Kasus dugaan kekerasan saat orientasi penerimaan anggota baru komunitas pencinta alam di , Sulawesi Utara (Sulut), masih didalami polisi. Sejumlah panitia yang diperiksa penyidik berdalih tindakan kekerasan dalam kegiatan itu bagian dari tradisi sistem kaderisasi organisasi.
Diketahui, perkara ini diusut setelah salah satu orang tua korban berinisial AA (16) melapor ke Polres Bitung. Siswa SMA itu dilaporkan babak belur sepulang orientasi Himpunan Penjelajah Alam Terbuka Spizaetus (Himpasus) yang berlangsung tiga hari.
“Yang keberatan dan melaporkan kejadian tersebut adalah orang tua korban,” ungkap Kasi Humas Polres Bitung Iptu Abdul Natip Anggai kepada infocom, Kamis (2/10/2025).
Dugaan kekerasan terjadi dalam prosesi pengukuhan anggota baru Himpasus di kaki Gunung Dua Saudara Bitung pada Minggu (28/9). Anggota baru ditampar berulang kali hingga ditendang oleh seniornya saat momen puncak kegiatan itu.
“Yang dialami korban karena ditampar di bagian muka, mulut korban, yang mengakibatkan korban mengalami kesakitan,” beber Abdul.
Polres Bitung masih fokus mendalami keterangan sejumlah saksi yang terlibat dalam kegiatan itu. Penyidik kepolisian telah memeriksa 6 panitia orientasi penerimaan anggota baru komunitas pencinta alam itu.
“Dari pihak panitia enam orang, kemudian korban dengan orang tua korban selaku pelapor juga sudah diambil keterangan. Jadi seluruhnya 8 orang,” imbuhnya.
Dari hasil pemeriksaan sementara, panitia membenarkan adanya tindakan fisik dalam orientasi penerimaan anggota baru. Kepada polisi, panitia mengaku aktivitas itu sudah menjadi bagian tradisi organisasi.
“Mereka sampaikan seperti itu, menurut tradisi dari mereka,” ungkap Kasat Reskrim Polres Bitung AKP Ahmad Anugrah Ari Pratama yang dikonfirmasi terpisah.
Ahmad menjelaskan, pihaknya masih mendalami adanya unsur pidana dalam orientasi tersebut. Bukti rekaman video terjadinya dugaan kekerasan terhadap anggota baru juga diperiksa.
“Mereka (panitia kegiatan) katakan sudah berlangsung beberapa angkatan dan sudah seperti itu, tindakan fisik, yang menurut mereka itu tradisi mereka seperti itu,” paparnya.
Pihaknya memastikan akan mengusut tuntas kasus ini. Penyidik akan segera melakukan gelar perkara begitu seluruh saksi yang terlibat dalam kegiatan tersebut sudah dimintai keterangan.
“Kita akan periksa semua baik dari teman-temannya korban, kemudian ada beberapa orang dari pihak komunitas itu yang belum kita periksa yang ada pada saat itu,” jelas Ahmad.
Momen senior komunitas pencinta alam melakukan dugaan kekerasan terekam kamera hingga videonya viral di media sosial. Dalam video beredar, tampak para peserta laki-laki yang tidak mengenakan baju duduk berlutut di tanah.
Dari video itu, seorang senior pria menampar peserta berulang kali usai pemasangan slayer. Dari penggalan video lainnya, adapula seorang senior wanita yang menampar dan menendang anggota baru.
Salah satu peserta berinisial AA (16) yang pulang dengan wajah lebam hingga membuat orang tuanya meradang dan memutuskan melapor ke polisi. AA bersama peserta lain diduga ditampar oleh 10 seniornya secara bergiliran.
“Menurut korban ini, dilakukan lebih dari 10 orang yang memukul secara bergantian, hanya yang terekam dua orang, karena mata ditutup jadi mereka tidak berani buka,” kata kuasa hukum keluarga korban, Bili Ladi kepada infocom, Kamis (21/10).
Korban AA sempat berbohong kepada orang tuanya soal dugaan kekerasan yang dialami. Dia menduga anak kliennya diminta tutup mulut oleh seniornya agar tidak menceritakan soal tindakan fisik yang terjadi selama kegiatan.
“Karena sudah 3 hari sama-sama mungkin sudah terdoktrin (oleh seniornya) biar sedikit. Sehingga ia berdusta ke ibunya bilang digigit lebah,” bebernya.
