Annar Salahuddin Sampetoding mengaku mencoba menemui Kapolda Sulawesi Selatan (Sulsel) setelah mengetahui dirinya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kasus sindikat uang palsu. Namun Kapolda Sulsel yang saat itu dijabat Irjen Yudhiawan Wibisono enggan menemui Annar.
Annar awalnya menjelaskan mengetahui penetapan dirinya sebagai DPO melalui informasi di media sosial. Annar kemudian merasa dijadikan tersangka secara sepihak oleh pihak kepolisian.
“Setelah mendengar konferensi pers itu, saya dengar (ditetapkan sebagai) DPO. Bagaimana caranya kamu (pihak polisi) bilang saya buron DPO, kamu (polisi) belum pernah BPA (mengambil keterangan) saya,” ujar Annar saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Rabu (23/7/2025).
Setelah melihat konferensi itulah Annar kemudian mencoba menemui Kapolda Sulsel dan Kapolsek setempat. Dia ingin mempertanyakan maksud penetapan dirinya menjadi DPO tersebut.
“Jadi saya datang untuk bertemu Kapolda, dia tidak mau. Saya datang untuk bertemu Kapolsek, dia tidak mau. Saya disuruh pulang,” katanya.
Selang beberapa hari kemudian, Annar baru mendapat panggilan pemeriksaan. Namun belum genap 24 jam, dia langsung ditetapkan sebagai tersangka.
“Kurang lebih Senin saya dipanggil sebagai saksi, langsung panggilan kedua. Saya datang dan menjelaskan semua. Saya datang pagi-pagi, sore-sore saya diperiksa, malam saya ditetapkan sebagai tersangka,” tutur Annar.
Annar mengaku telah membantah seluruh tuduhan terkait keterlibatannya dalam perkara sindikat uang palsu tersebut saat diperiksa oleh penyidik. Namun penetapan tersangkanya tetap dilakukan.
“Saya tidak ingat semua (keterangan yang saya berikan saat itu), tapi semua pertanyaan saya sanggah. Iya (menyatakan tidak tahu dan tidak terlibat saat itu),” jelasnya.
Kondisi penetapan tersangka tersebut membuat Annar merasakan kejanggalan. Kejanggalan lainnya, kata Annar, dia belum pernah dipanggil oleh tim penyidik saat dirinya dimasukkan dalam daftar DPO.
“Tidak pernah (dipanggil atau disurati untuk klarifikasi atau sebagai saksi terhadap kasus uang palsu). Jelas sekali ini rekayasa kriminalisasi hukum kepada saya,” tudingnya.
Selain untuk mempertanyakan status DPO, tujuan lain Annar ingin menemui Kapolda adalah mempertanyakan pernyataannya saat konferensi pers kasus uang palsu. Kapolda menyebut terdapat barang bukti milik Annar berupa surat berharga negara (SBN) senilai Rp 700 triliun dalam kasus yang menjeratnya.
“Dalam dakwaan ada barang bukti berupa surat berharga, apakah saudara mengetahui itu?” tanya penasihat hukum Annar, Sultani kepada kliennya.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
“Itulah yang saya kaget dan saya datang langsung bertemu aparat Polres dan saya juga mau ketemu Kapolda tapi Kapolda tidak mau ketemu dengan saya, untuk mempertanyakan itu sertifikat dari Bank Indonesia dan SBN yang Rp 700 triliun,” jawab Annar.
Lebih lanjut Annar merasa reputasinya sebagai tokoh di Sulawesi Selatan dipermalukan. Hal itu lantaran dirinya disebut memiliki SBN senilai Rp 700 triliun dan beredar di media sosial.
“Ini yang membuat saya, harga diri sebagai tokoh di Sulawesi Selatan dipermalukan,” ujar Annar dalam persidangan.
Selanjutnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Basri Baco memperlihatkan barang bukti SBN tersebut di hadapan majelis hakim. Annar pun terlihat sangat marah hingga majelis hakim menegurnya untuk meredakan emosinya lebih dulu.
Setelah persidangan ditutup, Annar sempat dihampiri dan dipeluk kerabatnya yang hadir memberi dukungan. Dalam momen itu, ia tampak tak kuasa menahan air mata.