Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
Mantan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkim) Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat (Sulbar), Labora Tandipuang ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pembebasan lahan pembangunan pasar rakyat dengan kerugian negara Rp 5,7 miliar. Jaksa telah menyita uang dari kasus ini sebesar Rp 3 miliar.
“Total kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan pasar Mamasa sebesar Rp 5,7 miliar. Dan saat ini sudah dikembalikan sebesar Rp 3 miliar,” ujar Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulbar Sukarman Sumarinton kepada wartawan, Selasa (9/12/2025).
Sementara Kasi Penkum Kejati Sulbar, A Asben Awaluddin menambahkan ada dua tersangka dalam kasus ini. Penyidik juga menetapkan pria inisial HG yang mengaku penerima kuasa pemilik lahan sebagai tersangka dalam kasus ini.
“Keduanya diduga menyalahgunakan kewenangan dalam proses pembebasan lahan sehingga menimbulkan kerugian negara,” terangnya.
Dia memaparkan pembebasan lahan pembangunan pasar rakyat dianggarkan tahun 2024 dengan alokasi dana sebesar Rp 5,7 miliar. Kedua tersangka kemudian bersekongkol dalam pembebasan lahan itu untuk meraup keuntungan.
“Tersangka HG seolah-olah menerima kuasa dari pemilik lahan untuk membuat dan menandatangani sebagian dan atau keseluruhan dokumen dalam proses transaksi jual beli lahan yang telah dibuat dan ditandatangani oleh pemilik lahan,” beber Asben.
Tersangka Labora sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) disebut telah secara sadar menyetujui dan memproses pencairan dana yang belum terpenuhi. Seperti akta pembagian hak waris dan peralihan hak tanah yang sah.
“Bahwa tersangka Labora Tandipuang turut menandatangani seluruh dokumen pencairan dan pembayaran, termasuk pernyataan kelengkapan administrasi yang sebenarnya tidak sesuai fakta,” jelasnya.
Sementara tersangka HG yang tidak memiliki kuasa hukum yang sah, memalsukan surat kuasa palsu untuk mencairkan dana. Anggaran yang cair itu kemudian dipindahkan ke rekening pribadinya.
“LT (Labora Tandiuang) secara sadar memfasilitasi pencairan, sementara HG mengeksekusi dengan memalsukan dokumen. Tindakan keduanya jelas sistematis dan saling mendukung,” imbuhnya.
Asben menambahkan keduanya ditetapkan tersangka pada September 2025 lalu. Keduanya kini telah ditahan di Rutan Kelas IIB Mamuju.
“Penahanan dilakukan karena ancaman hukuman lebih dari lima tahun penjara, serta adanya kekhawatiran tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya,” jelas Asben.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1, Pasal 3, atau Pasal 8 juncto Pasal 15, Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.







