Badko HMI Sulsel Nilai JK Jadi Korban Mafia Tanah, Desak BPN Usut Tuntas baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Badko Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sulawesi Selatan (Sulsel) mendesak agar Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Makassar mengusut tuntas dugaan praktik mafia tanah. Tuntutan Badko HMI Sulsel ini disampaikan ke ATR/BPN Makassar usai lahan milik Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK) di Kawasan Tanjung Bunga Makassar diduga diserobot.

Massa dari Badko HMI Sulsel menggelar aksi demonstrasi di Kantor ATR/BPN Makassar, Jalan AP Pettarani, Senin (1/12). Mereka berharap ATR/BPN Makassar menyelesaikan konflik agraria di lahan 16,4 hektare Kawasan Tanjung Bunga Makassar tersebut.

“Harapan kami dari Badan Koordinasi (Badko) Sulawesi Selatan bahwa konflik agraria ini itu bisa cepat dalam menyelesaikan sebuah konflik-konflik tersebut. Bahwa harapan kami adalah bagaimana konflik agraria ini bisa teredam cepat,” kata Kordinator Lapangan Muhammad Rafly Tanda kepada wartawan.

Pihaknya tidak ingin masalah ini terus berlarut-larut tanpa adanya penyelesaian. Apalagi dari hasil kajiannya, mereka menduga lahan diserobot akibat praktik mafia tanah.

“Melihat dari hasil dari kajian yang kami lakukan bahwa tentu ada praktik mafia yang terjadi. Dikarenakan adanya salah satu petinggi di negara ini yang memiliki dua sertifikat yang dipegang oleh masing-masing oknum tersebut,” jelasnya.

“Timbulnya sertifikat-sertifikat yang ada di satu lahan dengan memiliki dua sertifikat. Itu tentu ada praktik-praktik mafia di dalamnya. Maka harapan kami, negara harus melihat kondisi ini di Kota Makassar bahwa adanya mafia-mafia tersebut,” sambungnya.

Dalam orasinya, mereka juga membacakan sejumlah tuntutan yang ditujukan ke Kantor ATR/BPN Makassar. Pertama, meminta audit menyeluruh terhadap seluruh proses penerbitan, perubahan, maupun pemindahan hak atas tanah di wilayah Metro Tanjung, khususnya bidang yang disengketakan.

Kedua, pembenahan integritas sistem administrasi pertanahan yang rawan tumpang-tindih, sesuai amanat UUPA dan Peraturan Kepala BPN tentang Standar Pelayanan Pertanahan.

Ketiga, keterbukaan data pertanahan, sebagaimana diamanatkan UU Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, untuk memastikan bahwa setiap proses dilakukan sesuai asas legalitas dan bebas dari maladministrasi.

JK sebelumnya menuding GMTD merekayasa kasus sengketa tanah seluas 16,4 hektare di kawasan Jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar. JK menyebut tindakan GMTD itu sebagai bentuk perampokan terhadap hak kepemilikan yang sah.

“Padahal ini tanah saya sendiri yang beli dari Raja Gowa, kita beli dari anak Raja Gowa. Ini (lokasi) kan dulu masuk Gowa ini. Sekarang (masuk) Makassar,” kata JK saat meninjau langsung lokasi lahan sengketa di Jalan Metro Tanjung Bunga, Rabu (5/11).

Menurut JK, lahan tersebut dimiliki Hadji Kalla secara sah dengan sertifikat resmi. Dia menegaskan tanah itu telah dikuasai selama 30 tahun, tetapi kini muncul pihak lain yang mengaku sebagai pemilik.

“(Punya) sertifikat, dibeli, tiba-tiba ada yang datang, merekayasa, segala macam. Sok-sokan, pendatang lagi, tiba-tiba merampok. Mereka omong kosong semua,” katanya.

JK menyebut tindakan GMTD sebagai penghinaan terhadap warga Bugis-Makassar yang menjaga kehormatan lewat perjuangan mempertahankan hak atas tanah. Dia menilai kasus ini bukan hanya soal kepemilikan, tetapi juga soal harga diri masyarakat Makassar.

“Ini kehormatan untuk orang Makassar, kehormatan untuk orang Bugis-Makassar. Yang punya tanah selama 30 tahun tiba-tiba ada yang datang merampok. Kehormatan kita semua,” ucapnya.

JK juga menuding ada indikasi praktik mafia tanah di balik langkah GMTD tersebut. Dia menilai jika dirinya saja bisa menjadi korban, masyarakat kecil bisa lebih mudah dirampas haknya.

“Kalau begini, nanti seluruh kota (Makassar) dia akan mainkan seperti itu, merampok seperti itu. Kalau Hadji Kalla saja dia mau main-maini, apalagi yang lain,” ketusnya.

JK Tuding GMTD Merekayasa

Menurut JK, lahan tersebut dimiliki Hadji Kalla secara sah dengan sertifikat resmi. Dia menegaskan tanah itu telah dikuasai selama 30 tahun, tetapi kini muncul pihak lain yang mengaku sebagai pemilik.

“(Punya) sertifikat, dibeli, tiba-tiba ada yang datang, merekayasa, segala macam. Sok-sokan, pendatang lagi, tiba-tiba merampok. Mereka omong kosong semua,” katanya.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

JK menyebut tindakan GMTD sebagai penghinaan terhadap warga Bugis-Makassar yang menjaga kehormatan lewat perjuangan mempertahankan hak atas tanah. Dia menilai kasus ini bukan hanya soal kepemilikan, tetapi juga soal harga diri masyarakat Makassar.

“Ini kehormatan untuk orang Makassar, kehormatan untuk orang Bugis-Makassar. Yang punya tanah selama 30 tahun tiba-tiba ada yang datang merampok. Kehormatan kita semua,” ucapnya.

JK juga menuding ada indikasi praktik mafia tanah di balik langkah GMTD tersebut. Dia menilai jika dirinya saja bisa menjadi korban, masyarakat kecil bisa lebih mudah dirampas haknya.

“Kalau begini, nanti seluruh kota (Makassar) dia akan mainkan seperti itu, merampok seperti itu. Kalau Hadji Kalla saja dia mau main-maini, apalagi yang lain,” ketusnya.