Bili mengungkapkan, korban dikeluarkan dari grup WhatsApp (WA) komunitas pencinta alam setelah video dugaan kekerasan tersebut viral di media sosial. Namun video dugaan kekerasan sudah tersimpan dan menjadi bukti laporan ke polisi.
“Anak itu langsung dikeluarkan dari grup, karena sumber video itu dikirim di grup WA itu. Tapi sempat dibagikan ke WA bapaknya kalau tidak salah, jadi sudah save di handphone lain,” ujar Bili.
Menurut Bili, ibu korban sedianya sempat menghubungi panitia kegiatan untuk memberi penjelasan sebelum melapor ke polisi. Namun panitia dituding tidak beriktikad baik meski sempat janjian untuk bertemu.
“Ibunya minta diklarifikasi saja di telepon, tapi dari panitia ajak bertemu. Akhirnya ibu shareloc (lokasi pertemuan), tapi ditunggu berjam-jam mereka tidak datang. Akhirnya sudah buat laporan,” jelasnya.
Pihak keluarga berharap aparat kepolisian menindak tegas pelaku yang terbukti melakukan tindak pidana. Keluarga korban sangat menyesalkan dugaan kekerasan tersebut.
“Proses pengkaderan dalam komunitas lingkungan/alam dengan kekerasan, tidak ada korelasi sama sekali dengan pembangunan mental dan pemahaman tentang mencintai alam dan lingkungan,” tegas Bili.
Korban Diduga Ditampar 10 Senior
Korban Dikeluarkan dari Grup WA
Momen senior komunitas pencinta alam melakukan dugaan kekerasan terekam kamera hingga videonya viral di media sosial. Dalam video beredar, tampak para peserta laki-laki yang tidak mengenakan baju duduk berlutut di tanah.
Dari video itu, seorang senior pria menampar peserta berulang kali usai pemasangan slayer. Dari penggalan video lainnya, adapula seorang senior wanita yang menampar dan menendang anggota baru.
Salah satu peserta berinisial AA (16) yang pulang dengan wajah lebam hingga membuat orang tuanya meradang dan memutuskan melapor ke polisi. AA bersama peserta lain diduga ditampar oleh 10 seniornya secara bergiliran.
“Menurut korban ini, dilakukan lebih dari 10 orang yang memukul secara bergantian, hanya yang terekam dua orang, karena mata ditutup jadi mereka tidak berani buka,” kata kuasa hukum keluarga korban, Bili Ladi kepada infocom, Kamis (21/10).
Korban AA sempat berbohong kepada orang tuanya soal dugaan kekerasan yang dialami. Dia menduga anak kliennya diminta tutup mulut oleh seniornya agar tidak menceritakan soal tindakan fisik yang terjadi selama kegiatan.
“Karena sudah 3 hari sama-sama mungkin sudah terdoktrin (oleh seniornya) biar sedikit. Sehingga ia berdusta ke ibunya bilang digigit lebah,” bebernya.
Korban Diduga Ditampar 10 Senior
Bili mengungkapkan, korban dikeluarkan dari grup WhatsApp (WA) komunitas pencinta alam setelah video dugaan kekerasan tersebut viral di media sosial. Namun video dugaan kekerasan sudah tersimpan dan menjadi bukti laporan ke polisi.
“Anak itu langsung dikeluarkan dari grup, karena sumber video itu dikirim di grup WA itu. Tapi sempat dibagikan ke WA bapaknya kalau tidak salah, jadi sudah save di handphone lain,” ujar Bili.
Menurut Bili, ibu korban sedianya sempat menghubungi panitia kegiatan untuk memberi penjelasan sebelum melapor ke polisi. Namun panitia dituding tidak beriktikad baik meski sempat janjian untuk bertemu.
“Ibunya minta diklarifikasi saja di telepon, tapi dari panitia ajak bertemu. Akhirnya ibu shareloc (lokasi pertemuan), tapi ditunggu berjam-jam mereka tidak datang. Akhirnya sudah buat laporan,” jelasnya.
Pihak keluarga berharap aparat kepolisian menindak tegas pelaku yang terbukti melakukan tindak pidana. Keluarga korban sangat menyesalkan dugaan kekerasan tersebut.
“Proses pengkaderan dalam komunitas lingkungan/alam dengan kekerasan, tidak ada korelasi sama sekali dengan pembangunan mental dan pemahaman tentang mencintai alam dan lingkungan,” tegas Bili.