Eks Ketua KONI Makassar Ahmad Susanto berbicara panjang lebar usai divonis empat tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Rp 5,8 miliar. Ahmad Susanto pun mengungkap sejumlah hal yang membuatnya tidak puas selama persidangan.
Ahmad Susanto divonis empat tahun penjara dalam sidang putusan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Senin (11/8/2025). Ahmad Susanto juga dihukum membayar denda sebanyak Rp 100 juta.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp 100 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan maka diganti pidana penjara 2 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Djainuddin Karanggusi.
Tidak hanya itu, majelis hakim juga memvonis Ahmad Susanto untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 133 juta. Adapun uang tersebut harus dibayarkan selama sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
“Menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 133 juta. Apabila tidak dibayarkan selama 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita dan dilelang. Jika terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi maka diganti pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan,” terang hakim.
Putusan tersebut mengacu pada dakwaan subsidair Jaksa Penuntut Umum (JPU). Hakim menilai perbuatan Ahmad Susanto memenuhi seluruh unsur dalam Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat 1 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak dan Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Ahmad Susanto mengatakan dirinya selama ini memilih tidak berkomentar di media sejak tahap penyelidikan hingga sidang putusan. Menurutnya, sikap tersebut merupakan bentuk penghormatan terhadap proses hukum yang tengah berlangsung.
“Tetapi pada hari ini, kalau kita lihat di nasional lagi ribu-ribut persoalan Tom Lembong, saya kira apa yang kita saksikan di Pengadilan hari ini Tom Lembong versi lokalnya,” ujar Ahmad Susanto kepada wartawan usai menjalani sidang putusan.
Menurut Ahmad Susanto, majelis hakim dalam putusannya banyak menyalin tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dia juga menilai hakim mengabaikan banyak fakta yang terungkap di persidangan.
“Jadi puluhan kali kita melakukan sidang di tempat ini, saya kira banyak kali yang diabaikan di dalam persidangan ini,” tuturnya.
Salah satu fakta yang terungkap di persidangan, kata Ahmad, dia tidak pernah menggunakan satu rupiah pun dari dana hibah KONI Makassar untuk kepentingan pribadinya. Selain itu, tidak ada fakta yang membuktikan dirinya memperkaya diri sendiri atau menambah kekayaan dengan dana hibah KONI.
Lebih lanjut dia menegaskan jika tidak ada kegiatan fiktif selama dirinya menjabat sebagai Ketua KONI Makassar. Menurutnya, kegiatan yang dituding fiktif itu belum memiliki laporan pertanggungjawaban karena masih berlangsung.
“Pada saat pemeriksaan (kasus dugaan korupsi) itu masih tahun anggaran berjalan, berarti belum ada laporannya di tahun itu. Tetapi setelah 31 Desember itu sudah ada laporannya dan itu sudah dikoreksi sama hakim,” katanya.
Ahmad Susanto juga mengungkapkan adanya kejanggalan dalam kasus yang menjeratnya. Dia mengaku mulai mendapat ancaman ketika memutuskan untuk mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 Kota Makassar.
“Saya itu sudah diancam sejak bulan 11, bulan 12, bulan 1 2023. (Tahun) 2024 bulan 3 begitu saya mendaftar ke salah satu partai, itu saya sudah dipanggil untuk penyelidikan. Kemudian bulan 8 saya menyatakan dukungan (kepada) Mulia, Pak Appi dan Bu Aliyah, 1 minggu kemudian naik penyidikan,” jelasnya.
Tak berselang lama setelah pemilihan, dirinya pun ditangkap dan ditahan. Dia merasa janggal sebab ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi, padahal angka kerugian negara belum ditemukan.
“Ini yang paling anehnya, syarat untuk menetapkan orang tersangka itu adalah kerugian negara. Saya ditahan 9 Desember (2024), kemudian mulai diaudit bulan Februari 2025, dan nanti hasil kerugian negara itu keluar di bulan lima tahun 2025,” terang Ahmad.
“Artinya, 5 bulan ma ditahan baru ada kerugian negara dan dasar untuk penahanan itu adalah kerugian negara,” lanjutnya.
Dia menilai hal yang paling janggal adalah ketika kejaksaan menggelar jumpa pers saat dirinya ditahan. Saat itu, kejaksaan telah mengumumkan kerugian negara sebesar Rp 5,8 miliar, sementara audit belum dilakukan.
“Nanti bulan 5 tahun berikutnya baru ada audit, yang sama persis nilainya Rp 5,8 miliar,” bebernya.
Dia juga mengaku ancaman yang terimanya sebelum maju Pilkada 2024 adalah akan diperiksa oleh pihak kejaksaan. Saat ditanya soal sosok pelaku ancaman tersebut adalah mantan Wali Kota Makassar, Ahmad enggan menyebutkannya.
“Ada lah, saya tidak perlu sebutkan, ada oknumnya cukup berkuasa, mantan penguasa di Kota Makassar ini,” katanya.
“Mantan penguasa, terserah mau ditafsirkan seperti apa, yang jelas mantan penguasa di Kota Makassar ini,” pungkasnya.