 30 juta, beberapa berkas pendaftaran, dan kwitansi.
Warga yang menjadi korban pungli ini adalah mereka yang selama ini tinggal di tanah hibah di lingkungan Tinggi Mae. Warga yang berniat mengusulkan diri sebagai penerima manfaat PTSL di tanah yang baru dihibahkan justru dipungut biaya yang melampaui batas.
“Yang mana tanah ini awalnya yayasan menghibahkan ke masyarakat yang telah selama ini berdomisili di dalam. Nah, pada saat dihibahkan ini bertepatan pula dengan adanya program pemerintah pusat yaitu PTSL sehingga warga ini berkeinginan mengusulkan untuk sebagai penerima manfaat dari program pemerintah ini,” bebernya.
Atas perbuatannya, tersangka dikenakan Pasal 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman pidana penjara minimal 4 tahun. Bahtiar menuturkan pihak kepolisian tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain dalam kasus ini.
“Bertambah atau tidaknya tersangka, selanjutnya tergantung fakta penyidikan yang kami dapatkan. Mungkin saja bertambah apabila kami menemukan fakta ada atau tidaknya orang lain yang berperan dalam perbuatan curang ini,” ucapnya.
