Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar akan memutus kontrak 3.600 tenaga honorer atau Laskar Pelangi. Kebijakan ini diambil berdasarkan regulasi Badan Kepegawaian Negara (BKN) hingga Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Menpan-RB).
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Makassar Akhmad Namsum mengatakan saat ini pemerintah daerah tidak dibolehkan lagi membiayai tenaga kontrak melalui APBD. Kecuali bagi mereka yang pernah mengikuti seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
“Untuk Makassar ada 3.600 kurang lebih yang tidak ikut seleksi PPPK. Dari 3.600 itu, 2.600 lebih itu adalah petugas kebersihan dan sisanya non kebersihan. Sehingga itu tidak bisa lagi dianggarkan atau dibiayai lewat APBD karena regulasi dan aturan nasional. Itu juga seluruh Indonesia,” kata Namsum kepada infoSulsel, Sabtu (17/5/2025).
Namusm mengungkapkan pemutusan kontrak akan mulai berlaku pada Mei 2025. Setelah ini, organisasi perangkat daerah (OPD) diminta membuat analisa kebutuhan tenaga teknis yang dibutuhkan untuk direkrut melalui outsourcing dan pengadaan jasa layanan teknis (PJLT).
“Ini sudah, saat ini, sudah diproses semuanya, pemerintah kota akan mencermati hal itu. Mulai Mei ini, jadi Mei mulai masa transisi kebutuhan dari masing-masing OPD, OPD harus membuat pemetaan, tingkat kebutuhan dan jenis apa yang dibutuhkan menyangkut dengan itu. Jadi ini adalah masa-masa transisi,” jelasnya.
“Jadi kalau lewat PJLT, yang menjadi prioritas utama adalah sektor pekerjaan vital, seperti kebersihan. Nah inikan lagi teman-teman OPD koordinasi dengan Ortala untuk pemetaan jabatan terkait dengan itu. Jadi yah sesegera mungkin,” ujarnya.
Namsum lantas menegaskan jika perekrutan nanti akan tetap mengutamakan kualitas tenaga kerja. Mereka yang akan direkrut adalah orang-orang yang selama ini berkinerja baik.
“Tergantung kebutuhan di anjabnya dan tentu mengacu ke kualitas kerja. Kalau yang malas tentu jadi pertimbangan, sebaliknya yang punya kualitas kerja dan masih sangat dibutuhkan sesuai dengan pemetaan jabatan dan sesuai aturan akan jadi perhatian utama,” jelasnya.
“Kami di jajaran teknis di bawah tentu ini akan kita sampaikan kepada Pak Wali Kota. Kita menjadikan arahan terbaik dari pimpinan bagaimana kebijakannya nanti,” imbuhnya.
Namsum mengatakan kebijakan ini sudah sesuai dengan arahan Pemerintah Pusat. Dia menyebut ada Surat Edaran BKN Nomor: 018/R/BKN/VIII/2022, yang bertujuan mendorong percepatan pemetaan, validasi data, dan penyusunan peta jalan (roadmap) penyelesaian tenaga non ASN di masing-masing instansi pemerintah.
Selain itu, pendataan tenaga non ASN ini juga merupakan tindak lanjut dari Surat Menteri PAN-RB Nomor: B/1511/M.SM.01.00/2022. Dalam surat tersebut, kata dia, pemerintah pusat menginstruksikan agar dilakukan pendataan untuk mengetahui jumlah dan kondisi pegawai non ASN di setiap instansi pemerintah.
Dia juga menyebut penataan tenaga non ASN ini sudah sesuai dengan Undang-Undang 20 Tahun 2023 dan Surat Kemenpan-RB. Selain itu, juga dalam surat Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Nomor: 900.1.1664 yang menyebutkan bahwa pemerintah daerah di seluruh Indonesia tidak boleh atau tidak lagi diminta untuk melakukan penggajian terhadap tenaga non ASN.
“Tapi, bila dibutuhkan tenaga-tenaga yang saya sebutkan tadi maka dimungkinkan melalui pengadaan jasa lainnya perseorangan. Sehingga kita berharap tentu ruang-ruang itu, yang menjadi acuan tetap seperti apa yang diatur regulasi yang ada,” terangnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Rencana Pemkot Makassar memutus kontrak tenaga honorer atau Laskar Pelangi secara besar-besaran sebelumnya juga dikritik sejumlah fraksi di DPRD Makassar. Kritikan tersebut di antaranya datang dari fraksi Gerindra dan PDIP.
Ketua Fraksi Gerindra DPRD Makassar Kasrudi menilai rencana Pemkot Makassar ini tidak sejalan dengan kebijakan pusat yang gencar menekan angka pengangguran. Apalagi saat ini perekonomian nasional sedang sulit di tengah efisiensi anggaran.
“Ini kan lagi gencar-gencarnya pemerintah (pusat) mendorong agar tidak ada PHK. Ini tiba-tiba Pemkot Makassar mengadakan PHK, kayaknya PHK massal. Bagaimana dengan keluarga mereka yang di PHK?” kata Kasrudi kepada infoSulsel, Jumat (16/5).
Dia menegaskan evaluasi pegawai kontrak harus transparan. Indikator evaluasinya juga harus jelas agar tidak terkesan tiba-tiba mengeluarkan pegawai.
“Jadi paling tidak kalau mau begitu ada antisipasi, dibuka, diperjelas dong, seperti ini, misalnya ada yang salah makanya perlu dievaluasi. Tidak bisa tiba-tiba mengeluarkan pegawai begitu,” ucapnya.
Ketua Fraksi PDIP DPRD Makassar Andi Suhada Sappaile turut menyoroti rencana tersebut. Menjelang 100 hari kerja Wali Kota Makassar Munafri ‘Appi’ Arifuddin, Pemkot dinilai belum menunjukkan hasil kerjanya.
“Sebenarnya kami juga kaget, maksud saya seperti ini, program kerja pak wali 100 hari kerja kan kita belum tahu seperti apa bentuknya, belum jelas kan. Kita tiba-tiba dikagetkan pemangkasan pegawai non ASN hampir di semua OPD dan PDAM,” kata Suhada kepada infoSulsel, Jumat (16/5).
Pihaknya mengaku tidak melarang evaluasi dilakukan, namun perlu dilakukan kajian mendalam. Mulai dari dampak yang ditimbulkan dan harus sesuai regulasi.
“Jadi pelan-pelan dan betul-betul harus dikaji dampaknya, regulasinya seperti apa, itu harusnya dikaji baiklah dulu. Karena itu dampaknya sangat besar di masyarakat, itu pasti,” paparnya.