Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Makassar akan membacakan putusannya terhadap mantan Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Makassar Mukhtar Tahir, terdakwa kasus dugaan korupsi dana bantuan pengadaan barang COVID-19 tahun 2020, hari ini. Pada sidang tuntutan sebelumnya, Mukhtar dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara senilai Rp 5,2 miliar.
“Jadwalnya begitu (putusan hari ini),” ujar Ketua Majelis Hakim Djainuddin saat dimintai konfirmasi oleh infoSulsel, Selasa (30/9/2025).
Sidang putusan sedianya digelar di Ruang Bagir Manan, PN Makassar. Ketua Majelis Hakim Djainuddin akan membacakan amar putusannya didampingi dengan dua hakim anggota lainnya yaitu Sutisna dan Sumantri.
Pada sidang sebelumnya, Mukhtar Tahir meminta dibebaskan dalam perkara ini usai dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pidana penjara selama 5 tahun. Mukhtar menilai tuntutan tersebut tidak didasarkan dengan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
“Fakta hukum yang dikemukakan dalam perkara ini, sangat tidak bersependapat dengan tuntutan penuntut umum,” ujar Penasihat Hukum Mukhtar Tahir, Arif Munandar saat membacakan nota pembelaan, Jumat (18/9).
Arif pun meminta agar majelis hakim membebaskan Mukhtar dari seluruh dakwaan. Ia juga meminta agar majelis hakim memulihkan nama baik kliennya tersebut.
“Membebaskan terdakwa dari dakwaan primer tersebut. Membebaskan terdakwa dari dakwaan subsider. Memulihkan harkat dan martabat serta nama baik terdakwa Mukhtar Tahir sebagai orang yang tidak bersalah,” pintanya.
Sebagai informasi, jaksa menuntut Mukhtar 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Selain itu, Mukhtar juga dituntut membayar uang pengganti senilai Rp 983 juta.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Mukhtar Tahir dengan pidana penjara selama 5 tahun, dikurangi selama terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa ditahan di Rutan dan denda sebesar Rp 100 juta subsidair 6 bulan kurungan,” demikian tuntutan jaksa terhadap Mukhtar Tahir yang dikutip dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Makassar, Selasa (30/9).
“Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Mukhtar Tahir untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 983.453.754,04 dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti tersebut maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan,” sambungnya.
Dalam perkara ini, Mukhtar dituntut bersama enam terdakwa lainnya yang masing-masing dituntut pidana penjara mulai dari 1,5 tahun hingga 4,5 tahun. Mereka juga dituntut membayar denda dan uang pengganti yang jika diakumulasi mencapai Rp 3,5 miliar.
“Dalam tuntutannya, ketujuh terdakwa didakwa melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan subsidiair,” kata Kasipenkum Kejati Sulsel Soetarmi dalam keterangannya, Jumat (12/9).
Keenam terdakwa tersebut adalah Wakil Direktur PT Mulia Abadi Perkas Salahuddin yang dituntut 4,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, serta uang pengganti Rp 1,04 miliar. Selain itu ada Direktur CV Adifa Raya Utama Suryadi dituntut 2,5 tahun penjara, denda Rp 50 juta, dan uang pengganti Rp 466,6 juta.
Sementara Direktur CV Mitra Sejati Syamsul dengan 3 tahun penjara, denda Rp 50 juta, dan uang pengganti Rp 515,6 juta. Termasuk Direktur CV Sembilan Mart Fajar Sidiq 3 tahun penjara, denda Rp 50 juta, dan uang pengganti Rp 660,9 juta.
Ada juga Kuasa Direktur CV Annisa Putri Mandiri M Arief Rachman 1,6 tahun penjara, denda Rp 50 juta, dan uang pengganti Rp 304,7 juta. Terakhir Direktur Utama CV Zizou Insan Perkasa Ikmul Alifuddin yang dituntut 2 tahun penjara, denda Rp 50 juta dan uang pengganti Rp 251,1 juta.