Kebiasaan makan sendiri sering dilakukan orang dari berbagai usia terutama orang dewasa dan lansia (lanjut usia). Namun, tahukah infoers bahwa kebiasaan makan dapat berdampak negatif bagi kesehatan?
Melansir dari , dalam penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Appetite, kebiasaan makan sendiri memiliki efek samping bagi kesehatan fisik maupun mental. Dikutip dari DailyMailUK, fakta tersebut diungkap berdasarkan studi yang dilakukan tim peneliti dari Flinders University, Australia.
Penelitian dilakukan dengan meninjau 24 studi dalam 20 tahun terakhir terkait hal ini. Hasil studi menunjukkan, lansia yang makan sendiri berisiko lebih tinggi lebih cepat mengalami kelemahan fisik daripada dengan orang-orang yang makan bersama.
Faktor utama yang memicu kondisi tersebut adalah kualitas pola makan yang menurun. Lansia yang makan sendirian cenderung mengonsumsi makanan yang kurang bergizi, asupan protein yang menurun, serta jarang mengonsumsi buah dan sayur.
Akibat kekurangan protein, muncul dampak yang buruk pada lansia. Massa otot dapat menghilang, kekuatan tubuh melemah, dan risiko ketergantungan pada orang lain juga meningkat.
Kebiasaan makan seorang diri juga mengakibatkan sebagian lansia jadi sering mengonsumsi makanan instan atau siap saji. Seperti yang tercatat di Swedia, di mana para lansia 4 kali lebih sering mengonsumsi makanan siap saji.
Pada umumnya, makanan tersebut mengandung gula dan garam yang tinggi. Hal ini berpotensi meningkatkan tekanan darah dan risiko penyakit kronis pada lansia.
Para peneliti menekankan bahwa aspek sosial juga memiliki peran yang penting. Ketika lansia tidak memiliki rutinitas sosial, dorongan psikologis untuk makan secara teratur dan memakan makanan sehat menjadi berkurang.
“Sering makan sendirian membawa beban psikologis tersendiri dan menghilangkan isyarat sosial yang mendorong seseorang untuk makan lebih banyak dan memilih makanan yang lebih baik serta bernutrisi,” jelas peneliti.
Frailty sendiri adalah sindrom medis yang ditandai penurunan ketahanan, kekuatan, dan kemampuan tubuh pulih dari tekanan. Dampak kondisi ini mencakup peningkatan risiko jatuh, disabilitas, dan hilangnya kemampuan untuk mandiri.
Kanker, penyakit jantung, gangguan pernapasan, hingga demensia adalah sejumlah penyakit yang memiliki kaitan dengan sindrom medis ini. Sementara itu, beberapa penelitian juga mengaitkan isolasi sosial dengan penyusutan volume otak yang meningkatkan risiko terkena Alzheimer.
Para ahli menyarankan agar dokter dan tenaga medis mulai menanyakan kebiasaan serta pola makan pasien lansia saat pemeriksaan rutin. Selain itu, keluarga disarankan untuk lebih proaktif dengan sering mengajak anggota keluarga makan bersama.
Saran ini tidak hanya berlaku untuk lansia, tetapi juga semua kelompok usia. Sebab, makan bersama dinilai sebagai langkah sederhana yang membawa manfaat besar bagi kesehatan tubuh dan mental.







